aku bukan alat pemuas

Malam itu, Laila tak berhenti memohon agar Arfan mengerti. Bahwa tubuhnya sedang tidak dalam kondisi siap. Bahwa ia benar-benar sedang haid. Tapi, seperti biasa, Arfan tak mudah percaya.

"Aku lihat dulu!" ucap Arfan dengan wajah penuh curiga. Laila hanya diam, pasrah. Bahkan rasa malu pun seakan sudah tidak penting lagi dalam rumah tangganya. Arfan berjalan cepat ke kamar mandi, melihat celana dalam yang dikenakan Laila sebelumnya, dan akhirnya mengangguk kecil.

"Ya sudah, kamu benar. Tapi kenapa sih harus pas banget waktunya sekarang?" gumamnya.

Laila hanya menghela napas panjang. Rasanya seperti baru saja memenangkan sebuah pertempuran kecil, padahal peperangan yang sesungguhnya belum berakhir.

Arfan duduk di tepi ranjang, lalu menatap Laila dengan ekspresi berbeda. Matanya menatap sayu, seakan ingin mengemis perhatian, tapi di balik itu Laila tahu—ada hasrat yang belum terpuaskan. Suaminya tak pernah kenyang. Bahkan ketika tubuhnya sudah letih, pikirannya tetap berputar soal pelampiasan.

“Sayang…” suara Arfan berubah lembut. Sangat lembut, seperti sutra yang melilit pelan ke leher. “Kalau kamu lagi haid, ya nggak apa-apa. Aku ngerti, aku juga tahu itu haram. Tapi… aku nggak tahan. Kamu tahu sendiri…”

Laila menoleh, lelah, dan tidak menjawab.

“Aku cuma minta kamu bantuin cara lain. Gak dosa, kan? Toh gak dimasukin, cuma dibantu keluar aja... Ya? Kamu pakai tangan kamu aja... jari jemarimu yang lembut itu...” bisik Arfan pelan, hampir menyerupai rayuan yang dulu pernah membuat Laila tersipu.

Kini, rayuan itu terdengar seperti jebakan.

Hati Laila berdesir, tapi bukan karena tergoda. Justru sebaliknya. Ia merasa seperti sedang dicekik oleh tuntutan tak terlihat.

Ia terdiam, mencoba berdialog dengan pikirannya sendiri. "Mungkin nggak dosa... asal nggak masuk... mungkin masih bisa dibilang bantu suami..."

Tapi perasaannya menolak. Tubuhnya bukan mesin. Tangannya bukan alat. Ia bukan alat pemuas.

Namun, seperti banyak istri lain, Laila takut dibilang menolak suami. Ia takut dikutuk malaikat. Ia takut dianggap istri durhaka. Ia takut... kehilangan cinta yang bahkan entah masih ada atau tidak.

Laila akhirnya menuruti permintaan itu. Bukan karena ingin. Tapi karena terpaksa.

Semuanya terjadi dalam diam. Tanpa gairah. Tanpa senyum. Tanpa cinta.

Yang terdengar hanya suara berat Arfan dan permintaannya yang berulang-ulang.

Dan setelah semuanya selesai, Laila mengusap tangannya dengan tisu, beranjak ke kamar mandi, dan menatap wajahnya sendiri di cermin.

Ia tak mengenali siapa yang sedang ia lihat.

Matanya kosong. Bibirnya pucat. Pundaknya merosot seperti memikul dunia.

“Terima kasih ya, sayang...” ucap Arfan dari balik pintu kamar, nada puas dan santai.

Laila tidak menjawab. Ia hanya berdiri di depan wastafel dan menyalakan keran air.

Air mengalir deras, dingin, dan tak membawa ketenangan. Justru membuatnya menggigil.

Pagi harinya, Laila bangun lebih awal seperti biasa. Menyiapkan sarapan, merapikan pakaian kerja Arfan, dan menyusun kotak makan. Semua dilakukan dengan gerakan mekanis, tanpa semangat.

Ketika Arfan duduk di meja makan, ia bersikap seperti tak terjadi apa-apa semalam. Ia memuji nasi goreng buatan Laila, lalu sibuk dengan gawainya sambil menyeruput teh.

Laila hanya diam. Tapi di dalam dirinya, pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan.

“Apakah aku istri yang baik?”

“Apakah ini normal?”

“Apakah setiap malam harus seperti ini?”

“Apakah suamiku mencintaiku atau hanya tubuhku?”

Semua pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban.

Hari itu, setelah Arfan pergi kerja, Laila duduk di depan laptopnya. Ia mulai mengetik kata-kata di kolom pencarian:

“Suami hiperseksual, bagaimana menghadapi?”

“Kewajiban istri dalam Islam soal hubungan suami istri”

“Apakah menolak permintaan suami itu dosa?”

Banyak artikel bermunculan. Beberapa menyalahkan istri, mengatakan istri harus melayani selama tidak berhalangan. Tapi sebagian lain berbicara tentang kesehatan mental, tentang komunikasi, tentang batas, tentang persetujuan.

Laila membaca semuanya. Beberapa membuatnya makin merasa bersalah. Tapi ada juga yang membuka pikirannya.

Salah satu artikel berjudul “Cinta Tak Bisa Dipaksakan di Ranjang” membuatnya tercenung lama. Isinya menyebutkan bahwa tubuh perempuan bukan alat transaksi. Bahwa persetujuan dalam hubungan adalah kunci. Bahwa pernikahan yang sehat harus punya ruang untuk saling memahami, bukan memaksa.

Laila terdiam. Jari-jarinya gemetar.

Air mata menetes begitu saja.

Bukan karena sedih. Tapi karena baru hari itu ia merasa didengar. Walau hanya oleh tulisan dari orang asing di internet.

Malamnya, saat Arfan pulang kerja, Laila memberanikan diri bicara.

“Mas...” katanya pelan.

“Hm?”

“Aku ingin kita bicara... soal semalam... soal semuanya... soal kita...”

Arfan mendengus kecil. “Apalagi sih, Lay? Kamu bawa-bawa lagi yang udah selesai?”

“Aku nggak enak. Aku capek. Aku... kadang merasa bukan istrimu, tapi seperti alat...”

Arfan langsung meletakkan sendoknya. Wajahnya berubah.

“Kamu mulai baca-baca dari mana? Nonton sinetron apaan lagi? Jangan sok drama, Lay. Kamu tuh istri, dan kamu tahu kewajibanmu!”

Laila terdiam. Napasnya memburu. Tapi ia tak membalas. Ia tahu, berdebat dengan Arfan seperti menjerit di tengah badai.

Tak akan ada yang mendengar.

Tapi malam itu, Laila menulis di buku hariannya:

“Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bertahan. Tapi aku tahu, jika aku terus diam, aku bisa hancur."

Episodes
1 bab 1 :aku ingin tidur,mas
2 aku bukan alat pemuas
3 suara yang tak pernah di dengar
4 telepon pertama itu
5 tamu yang membawa luka lama
6 malam tanpa pilihan
7 campur tangan yang terbungkus kasih
8 saat aku di dengar
9 tuntutan yang terus bertambah
10 aroma cemburu di dapur sempit
11 aroma ketegangan di dapur
12 empati yang salah arti
13 satu kali saja tidak puas
14 ungkapan isi hati laila kepada rani
15 nyalon bersama rani
16 arfan mengajak laila ke kamar
17 tercium bahaya dalam rumah
18 khayalan ranjang bi ratmi
19 peluang di stengah malam
20 kabar dari kampung
21 malam sepi arfan
22 Godaan di meja makan
23 siang itu,di ruang arfan
24 Godaan di siang hari
25 malam yang penuh godaan
26 malam kemenangan bi ratmi
27 bayang bayang kesalahan
28 malam yang penuh rencana bi ratmi
29 malam yang membelenggu
30 kepulangan laila
31 godaan di tengah malam
32 dosa yang membayangi
33 laila dan rasa gelisah
34 rahasia di balik senyum bi ratmi
35 Godaan yang di tolak
36 malam penuh luka
37 strategi kotor
38 terbongkarnya rahasia
39 malam yang menghancurkan
40 malam penuh luka
41 perjalanan pulang arfan dari hotel
42 malam yang penuh dosa
43 Rahasia yang terbongkar
44 malam yang penuh rahasia
45 malam yang membakar rasa bersalah
46 api amarah dan kesombongan
47 rencana ratmi
48 malam yang membuka luka
49 rayuan beracun di balik gelas wine
50 pagi yang membawa malapetaka
51 luka hati yang membawa luka
52 jebakan yang semakin mengikat
53 siasat ratmi dan kegelisahan arfan
54 cinta dalam ancaman
55 gempa di malam dosa
56 nomor baru hidup baru
57 kabar yang mengguncang
58 kabar yang menghantam
59 tuntunan tes DNA
60 ratmi menggempur bu yani
61 tes DNA yang mengguncang
62 hari penentuan
63 tanggung jawab dan hati yang terkorban
64 jalan keluar yang membelenggu
65 tujuh bulanan dalam bayangan gelap
66 acara tujuh bulanan
67 rahasia yang di sembunyikan
68 awal baru untuk laila
69 dua dunia arfan
70 sakit setelah aerobik
71 orang tua arfan bertamu ke rumah arfan
72 kabar yang membuat laila senang
Episodes

Updated 72 Episodes

1
bab 1 :aku ingin tidur,mas
2
aku bukan alat pemuas
3
suara yang tak pernah di dengar
4
telepon pertama itu
5
tamu yang membawa luka lama
6
malam tanpa pilihan
7
campur tangan yang terbungkus kasih
8
saat aku di dengar
9
tuntutan yang terus bertambah
10
aroma cemburu di dapur sempit
11
aroma ketegangan di dapur
12
empati yang salah arti
13
satu kali saja tidak puas
14
ungkapan isi hati laila kepada rani
15
nyalon bersama rani
16
arfan mengajak laila ke kamar
17
tercium bahaya dalam rumah
18
khayalan ranjang bi ratmi
19
peluang di stengah malam
20
kabar dari kampung
21
malam sepi arfan
22
Godaan di meja makan
23
siang itu,di ruang arfan
24
Godaan di siang hari
25
malam yang penuh godaan
26
malam kemenangan bi ratmi
27
bayang bayang kesalahan
28
malam yang penuh rencana bi ratmi
29
malam yang membelenggu
30
kepulangan laila
31
godaan di tengah malam
32
dosa yang membayangi
33
laila dan rasa gelisah
34
rahasia di balik senyum bi ratmi
35
Godaan yang di tolak
36
malam penuh luka
37
strategi kotor
38
terbongkarnya rahasia
39
malam yang menghancurkan
40
malam penuh luka
41
perjalanan pulang arfan dari hotel
42
malam yang penuh dosa
43
Rahasia yang terbongkar
44
malam yang penuh rahasia
45
malam yang membakar rasa bersalah
46
api amarah dan kesombongan
47
rencana ratmi
48
malam yang membuka luka
49
rayuan beracun di balik gelas wine
50
pagi yang membawa malapetaka
51
luka hati yang membawa luka
52
jebakan yang semakin mengikat
53
siasat ratmi dan kegelisahan arfan
54
cinta dalam ancaman
55
gempa di malam dosa
56
nomor baru hidup baru
57
kabar yang mengguncang
58
kabar yang menghantam
59
tuntunan tes DNA
60
ratmi menggempur bu yani
61
tes DNA yang mengguncang
62
hari penentuan
63
tanggung jawab dan hati yang terkorban
64
jalan keluar yang membelenggu
65
tujuh bulanan dalam bayangan gelap
66
acara tujuh bulanan
67
rahasia yang di sembunyikan
68
awal baru untuk laila
69
dua dunia arfan
70
sakit setelah aerobik
71
orang tua arfan bertamu ke rumah arfan
72
kabar yang membuat laila senang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!