Bab 3 – Semangkuk Bubur dan Tatapan yang Tak Bisa Lari

"Aku buatkan bubur untukmu," ucap Ares sambil meletakkan semangkuk bubur hangat di depan Zeya.

Uap pelan mengepul dari mangkuk porselen putih itu. Aromanya sederhana tapi menggoda, seperti sesuatu yang biasa dimasak oleh seorang ibu,atau seseorang yang mengenal kebiasaanmu sejak lama. Zeya duduk diam di kursinya, masih dengan piyama dan rambut setengah kering yang menjuntai ke bahunya.

"Terima kasih," ucapnya pelan. Suaranya hampir tenggelam oleh keheningan malam.

Tangan mungilnya meraih sendok, mencoba fokus pada bubur yang mengepul itu, meski pikirannya masih kacau. Ia bahkan belum tahu harus merasa apa terhadap pria ini,pria yang menyebut dirinya suami.

"Apa kepalamu masih terasa pusing?" Ares duduk di seberangnya. Tatapannya intens, nyaris seperti membedah isi kepala Zeya hanya dengan pandangan.

Zeya menggeleng pelan. "Sudah mendingan."

"Baguslah," gumam Ares, suaranya rendah dan terdengar seperti desahan lega. "Cepat sembuh ya, Sayang. Aku ingin kita bisa kembali melakukan hal-hal menyenangkan bersama."

Zeya mengerutkan kening. "Hal menyenangkan apa maksudmu?"

Ares hanya tersenyum tipis. Senyum itu misterius dan ambigu. Tidak ada kehangatan dalam nada bicara Ares."Nanti kamu juga akan tahu."

Zeya tak membalas. Ia hanya menunduk, mulai menyendok bubur perlahan. Suap pertama langsung memenuhi mulutnya dengan kehangatan,rasanya tidak terlalu asin, tekstur nya juga lembut,memudahkan Zeya makan dengan nyaman.

Tapi perasaan di dadanya tetap asing. Rumah ini terlalu sempurna. Laki-laki itu terlalu tenang. Dan dirinya... terlalu bingung untuk mencerna semuanya sekaligus.

"Habiskan makanan mu. Aku akan menunggu sampai kamu selesai," ucap Ares sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. Tatapannya tak pernah lepas dari wajah Zeya.

Zeya menyuap perlahan, berusaha tak peduli, meski sorotan mata Ares membuatnya salah tingkah. "Kamu nggak makan juga?"

"Aku sudah makan lebih dulu," jawab Ares ringan. "Sengaja cepat-cepat, supaya bisa mengawasi mu makan."

Zeya berhenti mengunyah sejenak. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Ucapan itu... aneh. Manis, tapi juga agak membuat bulu kuduknya berdiri. Seolah, apapun yang ia lakukan, akan selalu dalam pengawasan Ares.

"Kamu nggak perlu repot begitu. Aku bisa makan sendiri. Kamu istirahat saja."

Ares menggeleng dengan tenang. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri, Sayang. Terutama sekarang."

Zeya terdiam. Ada sesuatu dalam intonasi suaranya yang membuat perutnya menegang. Seolah kalimat itu bukan hanya janji, tapi... peringatan.

Ia memalingkan wajah, fokus lagi ke bubur di depannya. Suapan demi suapan masuk ke mulut, tapi pikiran Zeya justru semakin jauh mengembara.

"Boleh aku tanya sesuatu?" ucapnya, ragu-ragu.

"Hmm?" Ares menjawab tanpa berpaling.

"Apa... aku masih kuliah?"

Ares mengangkat sedikit alisnya, lalu mengangguk. "Tentu. Kenapa kamu bertanya begitu?"

"Dan... jurusanku masih kedokteran?"

Kali ini, Ares tersenyum. Bukan senyum penuh misteri seperti sebelumnya. Tapi senyum yang... nyaris hangat. "Ternyata kamu masih ingat."

Zeya menunduk dalam. Tapi justru itu yang membuatnya gelisah. Kenapa semuanya terasa begitu persis seperti kehidupannya sebelumnya? Kuliah kedokteran, kamar yang nyaman, bahkan bubur dengan rasa yang familiar.

"Bagaimana mungkin aku membawa seluruh kehidupan lamaku ke dunia yang berbeda?,Atau... aku tidak benar-benar berpindah dunia? Apa ini hanya mimpi?"pikir zeya dalam hati,segala kemungkinan mulai terpikir dalam benak nya.

"Kenapa termenung?" tegur Ares lembut, meski tetap dengan nada yang membuat Zeya tak bisa membantah. "Cepat habiskan buburmu."

Zeya mengangguk pelan dan kembali makan. Beberapa suap lagi, dan mangkuk itu pun nyaris kosong. Ia menurunkan sendok, menyandarkan tubuh ke sandaran kursi.

Ares mendekat sedikit, lalu mengulurkan tangan, menyentuh pucuk kepala Zeya.

Jari-jarinya besar tapi hangat. Ia mengelus pelan rambut Zeya yang masih sedikit lembap. "Istriku yang manis..." bisiknya.

Zeya tak berkata apa-apa. Tapi hatinya kembali berdegup tak menentu. Ia bahkan tak tahu harus menjauh atau membiarkan saja.

"Kenapa pria ini begitu yakin bahwa aku miliknya?,Kenapa semuanya terasa akrab, tapi hatiku merasa asing?

Zeya menatap mangkuk bubur yang kini kosong. Ia tak lapar lagi. Tapi pikirannya justru semakin kenyang oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab.

Ares berdiri perlahan, lalu mengangkat mangkuk dan sendok. "Aku akan membereskannya. Kamu bisa kembali ke kamar kalau ingin istirahat."

Zeya berdiri pelan. "Ares..."

"Hmm?"

"Apa aku... pernah bahagia bersamamu?" tanyanya tanpa sadar.

Ares membeku sejenak, sebelum akhirnya menoleh. Mata itu...mata yang biasanya tenang dan penuh kendali,kali ini tampak menyimpan luka yang tidak Zeya pahami.

"Kamu pernah sangat bahagia bersamaku," jawabnya pelan.

Kemudian, tanpa menunggu reaksi, Ares melangkah pergi menuju dapur.

Zeya berdiri diam di ruang makan, tatapannya mengikuti punggung pria itu yang menjauh. Kalimatnya menggantung di udara, menancap di benaknya.

Pernah.

Pernah sangat bahagia.

Tapi... kenapa sekarang semuanya terasa kosong?

Dan saat Zeya berbalik menuju tangga, matanya tanpa sengaja menangkap bingkai foto di dinding lorong. Dalam foto itu, dirinya tersenyum lebar di samping Ares yang merangkulnya dari belakang. Wajahnya bahagia. Matanya berbinar.

Tapi Zeya tak mengingat satu detik pun dari momen itu.

Dan itu... jauh lebih menakutkan dari mimpi buruk manapun.

Terpopuler

Comments

Kami

Kami

Bener-bener nggak bisa berhenti baca!

2025-07-12

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog — Kalimat Terlarang
2 Bab 1: Dunia Asing Bersama Ares Mahendra
3 Bab 02 Kenapa Semua Terlihat Sama?
4 Bab 3 – Semangkuk Bubur dan Tatapan yang Tak Bisa Lari
5 Bab 04 Tidur Dalam Kebingungan
6 Bab 05 “Lagi?”
7 Bab 06 Terlalu Lembut untuk Ditepis
8 Bab 07 Foto-Foto Tanpa Kenangan
9 Bab 08 Suara Dibalik Telepon
10 Bab 09 :Seikat Mawar dan Sebuah Kecupan
11 Bab 10 :Di Balik Matanya yang Penuh Tanya
12 Bab 11: Cincin Baru untuk Menutupi Luka Lama
13 Bab 12 : Bahkan Dalam Lupa, Aku Milikmu
14 Bab 13 : Saat Rasa Aman Menjadi Perangkap
15 Bab 14 : Tak Ada yang Boleh Mendekat
16 Bab 15 :Kamu Hidupku, Katanya
17 Bab 16 : Tanggal yang Tak Pernah Salah
18 Bab 17 : Mereka Mengira Aku Sudah Mati
19 Bab 18 :Apa yang Menungguku di Balik Kebenaran?
20 Bab 19 : Ciuman Dibawah Ancaman.
21 Bab 20 :Kamu Tidak Akan Ingat Bahwa Kamu Pernah Bertanya
22 Bab 21 : Percaya Tanpa Sebab, Mencintai Tanpa Alasan
23 Bab 22 :Saat Hatimu Percaya, Meski Ingatanmu Lupa
24 Bab 23 :Suami yang Terlalu Sempurna
25 Bab 24 :Kalimat yang Terlalu Halus untuk Dikenali
26 Bab 25 : Patuh Bukan Berarti Percaya
27 Bab 26 :Membungkam Ragu dengan Cinta yang Mengikat
28 Bab 27 : Malam Milik Kita
29 Bab 28 :Saat Aku Menjadi Miliknya Sepenuhnya
30 Bab 29 :Pagi yang Tak Lagi Sama
31 Bab 30
32 Bab 31 :Surat Misterius
33 Bab 32 :Cinta atau Kendali?
34 Bab 33:Bukan Cinta, Hanya Strategi.
35 Bab 34 :Cekcok
Episodes

Updated 35 Episodes

1
Prolog — Kalimat Terlarang
2
Bab 1: Dunia Asing Bersama Ares Mahendra
3
Bab 02 Kenapa Semua Terlihat Sama?
4
Bab 3 – Semangkuk Bubur dan Tatapan yang Tak Bisa Lari
5
Bab 04 Tidur Dalam Kebingungan
6
Bab 05 “Lagi?”
7
Bab 06 Terlalu Lembut untuk Ditepis
8
Bab 07 Foto-Foto Tanpa Kenangan
9
Bab 08 Suara Dibalik Telepon
10
Bab 09 :Seikat Mawar dan Sebuah Kecupan
11
Bab 10 :Di Balik Matanya yang Penuh Tanya
12
Bab 11: Cincin Baru untuk Menutupi Luka Lama
13
Bab 12 : Bahkan Dalam Lupa, Aku Milikmu
14
Bab 13 : Saat Rasa Aman Menjadi Perangkap
15
Bab 14 : Tak Ada yang Boleh Mendekat
16
Bab 15 :Kamu Hidupku, Katanya
17
Bab 16 : Tanggal yang Tak Pernah Salah
18
Bab 17 : Mereka Mengira Aku Sudah Mati
19
Bab 18 :Apa yang Menungguku di Balik Kebenaran?
20
Bab 19 : Ciuman Dibawah Ancaman.
21
Bab 20 :Kamu Tidak Akan Ingat Bahwa Kamu Pernah Bertanya
22
Bab 21 : Percaya Tanpa Sebab, Mencintai Tanpa Alasan
23
Bab 22 :Saat Hatimu Percaya, Meski Ingatanmu Lupa
24
Bab 23 :Suami yang Terlalu Sempurna
25
Bab 24 :Kalimat yang Terlalu Halus untuk Dikenali
26
Bab 25 : Patuh Bukan Berarti Percaya
27
Bab 26 :Membungkam Ragu dengan Cinta yang Mengikat
28
Bab 27 : Malam Milik Kita
29
Bab 28 :Saat Aku Menjadi Miliknya Sepenuhnya
30
Bab 29 :Pagi yang Tak Lagi Sama
31
Bab 30
32
Bab 31 :Surat Misterius
33
Bab 32 :Cinta atau Kendali?
34
Bab 33:Bukan Cinta, Hanya Strategi.
35
Bab 34 :Cekcok

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!