Bab 02 Kenapa Semua Terlihat Sama?

Pagi masih muda ketika Zeya membuka matanya untuk kedua kalinya.

Tidak ada Ares di ruangan. Sunyi. Hanya terdengar suara detak jam dinding yang berjalan pelan, seolah ikut menjaga keheningan itu tetap utuh. Tirai putih melambai lembut dihembus angin dari jendela yang sedikit terbuka. Cahaya matahari menyelinap masuk, menari-nari di lantai marmer dingin yang bersih mengilap.

Zeya diam. Mengamati langit-langit kamar yang asing namun kini disebut "rumah". Ia menunggu beberapa saat, memastikan tidak ada suara langkah mendekat sebelum akhirnya perlahan-lahan bangkit dari ranjang besar bersprei putih halus itu.

Kakinya menyentuh lantai, dingin.

Ia menggigit bibir, lalu berdiri perlahan. Tubuhnya memang masih sedikit lelah, tapi rasa ingin tahunya jauh lebih besar dari rasa sakit di otot-ototnya.

Langkah pertamanya terasa ragu. Tapi begitu ia mulai berjalan, ia tidak berhenti.

Kamar itu besar. Sangat besar. Jauh lebih besar dari asrama mahasiswa yang sempit dan selalu riuh. Dindingnya dicat krem lembut, lampu gantung menggantung di tengah plafon tinggi, dan lemari besar dari kayu gelap berjajar di satu sisi ruangan. Meja rias, rak buku, dan satu lukisan klasik yang entah kenapa terasa terlalu kelam untuk ukuran kamar pengantin.

Zeya menarik napas, lalu berjalan menuju jendela. Ia menyibak tirai besar itu perlahan.

Pandangan di luar membuatnya nyaris lupa bernapas.

Taman luas membentang. Penuh dengan bunga warna-warni yang bermekaran sempurna,mawar putih, lavender, dan bunga lili yang berdiri tegak dalam barisan rapi. Jalan setapak dari batu alam membelah taman itu menuju sebuah gazebo kecil di kejauhan. Angin menerbangkan aroma bunga yang samar-samar menenangkan.

Indah.

Terlalu indah untuk disebut kenyataan.

“Apa ini semua milikku?” bisiknya sendiri.

Tapi ia tahu jawabannya. Ini bukan miliknya. Bukan dunianya. Bahkan mungkin bukan waktunya.

Zeya menatap ke kejauhan, lalu merapatkan tangan ke dada. Hatinya terasa penuh, tapi kosong pada saat bersamaan. Ia memejamkan mata, mencoba mengingat sesuatu,namun yang muncul hanya kabut.

Tidak ada wajah. Tidak ada suara. Hanya kehampaan.

“Kenapa aku bisa ada di sini? Kenapa aku tiba-tiba jadi... istri seseorang?”

Ia menoleh, matanya tertumbuk pada cermin besar di sudut kamar.

Langkahnya pelan saat mendekatinya, seakan takut melihat sesuatu yang tak ingin ia temui. Tapi begitu bayangan dirinya terpampang jelas di kaca, ia membeku.

Wajah yang ia lihat... adalah wajahnya sendiri. Tidak ada yang berubah.

Kulitnya masih sama. Rambut panjang sebahu berponi tipis masih jatuh rapi di kening. Mata cokelatnya yang lebar menatap balik padanya dengan tatapan cemas. Tubuhnya,masih tubuh gadis dua puluh satu tahun, yang baru kemarin begadang demi menyelesaikan laporan anatomi.

Tidak ada luka. Tidak ada bekas operasi. Tidak ada perbedaan sedikit pun.

“Ini... tetap aku.”

Zeya mengangkat tangan dan menyentuh wajahnya di cermin. Dingin. Nyata.

Tapi hatinya tetap berontak.

"Kalau aku tetap aku, kenapa semua hal di sekitarku berubah?" bisiknya nyaris tak terdengar. "Apa aku benar-benar terlempar ke dunia lain? Atau ini cuma mimpi panjang yang terlalu nyata?"

Suara pintu terbuka pelan membuatnya terlonjak kaget.

Zeya menoleh cepat. Tapi bukan Ares. Hanya suara angin yang mendorong daun pintu sedikit. Ia menghela napas lega, lalu kembali menatap bayangannya.

Dan saat itulah ia menyadari satu hal, bahkan dirinya sendiri mulai terasa asing.

Bibirnya yang dulu suka tersenyum kini terkatup kaku. Sorot matanya berubah. Ada kegelisahan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya dalam pantulan itu.

Ia adalah Zeya. Tapi bukan Zeya yang sama.

Seseorang telah menggantikan hidupnya. Menempatkannya di dunia yang asing. Di sisi seorang pria yang terlalu tenang, terlalu posesif... dan mungkin terlalu mencintai dengan cara yang salah.

Zeya memeluk dirinya sendiri.

“Kalau ini bukan tubuh orang lain, mungkin...aku melompati waktu di masa depan.”

*****

"Kenapa kamu turun dari ranjang?"

Nada suara Ares terdengar tenang, tapi ada ketegangan halus di baliknya dan tatapannya menyiratkan amarah yang ditahan.

Zeya menoleh pelan. “Aku hanya bosan berbaring. Jadi aku berdiri sebentar... dan melihat-lihat kamar,” jawabnya hati-hati.

Ares melangkah mendekat, lalu berhenti di hadapan Zeya. “Kenapa tidak menungguku?” tanyanya, kali ini suaranya lebih pelan, tapi menekan.

“Aku... tidak ingin mengganggu. Kupikir kamu sedang sibuk.”

Ares menghela napas. Jemarinya menyentuh pelan rambut Zeya, lalu mengusapnya dengan gerakan lembut. “Kenapa kamu bilang begitu? Aku sama sekali tidak merasa terganggu. Kamu istriku yang berharga, Zeya. Aku tidak mungkin mengabaikan permintaanmu.”

Zeya hanya menunduk. “Baiklah... lain kali akan kukatakan padamu.”

Senyum Ares mengembang tipis. “Istriku yang manis,” bisiknya sambil kembali mengelus rambut Zeya. “Apa ada sesuatu yang membuatmu penasaran?”

Zeya menggeleng pelan. “Aku hanya ingin melihat-lihat kamar ini... tidak lebih.”

Ares mengangguk seolah mengerti. “Setelah kamu sembuh, aku akan membawamu keluar. Kamu boleh melihat taman itu lebih dekat.”

Zeya menatapnya dengan mata berbinar. “Benarkah?”

“Tentu saja,” jawab Ares lembut. “Tapi tidak hari ini.”

Zeya mengerutkan dahi. “Tapi... aku merasa sudah sehat. Apa tidak apa-apa jika aku melihatnya sebentar?”

Ares menatapnya lama sebelum menjawab. “Tubuhmu masih lemah, Zeya. Aku tidak mau mengambil risiko. Tunggu beberapa hari lagi, sampai kondisimu benar-benar pulih.”

Zeya menatapnya, ragu. “Tapi bukankah... kamu bisa menjagaku? Kalau kamu bersamaku, apa masih tidak boleh?”

Ares menyentuh pipinya dengan lembut, tapi sorot matanya tak berubah penuh kontrol. “Justru karena aku menjagamu, aku harus memastikan kamu tidak memaksakan diri. Aku melakukan ini demi kebaikanmu. Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi, Zeya.”

Zeya terdiam. Tidak tahu harus membalas dengan apa.

Ada nada hangat dalam kata-kata Ares, tapi juga... ketakutan samar yang merambat pelan di dadanya.

Terpopuler

Comments

kawaiko

kawaiko

Jauh melebihi harapanku.

2025-07-12

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog — Kalimat Terlarang
2 Bab 1: Dunia Asing Bersama Ares Mahendra
3 Bab 02 Kenapa Semua Terlihat Sama?
4 Bab 3 – Semangkuk Bubur dan Tatapan yang Tak Bisa Lari
5 Bab 04 Tidur Dalam Kebingungan
6 Bab 05 “Lagi?”
7 Bab 06 Terlalu Lembut untuk Ditepis
8 Bab 07 Foto-Foto Tanpa Kenangan
9 Bab 08 Suara Dibalik Telepon
10 Bab 09 :Seikat Mawar dan Sebuah Kecupan
11 Bab 10 :Di Balik Matanya yang Penuh Tanya
12 Bab 11: Cincin Baru untuk Menutupi Luka Lama
13 Bab 12 : Bahkan Dalam Lupa, Aku Milikmu
14 Bab 13 : Saat Rasa Aman Menjadi Perangkap
15 Bab 14 : Tak Ada yang Boleh Mendekat
16 Bab 15 :Kamu Hidupku, Katanya
17 Bab 16 : Tanggal yang Tak Pernah Salah
18 Bab 17 : Mereka Mengira Aku Sudah Mati
19 Bab 18 :Apa yang Menungguku di Balik Kebenaran?
20 Bab 19 : Ciuman Dibawah Ancaman.
21 Bab 20 :Kamu Tidak Akan Ingat Bahwa Kamu Pernah Bertanya
22 Bab 21 : Percaya Tanpa Sebab, Mencintai Tanpa Alasan
23 Bab 22 :Saat Hatimu Percaya, Meski Ingatanmu Lupa
24 Bab 23 :Suami yang Terlalu Sempurna
25 Bab 24 :Kalimat yang Terlalu Halus untuk Dikenali
26 Bab 25 : Patuh Bukan Berarti Percaya
27 Bab 26 :Membungkam Ragu dengan Cinta yang Mengikat
28 Bab 27 : Malam Milik Kita
29 Bab 28 :Saat Aku Menjadi Miliknya Sepenuhnya
30 Bab 29 :Pagi yang Tak Lagi Sama
31 Bab 30
32 Bab 31 :Surat Misterius
33 Bab 32 :Cinta atau Kendali?
34 Bab 33:Bukan Cinta, Hanya Strategi.
35 Bab 34 :Cekcok
Episodes

Updated 35 Episodes

1
Prolog — Kalimat Terlarang
2
Bab 1: Dunia Asing Bersama Ares Mahendra
3
Bab 02 Kenapa Semua Terlihat Sama?
4
Bab 3 – Semangkuk Bubur dan Tatapan yang Tak Bisa Lari
5
Bab 04 Tidur Dalam Kebingungan
6
Bab 05 “Lagi?”
7
Bab 06 Terlalu Lembut untuk Ditepis
8
Bab 07 Foto-Foto Tanpa Kenangan
9
Bab 08 Suara Dibalik Telepon
10
Bab 09 :Seikat Mawar dan Sebuah Kecupan
11
Bab 10 :Di Balik Matanya yang Penuh Tanya
12
Bab 11: Cincin Baru untuk Menutupi Luka Lama
13
Bab 12 : Bahkan Dalam Lupa, Aku Milikmu
14
Bab 13 : Saat Rasa Aman Menjadi Perangkap
15
Bab 14 : Tak Ada yang Boleh Mendekat
16
Bab 15 :Kamu Hidupku, Katanya
17
Bab 16 : Tanggal yang Tak Pernah Salah
18
Bab 17 : Mereka Mengira Aku Sudah Mati
19
Bab 18 :Apa yang Menungguku di Balik Kebenaran?
20
Bab 19 : Ciuman Dibawah Ancaman.
21
Bab 20 :Kamu Tidak Akan Ingat Bahwa Kamu Pernah Bertanya
22
Bab 21 : Percaya Tanpa Sebab, Mencintai Tanpa Alasan
23
Bab 22 :Saat Hatimu Percaya, Meski Ingatanmu Lupa
24
Bab 23 :Suami yang Terlalu Sempurna
25
Bab 24 :Kalimat yang Terlalu Halus untuk Dikenali
26
Bab 25 : Patuh Bukan Berarti Percaya
27
Bab 26 :Membungkam Ragu dengan Cinta yang Mengikat
28
Bab 27 : Malam Milik Kita
29
Bab 28 :Saat Aku Menjadi Miliknya Sepenuhnya
30
Bab 29 :Pagi yang Tak Lagi Sama
31
Bab 30
32
Bab 31 :Surat Misterius
33
Bab 32 :Cinta atau Kendali?
34
Bab 33:Bukan Cinta, Hanya Strategi.
35
Bab 34 :Cekcok

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!