My Arrogant Cousin
Malam itu hujan mengguyur deras, menghantam keras jalanan dan atap-atap bangunan dengan irama monoton yang seolah membekukan segalanya. Di depan sebuah ruko tua yang sudah lama kosong, dua bayangan berdiri diam, berteduh dalam sunyi. Dingin malam tak hanya berasal dari udara, tapi juga dari hati yang mulai menjauh.
Jessica Claudia, perempuan berambut panjang dengan wajah teduh namun terlihat lelah, berdiri tegak meski tubuhnya terasa kaku. Di hadapannya, Yunan Damian, lelaki berpostur tinggi dengan ketenangan yang biasanya menenangkan, malam ini tampak berbeda. Dingin, tajam, dan menyimpan luka.
Tangan Yunan menggenggam rokok yang dibiarkan terbakar tanpa dihisap. Matanya tajam menatap tas Jessy yang terus bergetar. Nama yang sama terpampang berkali-kali di layar.
“Dia lagi?” tanyanya lirih namun penuh tekanan.
Jessy menarik napas dalam-dalam, mencoba menjaga ketenangan. “Iya. Dia cuma tanya kabar. Nggak penting.”
“Sepupumu itu?” Yunan menduga.
Perlahan Jessy mengangguk. “Dia tinggal jauh. Mungkin karena itu...”
Yunan langsung memotong, suaranya lebih dingin. “Yang selalu ikut campur urusanmu itu?”
Jessy menunduk, tak ingin memperpanjang. “Dia cuma peduli. Nggak lebih.”
Yunan menghela napas keras, lalu tatapannya makin tajam. “Kalau dia cuma sepupu, kenapa aku merasa dia lebih ngerti kamu dari aku?”
Jessy memilih diam. Pertanyaan itu lebih seperti tuduhan. Dia dan Fero memang dekat sejak kecil, tapi semua murni karena ikatan keluarga, tidak pernah melampaui batas.
Tapi Yunan tetap membisu, meski matanya seperti ingin menguliti semua rahasia yang mungkin tersembunyi di balik wajah Jessy.
"Bukan cuma dia yang bikin pikiranku kacau," ucap Yunan pelan.
Jessy menoleh. "Apa maksudmu?"
Yunan menarik napas panjang, menghembuskan asap rokok ke jalanan yang basah. "Samuel."
Nama itu seolah membentur udara. Dingin dan tajam.
"Dia rekan kerjamu. Juga mantanmu. Dan aku lelah pura-pura nggak lihat dia terus cari alasan buat deketin kamu."
Rahang Jessy mengencang. Ia menahan emosi yang mulai naik.
"Samuel sudah jadi masa lalu. Dia nggak punya urusan lagi denganku."
Yunan hanya memberi senyum tipis. Pahit.
"Tapi dia masih bersikap seolah punya hak. Dan aku yakin dia nggak asal cerita soal kalian."
Tatapan Jessy tajam.
"Kamu lebih percaya dia daripada aku?"
Yunan terdiam. Tidak mengangguk, tidak menggeleng.
"Kamu ingin aku menjelaskan apa lagi, Yunan?"
Tak ada jawaban. Hanya suara hujan.
"Ya, aku pernah punya masa lalu dengan dia. Tapi itu sudah lama. Dan aku nggak melakukan apa pun yang salah."
Nada suara Jessy terdengar datar, tapi jelas. Bukan karena takut. Tapi karena capek. Capek dianggap salah atas hal yang tidak pernah ia lakukan.
"Semua hal sudah aku ceritakan ke kamu. Aku nggak pernah menutup-nutupi."
Yunan masih diam. Tatapannya dingin, tanpa ekspresi.
"Kalau kamu mau pergi, silakan. Aku nggak akan tahan kamu. Tapi jangan tuduh aku atas sesuatu yang bukan kesalahanku."
Jessy menghela napas, menahan perih yang sejak tadi mendesak. Luka itu bukan datang dari orang luar, tapi dari dirinya sendiri, karena terlalu lama bertahan dalam hubungan yang membuatnya merasa salah terus-menerus.
Dulu, ia diam. Sekarang tidak lagi.
Yunan masih menatap, seolah mencoba membaca sesuatu di wajahnya. Tapi Jessy tidak menunduk. Matanya bening, tapi tidak rapuh. Badai di hatinya sudah reda. Ia tidak merasa perlu meminta maaf atas sesuatu yang bukan tanggung jawabnya. Tidak merasa perlu membuktikan apa-apa.
Karena kali ini, ia tahu satu hal:
Bukan dia yang salah.
"Kamu boleh marah," ucapnya pelan tapi tegas. "Tapi jangan paksa aku minta maaf atas hal yang nggak aku lakukan."
Yunan terdiam. Nada itu asing baginya, Jessy biasanya lembut, mengalah. Tapi malam ini berbeda. Tatapannya lurus, tidak goyah. Bukan menantang, tapi jelas.
"Kalau kamu lebih percaya omongan orang daripada aku, silakan. Tapi aku nggak akan buang waktu buat yakinin seseorang yang sudah memilih untuk curiga."
Kata-katanya seperti tamparan ke arah diam Yunan. Dan untuk pertama kalinya malam itu, Yunan tampak goyah.
Jessy memalingkan pandangan ke jalanan. Hujan masih turun. Tapi kali ini, tidak terdengar menyedihkan. Justru menenangkan.
Di dalam dirinya, ada yang menguat. Ia bukan perempuan lemah yang bisa diinterogasi hanya karena masa lalu. Ia tahu, masa lalunya bukan aib. Ia tidak lagi merasa perlu menjelaskan ulang hidupnya hanya untuk meyakinkan orang lain.
"Aku pernah disakiti. Tapi itu bukan yang membentukku," ucapnya pelan. "Yang membentuk aku adalah caraku bertahan. Dan aku nggak akan biarkan siapa pun merusaknya. Termasuk kamu."
Kata-katanya tidak keras, tapi mengandung berat.
Jessy bukan lagi wanita yang bertahan karena perasaan semata. Ia sadar, dalam hubungan apa pun, harga diri tetap batas yang tak boleh dilangkahi.
Yunan menarik napas panjang. Seolah menelan ego yang mulai pecah. Ia buang puntung rokok yang sudah padam. Menunduk.
"Maaf..." gumamnya lirih. "Aku terlalu emosional."
Jessy tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya sebentar, lalu mengangkat wajah ke langit.
"Aku nggak sempurna. Tapi bukan berarti aku pantas dicurigai terus."
---
Mereka dulu bertemu karena pekerjaan.
Tatapan-tatapan di ruang rapat. Obrolan singkat di tengah lembur. Cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga. Tapi cinta tidak selalu lahir di tempat yang rapi dan indah. Kadang muncul di antara dokumen dan jam kerja yang melelahkan.
Dan dari semua masalah yang pernah datang, Samuel adalah yang paling menyita energi.
Bukan karena dia mantan. Tapi karena dia tidak tahu batas. Mengganggu, menebar rumor, dan yang lebih berbahaya: menanamkan keraguan dalam kepala Yunan.
Itulah luka terbesar Jessy.
Bukan Samuel. Tapi Yunan yang membiarkan dirinya terpengaruh.
Dulu Jessy diam. Tapi sekarang tidak lagi.
Malam itu tidak berakhir dengan pelukan. Juga bukan perpisahan.
Hanya jeda.
Antara dua orang yang sedang berpikir, hubungan ini masih layak diperjuangkan, atau sudah selesai sejak kepercayaan mulai hilang?
Dan jauh di dalam dirinya, Jessy tahu satu hal.
Kalau untuk mempertahankan harga diri dan kejujuran harus kehilangan segalanya, ia siap.
Karena malam itu, ia memilih berdiri untuk dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Rahma AR
keren
2024-01-31
0