Pagi itu, Meisya kembali mendapatkan panggilan telefon dari ibunya. Seperti biasanya, Bu Maya mempertanyakan kondisi putrinya. Kondisi mereka yang tinggal berjauhan membuat dirinya jadi selalu merindukan Meisya. Apa lagi Meisya adalah anak bungsunya. Sejak Meisya memutuskan untuk mengikuti kompetisi bernyanyi hingga menetap di ibu kota, membuat mereka tinggal berjauhan dan jarang sekali bertemu.
“Kabarku baik, Bu. Ibu jangan terlalu mengkhawatirkan aku.” Meski sakit sekalipun, Meisya selalu mengatakan jika dirinya baik-baik saja.
Bu Maya lega mendengarnya. “Syukurlah kalau begitu. Soalnya tadi malam Ibu bermimpi kalau kamu lagi sakit. Makanya Ibu khawatir banget tadi.”
Meisya terdiam. Meski dia sudah merasa dewasa di umurnya yang sudah beranjak dua puluh tahun, tapi perlakukan ibunya padanya masih saja menganggapnya seperti anak kecil.
“Ibu tenang aja, ya. Aku bakalan baik-baik aja di sini. Aku juga berharap Ibu dan kakak juga baik di sana.”
Percakapan Meisya dan ibunya akhirnya berakhir setelah tak ada lagi yang ingin mereka bahas. Apa lagi ibunya harus segera berangkat bekerja. Meisya tidak ingin membuat ibunya terlambat datang ke tempat bekerja meski pangkat ibunya di tempat kerja sudah cukup tinggi.
“Bagaimana kalau nanti Ibu tahu kalau aku udah gak suci lagi. Aku gak bisa membayangkan betapa kecewanya Ibu kepadaku.” Lirih Meisya sembari menatap foto ibunya.
Saat ini, hanya Bu Maya orang tua yang Meisya punya setelah saat kecil ia ditinggal pergi oleh ayahnya untuk selama-lamanya. Rasanya Meisya tak sanggup membuat ibunya kecewa karena dirinya. Karena Meisya tahu betapa besar harapan ibunya pada dirinya.
Teringat jika pagi itu dia memiliki jadwal manggung di sebuah acara televisi, Meisya segera berangkat pergi menggunakan taksi online. Dia tak ingin terlambat datang dan membuat banyak pihak kecewa padanya nantinya.
“Kenapa kepalaku rasanya pusing sekali, ya?” Gumam Meisya selesai perfom siang itu. Sejak pagi dia sudah merasakan pusing di kepalanya. Tak disangka jika rasa pusingnya berlanjut sampai siang bahkan terasa lebih parah.
“Apa aku terlalu memforsir tubuhku sehingga pusing seperti ini?” Meisya menduga. Bukan hanya merasa pusing saja, Meisya juga merasa tubuhnya mudah lelah akhir-akhir ini. Bahkan makanan yang masuk ke dalam perutnya sering sekali ia muntahkan.
Berpikir jika penyakit yang dideritanya akibat kelelahan saja, Meisya kembali melanjutkan kegiatannya di sore harinya. Dia kembali bernyanyi di sebuah acara tanpa peduli jika kondisinya baik-baik saja. Ya, begitulah Meisya yang selalu ingin menunjukkan performa terbaik untuk semua orang yang menyaksikan dirinya.
“Mbak Eva, apa kamu baru mengganti wangi parfum?” Tanya Meisya saat sedang beristirahat di dalam ruangan sebelum pergi meninggalkan lokasi acara.
Dahi Eva mengkerut. Menatap heran wajah Meisya. “Enggak kok. Masih tetap sama seperti biasanya.”
“Tapi kenapa aromanya bau sekali. Rasanya aku gak sanggup menciumnya dan ingin muntah.” Kata Meisya. Kemudian menutup mulut saat rasa mual kembali terasa di tubuhnya.
Eva semakin bingung dengan perkataan Meisya. Baru saja hendak memberikan tanggapan atas perkataan Meisya, Meisya justru sudah bangkit dari posisi duduk dan melangkah ke arah kamar mandi dengan tergesa-gesa.
“Hoek…” Meisya memuntahkan seluruh makanan yang tadi masuk ke dalam perutnya hingga membuat lidahnya terasa pahit. Meisya sungguh mual mencium aroma tubuh Eva tadi hingga membuatnya muntah.
Eva menatap pergerakan Meisya dari depan kamar mandi dengan tatapan heran. Menyadari ada yang tidak beres, Eva memperhatikan sekitarnya. Memastikan tidak ada satupun orang yang mendengar suara muntahan Meisya.
“Meisya, kamu kenapa bisa muntah-muntah seperti ini?” Tanya Eva setelah Meisya keluar dari dalam kamar mandi.
Bukannya langsung menjawab, Meisya justru menutup hidung saat aroma parfum Meisya kembali menusuk hidungnya.
“Maaf, tubuh Mbak bau banget. Aku gak tahan dekat-dekat sama Mbak.” Mau tidak mau Meisya mengungkapkan apa yang dia rasakan. Tentu saja hal tersebut membuat Eva semakin bingung.
“Bau dari mana sih, Meisya? Bau parfum Mbak sama seperti biasanya. Wangi dan gak bikin eneg!”
Meisya tak memberikan tanggapan. Wajahnya masih kelihatan ingin muntah menatap Eva.
“Kamu aneh banget tahu gak, Mei. Udah seperti orang yang lagi ngidam aja!” Celetuk Eva.
Meisya terdiam. Kedua kelopak matanya pun terbuka semakin lebar.
“Ya udah kalau gitu, lebih baik kamu segera pulang dan istirahat di rumah. Kalau kondiso kamu masih gak sehat, besok Mbak bawa berobat ke dokter.”
Meisya mengangguk saja. Tidak ada suara sedikit pun yang keluar dari mulutnya. Perkataan Eva barusan tentang ngidam berhasil membuat Meisya bungkam seribu bahasa.
“Ngidam?” Lirih Meisya dalam hati. Setelah pergi meninggalkan lokasi acara, Meisya segera pulang ke kontrakan. Sepanjang perjalanan pulang, dia memikirkan perkataan Eva.
“Gak. Mbak Eva pasti asal bicara saja!” Perasaan Meisya terasa tidak tenang. Karena kalau dipikir kembali, apa yang dia rasakan memang benar seperti wanita yang sedang ngidam.
Setibanya di kontrakan, perasaan Meisya masih terasa tidak tenang. Beberapa kali Meisya menghela nafas untuk menenangkan dirinya. “Aku gak mungkin ngidam. Aku begitu karena memang tubuh Mbak Eva bau dan lagi gak enak badan aja!” Meisya meyakinkan diri. Meski sebenarnya dia tidak bisa yakin sepenuhnya.
Malam menyambut, Meisya terlihat berdiri di depan kalender untuk melihat kapan terakhir dia datang bulan. Karena tak bisa melupakan perkataan Eva tentang ngidam, membuat Meisya tidak tenang dan ingin memastikan jika dirinya baik-baik saja.
“Satu bulan ini aku belum datang bulan?” Jantung Meisya berdetak tak karuan. Dia ingat terakhir kali dia datang bulan dua minggu sebelum kejadian malam kelam terjadi pada dirinya dan Kenzo.
Meisya menggelengkan kepala. Menampik segala pikiran buruk yang menghantui dirinya. “Gak, pasti sebentar lagi aku juga bakalan datang bulan. Efek aku belum datang bulan juga pasti karena aku terlalu sibuk dan banyak pikiran akhir-akhir ini!” Meisya meyakinkan diri. Dia enggan berpikir kemana-mana yang bisa membuatnya makin tidak tenang nantinya.
Meski sudah berusaha untuk meyakinkan diri jika semuanya akan baik-baik saja, tapi Meisya tak bisa menyangkal jika kondisi tubuhnya semakin memburuk keesokan harinya. Karena baru saja terbangun dari tidurnya, rasa mual kembali terasa kuat di tubuhnya bahkan ia beberapa kali muntah-muntah di dalam kamar mandi.
“Apa yang terjadi pada tubuhku. Aku beneran baik-baik aja kan?” Jantung Meisya berdetak begitu cepat. Apa dia harus terus meyakinkan diri jika tubuhnya memang dalam kondisi baik-baik saja. Atau ada sesuatu yang terjadi di dalam tubuhnya saat ini.
“Gak. Itu semua gak mungkin terjadi. Aku pasti mual karena masuk angin saja!” Meisya menggelengkan kepalanya. Mengusir segala pemikiran buruk yang makin menghantui dirinya. Namun, semakin dia berusaha meyakinkan diri jika baik-baik saja, semakin tubuhnya menunjukkan jika dan sesuatu yang terjadi di dalam tubuhnya.
***
Jika teman-teman suka dengan cerita Meisya dan Kenzo, tinggalkan komentar dan klik tombol suka sebelum meninggalkan halaman ini. Satu lagi, jangan lupa kasih rate bintang 5 ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ seperti biasanya.
Untuk seputar info karya, teman-teman bisa follos akun instaggram @shy1210 yaaa
Terima kasih🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Felycia R. Fernandez
dari pada sibuk menyangkal terus lebih baik kamu tes gih...
beli tespek,klo takut ketahuan nyamar ,pake masker atau topi yang membuat orang susah mengenal mu...
dari awal seharusnya udah pikirin resiko...
udah bener kemaren Kenzo mau tanggung jawab,kamu aja yang sok pahlawan gak mikirin nasib...
Bianca cuma pacar bukan istri yang harus susah lepas dari Kenzo...
2025-07-11
4
Dwi Winarni Wina
Meisya blm menyadari itu tanda-tanda lagi hamidun muntah2 dan mual, apalagi Meisya sangat sensitif bau2 wangi...
Meisya menyakinkan pd diri sendiri hanya telah dateng bulan aja, pdhal pikiran dah was-was lg hamidun...
Terima aja meisya lg hamidun itu adalah anugerah/rezeki, jgn menolaknya anak ada rezeki hrs dijaga...
2025-07-13
1
airhy_10
knp hrus hamil kasihan meysa
2025-07-11
1