"Mas... Tidak aku sangka, kamu begitu tega mengkhianati pernikahan kita yang sudah berusia enam tahun ini..." Pandangan Samantha berkabut oleh karena sembab matanya yang meratapi nasibnya.
Samantha berjalan lunglai menyusuri lorong hotel dengan tatapan kosong. Matanya sembab, kepalanya semakin berdenyut hebat, mengingat apa yang telah dilakukan suaminya bersama rekan kerja sekantor suaminya itu.
Enam tahun membina pernikahan, serasa sia-sia saja.
Brugh.
Samantha oleng. Tidak sengaja melanggar tubuh seseorang yang melintas dihadapannya. Tangannya refleks bergelayut dileher pria yang menarik pinggangnya agar tidak jatuh mengenaskan ke lantai.
Untuk sesaat, pandangan keduanya saling bertemu.
"Akupun... Bisa membalasmu, mas Elias!" Samantha menarik paksa tengkuk pria asing itu dengan sisa-sisa tenaganya.
Cup.
Dengan perasaan penuh dendam, Samantha dengan beringasnya melumat bibir pria tidak dikenalnya itu.
Bahkan sempat beberapa kali ia sengaja menggigit lidah dan bibir pria itu saat adegan panas Elias memompa Olin terlintas di dalam kepalanya.
Namun anehnya, pria asing itu tidak menghentikannya, apa lagi memarahinya.
"Hmph..." Samantha terhenyak, tangannya gegas turun dari leher pria itu, meraba sekitarnya begitu dirasanya punggung, bahkan seluruh tubuhnya mendarat di kasur empuk.
"Kenapa berhenti?" suara itu terdengar berat dan dalam, tapi Samantha tidak terlalu memperhatikannya. Ia lebih fokus pada sekelilingnya.
"Kita... Dimana?" tanya Samantha pelan, menatap pria yang sedang mengungkung tubuhnya.
"Di kamarku. Tunggu sebentar, aku ambil pengaman dulu."
"Tidak perlu, aku tidak bisa hamil," untuk kedua kalinya Samantha menarik paksa tengkuk pria asing itu, melumat bibirnya dengan kasar tanpa rasa sungkan sedikitpun.
Saat ini, yang ada dalam benaknya hanyalah melampiaskan rasa sakit hatinya tanpa memikirkan akibatnya.
Tidak ada perlawanan berarti, pria asing itu hanya menerima, terkesan pasrah saat Samantha mempermain-mainkan dirinya, membawanya berguling-guling kesana kemari sampai mengambil alih berada di atas tubuhnya.
Hingga akhirnya, Samantha yang lelah, terkulai lemah dan bosan.
"Hanya segitu kemampuanmu?" satu kali hentakan saja, pria asing itu berhasil membuat tubuh Samantha kembali berada di bawah kungkungannya.
Samantha tidak menjawab, saat ini kepalanya masih penuh dengan perasaannya yang campur marut akibat perselingkuhan suaminya.
"Ugh..." tanpa sadar, desa han itu lolos begitu saja dari mulut Samantha, merasakan sentuhan-sentuhan lembut pada area-area sensitifnya, bertolak belakang dari cara dirinya yang kasar memperlakukan pria itu.
Lama tidak disentuh Elias, karena suaminya itu selalu saja sibuk dengan segala pekerjaannya yang tidak kunjung habis, membuat Samantha kian terbuai atas perlakuan manis sang pria asing.
"Kamu siap?"
Seperti kerbau yang dicucuk lubang hidungnya, Samantha yang sudah terlena langsung mengangguk pasti.
"Akh! Sakit! Hmph..."
Bibir Samantha terbungkam, pria asing itu kembali melumat bibirnya, demi menyamarkan rasa sakit yang mendera.
Samantha tidak habis fikir bagamana bisa pria asing itu begitu sulit menembus pertahanannya, beberapa kali gagal, padahal ini bukan pertama kalinya bagi dirinya yang sudah bersuami.
Hingga akhirnya.
Jleb.
"Ugh," Samantha menahan nafas, matanya mendelik, merasakan sesuatu yang penuh memasuki tubuhnya.
"Am-ampuni aku. A-ku ka-pok," Samantha terbata-bata, nafasnya sudah megap-megap, sedikit pergerakan saja dari pria asing itu, rasa di bawah sana sudah tidak karu-karuan.
"Kamu terlambat," pria asing itu berucap acuh, tidak perduli, ia terus memompa pelan tanpa henti, Samantha di bawahnya mengeliat-geliat bagai cacing kepanasan.
"Ber-henti, saya sudah ti-dak sanggup lagi," Samantha memohon dengan nafasnya yang megap-megap.
"Kamu yang memulai, saya hanya menyelesaikan sisanya saja."
"Ka-mu... Gila!"
"Hmph..." pria asing itu tersenyum devil. Mulutnya tidak bersuara lagi, namun tubuhnya terus berkerja memompa balon udara agar bisa menggembung lalu menerbangkannya ke langit.
...____...
"Ugh... Tubuhku... Rasanya remuk semua..." rintih Samantha bergerak pelan. Rasa pegal membuat ia lamban bergerak, belum lagi dirinya harus menahan sensasi perih, pedih, diarea intinya.
"Mau kemana?" Tangan besar menahan Samantha yang ingin bangun dari berbaringnya.
"Biarkan aku pergi, aku harus berkerja hari ini."
"Dengan kondisimu yang seperti ini? Tidak boleh," suara dalam dan berat itu berkata tegas.
Samantha menatap wajah pria asing yang tengah menopang dagu disebelahnya.
"Siapa kamu? Kamu tidak punya hak melarangku pergi."
"Aku?" Pria itu mengangkat sedikit pundaknya dengan gerakan ringan.
"Aku berhak. Setelah apa yang kamu lakukan padaku, apa kamu mau lari dari tanggung jawab? Enak saja."
"Ka-kamu!" Samantha menahan geram.
"Akulah yang jadi korban. Lihat, aku bahkan hampir tidak bisa bangun, dan ituku.... masih sangat sakit." Samantha berucap pelan di akhir kalimatnya.
"Korban? Tidak salah? Lihat bibirku."
Samantha terperangah, ia baru memperhatikan wujud bibir pria asing itu, membengkak, bekas gigitan terlihat acak tidak beraturan di kedua belahannya.
"Ini semua karena ulahmu," lanjut pria asing itu lagi.
"Apa yang ingin kamu lakukan?!" Samantha memekik kaget, berusaha mendorong, begitu tubuh besar pria asing itu menghimpit tubuhnya.
"Dasar fikiran kotor," Pria asing itu menyundul pelan pelipis Samantha, setelah tangan panjangnya berhasil menyeberang dan meraih ponselnya yang terdampar di sebelah kepala wanita itu.
Samantha hanya bisa mengerjapkan mata dengan pipi menggembung, mendengar pria itu mengatai dirinya.
"Telepon kantormu sekarang sebelum mereka mencarimu?" Pria asing itu menyerahkan ponselnya yang sudah tersambung dengan mode loudspeaker.
📞"Selamat pagi, dengan sekretaris Alina -- Big Properties -- kami siap membantu..."
Samantha dibuat terperangah lagi. Dari mana pria itu bisa tahu tempatnya berkerja, terlebih akses telepon khusus Alina, sekretaris pak Andreas sang pemilik perusahaan tempatnya berkerja.
📞"Halo... Apakah Anda yang ada di seberang sana masih bisa mendengarkan saya?" Alina kembali bersuara karena tidak mendengar respon dari orang yang menelponnya.
📞"Hm... Halo, selamat pagi sekretaris Alina. Saya... bu Samantha... Maaf, terlambat memberi tahu kalau saya izin hari ini karena kurang enak badan," Samantha berucap pelan sambil melirik pria asing yang sedang memperhatikannya.
📞"Oh, halo ibu Samantha, semoga kesehatan Anda segera membaik. Saya perlu menyampaikan tentang keluhan yang masuk ke saya, pak Kurniawan sekarang ada di kantor, beliau mengatakan semalam Anda pergi dan menghilang begitu saja sebelum pembicaraan mengenai proyek renovasi kantor barunya tuntas."
Samantha memegangi ubun-ubunnya yang kembali berdenyut, ia benar-benar lupa pada klien perusahaannya itu gara-gara masalah pribadinya semalam.
📞"Iya, itu benar. Tolong sampaikan permintaan maaf saya pada beliau, bu Alina. Semalam, setelah saya minta izin sebentar, mendadak saya sakit. Saya janji, besok saya akan menemui beliau di kantornya."
📞"Baiklah, akan saya sampaikan. Beristirahatlah, semoga cepat pulih bu Samantha."
📞"Terima kasih, bu Alina."
Samantha mengembalikan ponsel pria asing itu.
"Bagaimana kamu bisa tahu dimana aku berkerja, bahkan nomor khusus ke bu Alina?" Samantha akhirnya menanyakannya, hal yang membuatnya penasaran.
"Itu bukan perkara sulit bagiku," pria asing itu langsung menyibak selimut tebal yang membungkus tubuh Samantha.
"Kamu mau apa lagi?! Lepasin! Lepasin! Aku harus pulang dan kerja!" Samantha berontak, berusaha menutup tubuh polosnya yang terekspos.
"Tidak perlu ditutupi, aku bahkan sudah melihat semuanya," pria asing itu berucap acuh, membawa tubuh Samantha masuk ke kamar mandi.
"Lihat dirimu," Pria itu menurunkan Samantha tepat di depan cermin besar toilet.
"Oh!" Samantha membekap mulutnya, memandangi wajah kusutnya yang masih sembab dan kacau, di tambah cap bibir bertebaran disana-sini memenuhi tubuhnya hingga di batang lehernya.
"Silahkan saja pulang kalau kamu percaya diri dengan penampilanmu itu," pria itu keluar dan menutup pintu kamar mandi di belakangnya.
Wajahnya datar, menatap layar ponselnya, menggulir satu persatu semua kartu identitas milik Samantha yang sempat ia ambil gambarnya setelah penyatuan mereka semalam.
✍️ Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
NurAzizah504
kira2 apalagi ya yang dicari suaminya di luar sana? apa yang gada di diri istrinya?
perselingkuhan itu ga bisa dimaafkan. itu bukan kesalahan. itu kesengajaan
2025-07-08
1
neng ade
laki-laki peselingkuh ya memang begitulah kebanyakan yang terjadi jika pernikahan udah lama apalagi belum ada anak .. ..
pembalasan dendam Samantha pada pria asing yang ternyata bukan seperti orang biasa dia seperti punya kekuasaan
2025-07-07
1
NurAzizah504
udh kayak anak perawan aja minta tanggungjawab /Facepalm/
2025-07-08
1