Tidak ada malam pertama yang terjadi karena sepulang ikut dari Makam Mama Luna, Atlas pergi setelah mengangkat telepon dari seseorang.
Luna sedih? Tentu saja tidak. Dia tidak ingin lagi berurusan dengan cinta selain cinta dari keluarganya yakni papa dan kakaknya. Atlas mau pergi ke mana dengan siapa, Luna tidak peduli.
Pagi ini, bahkan tanpa lebih dulu membuat sarapan Luna sudah menarik dua koper besar berisi pakaiannya. Dia akan pergi ke rumah barunya untuk sementara waktu. Entah apa yang sedang dipikirkan Luna, Author sendiri bingun mau menulis apa. Yang jelas Luna ingin balas dendam karena sudah dijadikan pembantu oleh keluarga benalu.
"Papa, Kak Ervan maaf aku tidak masak pagi ini dan untuk seterusnya. Kalian bisa minta bibi yang masak seperti dulu. Aku harus pergi sekarang, tolong restui aku kali ini. Karena aku pergi untuk kembali, bukan seperti dulu yang meninggalkan rumah ini dalam keadaan marah. Aku harus menyelesaikan misi balas dendamku."
"Apa suami kamu tahu, jika kamu akan pergi sepagi ini Luna. Di mana Atlas kenapa tidak mengantarmu?" Tanya Papa Bram.
"Apa Papa tidak tahu jika dia pergi malam-malam setelah mengangkat telepon yang entah dari siapa?" Luna balik tanya pada Papanya, sedangkan Ervan merasa ada yang aneh dengan tingkah Atlas.
"Tapi apa peduliku, aku sudah menikah dengan lelaki pilihan Papa. Jadi jika kali ini aku terluka karena seorang pria, bukankah ada Papa dan Kakak yang akan membela dan memelukku di saat aku menangis." Ucap Luna.
"Sudah ya, aku pergi dulu. Aku sayang kalian." Pamitnya kemudian menyalimi kedua pria kesayangannya itu.
Beberapa menit setelah Luna meninggalkan rumah, Atlas pulang dengan wajah terlihat lelah dengan pakaian yang nampak kusut di mana-mana.
"Kata Luna, kamu pergi semalaman dan pagi baru pulang. Sebenarnya kamu dari mana, kenapa meninggalkan istrimu di malam pertama kalian. Apa selama ini, aku salah menilaimu?" Suara Ervan terdengar dingin.
"Aku ada urusan. Kalau begitu, aku akan ke kamar temui Luna." Ucap Atlas yang tidak mau berkata jujur dengan Ervan.
"Kamu terlambat, Luna sudah pergi dari rumah ini. Dan kami tidak tahu dia pindah ke mana?" Suara Papa Bram tak kalah dingin, pria tua itu juga merasakan kecewa terhadap menantunya.
"Kalau begitu aku juga pergi Papa, Kakak. Aku akan cari keberadaan Luna." Ucap lirih Atlas.
"Terserah, tapi saya hanya akan memberimu waktu tiga bulan. Jika memang pernikahan ini adalah sebuah kesalahan untuk Luna. Maka saya sendiri yang akan memisahkan kalian. Karena perjodohan ini terjadi karena saya sebelumnya menganggap kamu layak."
Atlas tidak membalas omongan mertua dan kakak iparnya. Tapi dia hanya mengangguk lalu melangkah pergi.
Di dalam mobilnya, Atlas mengusap kasar wajahnya. Pria tampan yang biasanya bersikap konyol itu terisak lirih. Ada sesal yang berusaha dia tutupi. Tapi ingatan tentang kejadian buruk tadi malam tidak bisa dia lupakan begitu saja.
"Maafkan aku Luna, ternyata aku tidak lebih baik daripada Bima."
Atlas melajukan mobilnya di rumah besar keluarganya, saat baru memasuki pintu Atlas sudah disambut dengan tamparan keras dari Papa Wira.
PLAK
"Apa, Papa pernah mengajarimu kurang ajar Atlas? Papa memberimu kebebasan dalam segala hal, pendidikan, minat pekerjaan, termasuk dalam pergaulan."
"Tapi bukan berarti kamu bebas melakukan apapun tanpa memikirkan konsekuensinya. Di mana adab dan moral yang selama ini kami ajarkan?" Ucap Papa Wira, nampak pria tua berwibawa itu menelan kekecewaan yang begitu besar terhadap putranya.
Sedangkan Mama Widya hanya bisa terisak menangis pilu di sofa, tidak tahu harus berbuat apa.
Di samping Mama Widya ada seorang wanita dengan pakaian sangat terbuka yang sedang menundukkan kepalanya. Sesekali dia mengusap air mata, yang entah sebenarnya ada atau tidak. Tanpa semua orang tahu, senyum licik tersungging di bibirnya.
"Ini tidak seperti yang kalian pikirkan, aku merasa tidak melakukan apapun. Karena dia telah menjebakku."
"Kenapa kamu berkata seperti itu Atlas? Kita bersahabat sudah lama. Sejak kita mulai masuk kuliah, kita selalu bersama. Kamu selalu ada untukku, bahkan di saat kamu ada urusan penting sekali pun. Aku memanggilmu semalam karena aku sedang sakit dan butuh teman untuk pergi ke dokter. Tapi justru kamu memperkosa aku."
"Aku tidak pernah melakukan apa pun yang kamu tuduhkan. Setelah aku meminum jus yang kamu buat, kepalaku tiba-tiba sakit dan aku tidak ingat apa-apa lagi hingga pagi aku terbangun sudah berada di atas ranjang bersamamu tanpa sehelai baju. Melani Oktavia sebelumnya kamu memang sahabatku yang seperti adik bagiku."
"Tapi mulai tadi malam, kamu adalah orang yang harus aku hindari. Kamu beracun Daisy, dan aku tidak akan menyerah denganmu."
"Tapi kamu harus tanggung jawab Atlas, bagaimana jika aku hamil?" Tanya Melani dengan suara lantang.
"Jika kamu hamil anakku yang kamu maksud? Sedangkan saat ini tidak ada yang tahu kebenarannya."
"Ten... Tentu saja jika aku hamil pasti anakmu. Karena kamu yang sudah menyentuhku. Sebelum aku malu jika perutku semakin besar, kamu harus menikahiku secepatnya, Atlas."
"Siapa dirimu sehingga berani mengatur hidupku. Dengar Melani, andai pun anak itu terbukti anakku. Aku hanya akan bertanggung jawab pada dia, tanpa aku harus menikahimu."
"Kamu tahu betul siapa perempuan yang selama ini aku cintai. Jadi jangan membual dan mengarang cerita sedih supaya aku mau menikah denganmu." Ucap tegas Atlas.
"Om, tante lihat putra kebanggaan kalian ternyata hanya seorang pecundang. Yang mau berbuat tapi tidak mau bertanggung jawab. Aku akan bawa kasus ini ke polisi."
"Silahkan, itu lebih baik. Jika memang Atlas terbukti telah melakukan perbuatan hina itu. Maka saya sendiri yang akan menikahkan kalian." Senyum Melani mengembang, tapi mendengar kelanjutan omongan Papa Wira senyum itu seketika menghilang entah kemana.
"Dan setelah itu, nama Atlas akan saya keluarkan dari daftar kartu keluarga." Ucap Papa Wira.
"Tidak masalah keluar dari kartu keluarga, karena memang setelah menikah kami akan buat kartu keluarga yang baru." Melani masih tidak sadar jika ini sebuah jebakan.
"Bagus juga pemikiran kamu. Karena kalian harus bekerja keras untuk menghidupi anak kalian itu. Karena saya juga mencoret Atlas dari daftar ahli waris." Lanjut Papa.
"APA...?" Teriak Melani tidak terima.
"Kenapa kamu berteriak, apa kamu terkejut karena setelah susah payah menjebak putra saya justru kamu hidup menderita. Lebih baik seluruh harta saya akan menjadi milik yayasan sosial daripada untuk anak kurang ajar seperti Atlas. Saya tidak akan mengakui dia lagi sebagai pewaris mulai detik ini."
"Sekarang pergi dari rumah saya, bawa sekalian pria pecundang ini bersamamu. Karena dia sudah bukan lagi bagian dari keluarga Greyson. Dan kamu Atlas nikmati hasil pergaulanmu yang tidak tahu batas ini. Papa sudah sering mengingatkan sebelumnya, jika tidak ada persahabatan murni antara pria dan wanita. Kamu bahkan meninggalkan..." Ucapnya lagi.
Papa Wira menghentikan kalimatnya karena ingat pesan Luna untuk merahasiakan pernikahannya bersama Atlas sampai waktunya.
"Pergi sekarang Atlas, dan tinggalkan semua fasilitas yang kami berikan." Ucap Mama Widya pada akhirnya.
Tanpa kata, Atlas mengeluarkan semua kartu dan dari dompetnya. Bahkan kunci mobil mewah miliknya, dia lempar begitu saja ke lantai.
Dengan langkah panjang, Atlas keluar rumah dengan rasa penyesalan yang begitu dalam. Apa ini alasan Luna membencinya sejak masih kuliah?
Atlas baru ingat, saat SMA Luna masih bersikap manis dan tidak pernah menolak saat dia dekati. Meskipun ungkapan cintanya tidak pernah Luna tanggapi. Tapi semua berubah saat Melani datang padanya.
Dengan alasan satu kampus dan satu kelas, Melani yang hanya anak panti yang sering keluarganya datangi menjadi semakin mendekati dirinya. Melani menempel seperti lintah, karena satu kata yaitu persahabatan. Meskipun begitu, Atlas masih terus mengejar cinta Luna. Tapi waktu untuk gadis itu menjadi berkurang lantaran Melani yang menjadi manja padanya.
"Maafkan aku Luna, aku tidak peka jika selama ini kamu tidak menyukai Melani ada di sekitarku. Apa ini yang kamu maksud? Tapi aku tidak pernah melebihi batas saat bersama Melani." Gumam Atlas sambil melangkahkan kakinya.
"Atlas tunggu..." Melani nampak mengejarnya.
"Jadi kita mau tinggal di mana sekarang? Apa di apartemen?"
"Di kolong jembatan, jika mau ikut ayo. Kamu ingin aku bertanggung jawab jika kamu hamil kan? Maka dari itu teruslah di sampingku sampai sebulan. Dan setelah terbukti kamu hamil, aku akan memberimu makan. Tapi tidak ada pernikahan seperti impianmu itu."
"Tanggung jawab seperti apa, jika untuk makan saja kamu susah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
partini
benar Baner kejutan ini Thor
2025-06-26
0
iin marlina
papa Wira keren
2025-07-04
0