Membatalkan Pernikahan

Sebelum waktu terulang, hari ini adalah hari paling membahagiakan bagi seorang Luna Aurora karena besok pagi dia akan merubah status menjadi seorang istri dari kekasihnya yang paling dicintainya Bima Pratama.

Bahkan saking antusiasnya, Luna sudah memboyong seluruh anggota keluarga Bima sebulan yang lalu atas permintaan calon ibu mertuanya tentu saja.

"Luna, sebentar lagi kamu akan menjadi istri Bima putra ibu satu-satunya. Selama ini, Bima sudah menjadi tulang punggung bagi keluarga kami. Apakah setelah kalian menikah, akan membiarkan ibu dan adiknya Bima tinggal berdua saja di rumah kontrakan kecil ini. Sedangkan ibu punya menantu kaya raya." Ucap Ibu Ratna Saraswati.

"Mbak Luna, sudah menjadi hal wajar jika keluarga itu berkumpul jadi satu. Lagi pula siapa yang akan mengantar aku sekolah, jika mas Bima pindah ke rumah kamu?" Tanya Elina Ambarsari.

"Baiklah, kalau begitu kalian bisa tinggal bersamaku. Bawa saja barang yang penting saja, karena kebutuhan lainnya akan aku belikan baru."

Dan sejak hari keluarga Bima menginjakkan kaki di rumah Luna, kedamaian terasa berkurang. Meskipun begitu, Luna nampak memaklumi, mungkin karena pertama kalinya bagi mereka tinggal di rumah mewah. Setiap hari Luna diminta memasak masakan yang enak dalam porsi banyak. Dengan alasan, calon Ibu mertuanya tidak bisa memasak masakan yang lezat.

"Kamu saja yang masak Luna, Ibu ini hanya wanita kampung. Bisanya ya cuma masak makanan kampung, pasti kamu tidak doyan."

"Iya, mba hitung-hitung belajar menjadi istri dan menantu yang baik. Dengam begitu mas Bima betah di rumah karena istrinya pandai memasak." Ucap Elina mempengaruhi pikiran Luna supaya semakin menurut.

Tidak hanya urusan masak, bahkan mencuci baju pun Luna yang mengerjakan semua. Ibu Ratna dengan alasan klasiknya tidak bisa menggunakan mesin cuci. Dan kalau mencuci pakai tangan, Ibu Ratna mengaku lututnya sakit jika duduk terlalu lama di bawah. Sedangkan, Elina beralasan sibuk mengerjakan tugas sekolah. Padahal di kamar hanya bermalasan.

Semua itu Luna lakukan karena cintanya pada Bima melebihi apapun. Bima yang baik hati, bahkan rela terluka karena menyelamatkannya dari tindakan asusila yang hampir Luna alami saat pulang kerja dan mobilnya mogok di jalanan sepi.

Tapi itu sebelum waktu terulang, Luna bodoh karena cinta. Cinta buta yang membawanya pada kematian.

Saat ini, Luna tengah mengumpulkan seluruh anggota keluarga yang menumpang hidup bagaikan benalu di ruang tamu yang sudah disulap sebagai tempat akad nikah besok pagi.

"Ada apa sih sayang, kok kamu terlihat serius ingin bicara dengan kami semua malam ini. Besok acara pernikahan kita, seharusnya kamu istirahat sekarang." Ucap Bima.

"Aku ingin membatalkan pernikahan kita mas Bima." Ucap Luna tegas.

"Maksud kamu apa ini, membatalkan pernikahan sehari sebelum akad nikah. Apa aku punya kesalahan yang membuatmu marah sayang?" Tanya Bima.

"Banyak mas, kesalahan kamu banyak dan tak termaafkan." Tapi Luna hanya bisa menjawab dalam hati. Belum saatnya benalu itu tahu.

"Tidak ada, mas Bima tidak melakukan kesalahan. Tapi aku yang salah karena tidak jujur padamu." Ucap Luna sengaja memancing reaksi negatif dari Ibu dan adiknya.

"Maksud kamu apa Luna? Apa kamu selingkuh di belakang putraku, benar begitu?" Tanya Ibu Ratna dengan raut wajah tak terbaca.

Gotcha...

Ternyata pikiran mereka buruk.

"Bukan perkara selingkuh atau diselingkuhi. Aku mencintai mas Bima begitu juga sebaliknya. Tapi ada hal yang lebih penting dari itu."

"Apa, tolong jangan berbelit-belit mba Luna. Aku ini sedang sibuk." Ucap Elina nampak enggan.

"Perusahaanku bangkrut, dan rumah ini sudah aku jadikan jaminan pinjaman di bank yang akan disita."

"Jadi aku memutuskan untuk pergi dari kota ini, karena jujur aku malu dan takut dikejar-kejar dept collector." Ucap Luna.

"APA BANGKRUT?" Tanya Ibu Ratna terlihat berwajah pucat karena terkejut.

"Benar Bu, dan besok pagi pihak bank akan datang untuk menyegel rumahku ini. Tidak masalah jika mas Bima akan marah."

"Tapi aku tidak bisa berbuat apapun lagi saat ini. Jika mas Bima masih ingin menikahiku aku terus terang sangat bahagia. Tapi setelah menjadi istri, aku ikut tinggal bersama mas di rumah Ibu yang dulu. Dan mas Bima harus siap memberiku nafkah." Ucapan Luna menjadi momok menakutkan bagi Bima dan keluarganya.

"Sebaiknya kita tunda dulu pernikahan kita sampai perusahaan kamu kembali pulih seperti semula. Bukan tidak mau jika kamu ikut denganku. Tapi aku takut, kamu tidak terbiasa hidup menderita." Ucap Bima, seolah menjadi pria yang sangat tulus mencintai Luna hingga memikirkan kenyamanan hidup calon istrinya itu.

"Aku rela hidup miskin mas."

"Dasar bodoh, aku yang tidak rela." Maki Bima dalam hati.

"Ayo Bima kita pergi dari sini malam ini. Jangan sampai besok pagi, pasti akan sangat memalukan jika tetangga tahu kamu gagal nikah dan calon istrimu bangkrut." Ucap sinis Ibu Ratna.

"Kenapa Ibu berkata seperti itu, jika memang mas Bima mencintaiku..."

"Tidak ada cinta tanpa harta. Ayo Bima, apa kamu memang mau menanggung hidup Luna dengan keringat dan keringatmu sendiri. Ingat kamu masih punya Ibu dan Elina yang wajib kamu nafkahi."

"Iya, Bu kita pulang sekarang. Maaf Luna, jika terpaksa aku menyetujui pembatalan pernikahan ini. Bukan karena aku tak mencintaimu, tapi..."

"Ya, aku paham mas Bima. Sangat paham, maafkan aku ya. Apa mas masih mau menunggu sampai perusahaanku bangkit kembali?" Tanya Luna dengan wajah dibuat sendu.

"Menunggu sampai kapan?" Tanya Bima.

"Tidak tahu, tidak menjamin juga dalam waktu dekat." Jawab Luna.

"Kita bicarakan ulang setelah kamu perusahaanmu benar-benar sudah bangkit."

"Hmmm... Baiklah, aku mengerti. Maaf." Seolah berat melepaskan, padahal dalam hati Luna mengutuk mulutnya sendiri yang berkata manis pada lintah.

Setelah kepergian mereka semua, Luna luruh ke lantai. Bukan karena sedih sudah berhasil mengusir mereka, tapi karena teringat dengan keluarganya.

"Papa, maaf aku salah. Kak Ervan benar, sekarang aku menyesal."

Semalam suntuk Luna tidak bisa tidur, dia terus memikirkan jika dia sudah diberi kesempatan kedua. Seharusnya Luna sudah mati akibat dorongan kuat Bima yang membuatnya jatuh tersungkur dengan kepala bocor akibat terbentur ujung pagar besi. Tapi sekarang dia hidup lagi, dan harus mengubah takdir menjadi lebih baik daripada kehidupan sebelumnya.

Akhirnya pagi pun tiba, Luna segera meminta pada pihak WO untuk membongkar seluruh tenda pernikahan. Setelah ini, Luna akan kembali pulang ke rumah dan memohon ampun kepada papa dan kakaknya. Setelah rumah kembali bersih, Luna segera mengemasi pakaian dan barang penting lainnya termasuk semua berkas kepemilikan perusahaan yang dibangunnya sendiri.

Tak lupa, Luna sudah membeli banyak plakat bertuliskan DISEGEL, untuk dia tempel di pintu rumah sati dan pintu pagar satu.

Meskipun berat, tapi kaki Luna tetap melangkah. Memasuki mobilnya dan meninggalkan rumah yang menjadi huniannya selama beberapa tahun sebelum kematiannya.

Menempuh perjalanan cukup panjang, akhirnya Luna tiba di halaman rumah.

Rumah tempat dia dibesarkan hanya dengan kasih sayang dua orang lelaki tanpa seorang Ibu. Papa dan Kakaknya tidak pernah kurang melimpahinya dengan banyak kebaikan, tapi sebelum waktu terulang apa yang diberikan oleh Luna pada mereka.

Tiiinnn...

Luna membunyikan klakson dengan kencang, supaya Pak Amir satpam rumah membukakan pintu gerbang untuknya.

"Apa Papa masih di rumah pak?" Tanya Luna membuat petugas keamanan itu tersentak kaget. Pasalnya, hampir setengah tahun putri tunggal majikannya ini tidak pernah pulang.

"Ada, Pak Bram sedang tidak enak badan. Sudah beberapa hari ini beliau tidak berangkat kerja."

"Papa..." Lirih Luna, rasa bersalah seketika menghantam jantungnya dengan keras.

"Lalu di mana Kakak?" Tanyanya lagi, sungguh rasanya Luna ingin memaki dirinya sendiri saat ini.

"Den Ervan belum pulang dari luar kota." Jawab Pak Amin.

"Kalau begitu, aku masuk dulu Pak. Aku harus segera menemui Papa." Ucap Luna kembali melajukan mobilnya hingga ke depan pintu utama hunian bak istana ini.

Begitu tiba di teras rumah, Luna bergegas membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Biarkan, bukankah ini masih rumahnya, rumah keluarganya?

Luna memasuki kamar sang papa, terlihat pria tua tapi masih tampan itu sedang memandangi sebuah bingkai foto di tangan kirinya sedang tangan kanannya mengusap penuh cinta gambar keluarganya sebelum kelahirannya.

Ya, dalam foto itu terlihat papa merangkul mesra pinggang sang mama yang sedang hamil besar. Bisa dipastikan jika yang ada di dalam perut mama adalah dirinya. Momen terakhir sebelum mamanya meninggal karena berjuang melahirkan putrinya.

"Mau apa kamu pulang? Bukankah hari ini acara pernikahanmu dengan pria yang kamu cintai itu?"

Terpopuler

Comments

Narti Narti

Narti Narti

lanjutkan thor jangan lama-lama 👍👍👍👍👍👍

2025-06-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!