Bayangan Di Balik Pintu Kelas!?
Bab 5
Kim berjalan cepat meninggalkan perpustakaan. Langkahnya memantul di lantai koridor yang kosong, hanya ditemani suara angin yang meniupkan daun dari jendela retak. Jantungnya berdegup tak menentu. Bukan hanya karena ketakutan — tapi karena kemarahan.
Mengapa mereka tetap memilih terlibat?
Mengapa laura begitu keras kepala?
Ia berhenti di depan kelasnya yang kosong. Matahari sore memancarkan cahaya pucat, memantul di dinding berwarna krem yang mulai mengelupas. kim menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia ingin semuanya kembali normal. Ingin semua ini hanya mimpi aneh yang selesai saat dia tidur malam nanti
Namun, saat ia membuka pintu kelas dan masuk, ia tahu ada yang berubah.
Kursi-kursi tidak berada di tempat biasa. Beberapa menghadap ke belakang, dan ada satu meja yang diletakkan sendirian di tengah ruangan — di atasnya, ada kertas bergambar simbol lingkaran dan segitiga, seperti yang cristhin tunjukkan sebelumnya.
Kimberly velyncia
Kim melangkah mundur sambil menggelengkan kepalanya "nggak, nggak mungkin, ini nggak mungkin"
Tiba-tiba, lampu kelas berkedip. Cahaya padam sekejap, lalu menyala kembali. Dan saat lampu kembali terang, ada tulisan di papan tulis yang belum ada tadi:
> "Kau sudah memilih keluar. Maka kau akan bermain sendirian."<
Kim menahan napas. Dadanya sesak. Ia buru-buru keluar dari kelas, tapi saat ia membuka pintu—yang tampaknya tadi tidak terkunci—kini tak mau bergerak. Ia menarik gagang pintu dengan panik.
Kimberly velyncia
"Ayo kebuka dong" kim semakin gelisah karena hawa yang tidak enak.
DOR!
Papan tulis jatuh ke lantai, seolah didorong sesuatu yang tak terlihat. Kepingan kapur beterbangan.
Suara detak jam dinding terdengar semakin keras.
TIK. TAK. TIK. TAK.
Suara detak jam membuat kim membalik badannya secara perlahan, matanya melirik dengan gelisah ke seisi ruangan.
Cahaya kembali padam — kali ini sepenuhnya. Hanya cahaya dari ponselnya yang menerangi sekeliling. Tangannya gemetar saat mengaktifkan flashlight.
Sinar itu menyorot ke dinding, ke papan tulis, dan akhirnya... ke kursi belakang.
Ada seseorang duduk di sana.
Diam.
Punggungnya menghadap kim. Rambutnya lepek, basah, meneteskan air ke lantai. Tubuhnya gemetar pelan, seolah menahan isak.
Kim menggeleng sambil mundur rasanya ingin menjerit tapi suaranya seakan terjerat di tenggorokan.
Kimberly velyncia
"Deandra?,,,,"bisiknya nyaris tak terdengar.
Sosok itu tidak bergerak.
Kik mengambil langkah mundur lagi. Tapi saat ia menyentuh pintu — pintu terbuka sendiri dengan suara mengerang seperti kayu tua dilukai. Ia langsung lari keluar, tidak peduli pada tatapan siswa yang melihatnya dari kejauhan. Ia berlari menuruni tangga, keluar dari gedung, hingga tiba di gerbang sekolah.
Dan saat ia menoleh, kelas itu terlihat gelap gulita dari kejauhan, namun dari balik jendela, dua mata merah menyala sesaat.
Di perpustakaan, cristhin sedang membolak-balik buku tahunan lama. laura duduk bersandar di kursi, wajahnya lesu. keandra dan gavin duduk berjauhan, tidak saling bicara.
Gavin adyaka
“Kim benar,” kata gavin tiba-tiba. “Kita harus berhenti. Ini bukan urusan kita.”
Laura fermonica
“Kalau kita berhenti sekarang, semuanya akan lebih buruk,” sahut laura tanpa membuka mata. “Ritual ini sudah berjalan. Kita bagian dari lingkaran itu. Bahkan kalau kita lari, kita tetap di dalam permainan.”
Keandra sebastian
Keandra menatap laura lama. “Gue masih belum percaya sepenuhnya. Tapi... kalau ternyata lo tahu sesuatu dari awal, laura... gue gak bakal diam aja.”
Cristhin angelica
cristhin menutup buku pelan. “Mungkin bukan laura. Tapi seseorang di antara kita yang sudah... terikat lebih dulu.”
Dan tepat saat itu, lampu perpustakaan mati.
Seketika.
Gelap.
Kemudian layar laptop cristhin menyala sendiri, meskipun tidak dicolok. Tulisan muncul satu per satu:
> “Satu sudah menyimpang. Satu harus menggantikan.”
“Pilihan ada di tangan kalian.”<
Malam itu, hujan turun deras.
kim duduk di kamarnya, berselimut, menatap layar ponsel dengan tangan gemetar. Ia ingin menghubungi laura. Ingin kembali. Tapi rasa takutnya terlalu besar.
Layar ponselnya berkedip.
Panggilan masuk: Tidak Dikenal.
Ia ragu-ragu, lalu mengangkat.
Suara itu berat dan serak..
someone
“...kamu melihatku... bukan?”
Kimberly velyncia
“...Aku bukan bagian dari mereka... Aku cuma... ingin keluar.”
Lalu suara itu berubah. Lebih dalam. Lebih dingin.
someone
“Dan kamu akan menggantikanku.”
Klik.
Sambungan terputus.
Dan di cermin kamarnya — tertulis dengan uap:
> “Satu masuk. Satu keluar.”<
Kimberly mendengar kata terakhirnya menggeleng dengan keras, melihat di cermin yang tertulis "satu masuk, satu keluar" kimberly mengambil vas bunga di dekatnya dan menghancurkan cermin dengan vas bunga nya, suara cermin hancur terdengar nyaring.
lanjut bab selanjutnya guys........
Comments
Alexander
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
2025-06-26
1