Bukan Sekedar Pindah

Pagi menjelang dengan tenang, seperti tak pernah terjadi apa-apa. Seperti biasa, keluarga Wolfe duduk di meja makan, menikmati sarapan dalam diam. Hanya denting sendok dan garpu yang terdengar, membentur piring-piring porselen mahal.

Zee menatap makanannya tanpa minat. Suasana meja makan seperti biasa—dingin dan kosong. Sama seperti hatinya sejak kepergian Zia.

Lalu, tiba-tiba…

“Aku mau pindah sekolah,” ucapnya datar, tanpa mengangkat wajah.

Zidan dan Zavira sontak saling berpandangan. Keheningan mendadak terasa lebih menusuk. Suara angin di luar bahkan terasa lebih nyaring dibanding percakapan mereka.

“Kenapa tiba-tiba, Nak? Ada masalah?” tanya Zavira perlahan, mencoba menjaga nada.

Zee menatap mommynya—dingin, namun menyimpan api kecil di balik matanya. Api yang sejak malam itu tak pernah padam.

“Aku cuma... ingin pindah,” ulangnya, suaranya lebih tegas, seolah tak memberi ruang untuk perdebatan.

Zidan meletakkan garpunya perlahan. “Zee, kamu tinggal setengah semester lagi. Kalau kamu pindah sekarang, semua catatan akademikmu harus disesuaikan. Apa tidak lebih baik menunggu kelulusan?”

“Aku tidak peduli,” potong Zee.

Zavira memberi kode pada suaminya. Kode yang selama ini berarti: ikut saja maunya, jangan ribut sekarang.

Zidan mengangguk kecil, menelan napas.

“Baik. Kalau itu keinginan kamu, Daddy akan bantu proses perpindahannya.”

“Kamu mau pindah ke mana?” tanya Zavira, suaranya lebih tenang.

“Wolfe House,” jawab Zee singkat—menyebut nama sekolah asrama elit milik keluarga mereka. Tempat yang dulu dihuni Zia.

Zidan tampak terkejut.

“Kamu sendiri yang bilang, kamu tidak suka tinggal di asrama. Aturannya ketat, dan kamu selalu bilang butuh ruang bebas.”

Zee menatap mereka berdua, tanpa ragu.

“Aku muak tinggal di rumah ini,” katanya pelan, namun nadanya penuh tekanan.

Kalimat itu menghantam mereka lebih keras dari sekadar permintaan pindah sekolah. Zavira membuka mulut hendak membalas, namun urung. Mereka sudah tahu—Zee tak akan mengubah keputusannya.

“Kalau itu yang kamu inginkan, Mommy dan Daddy izinkan,” ucap Zavira akhirnya, pelan.

Zee berdiri. Sarapannya nyaris tak disentuh.

“Kalian pasti lebih tenang bekerja kalau aku di asrama,” gumamnya lirih, setengah menyindir.

Tanpa menunggu balasan, ia melangkah pergi—meninggalkan ruang makan dan dua orang yang dulu ia sebut ‘rumah.’

 

Zee memacu motornya melintasi jalanan kota dengan kecepatan tinggi. Angin menerpa wajahnya, membuat rambutnya berkibar liar. Tapi di dalam pikirannya hanya satu hal berputar: kemunafikan.

Sudah dua hari sejak kepergian Zia. Dan kedua orang tuanya… masih bisa sarapan seperti biasa, bersiap kerja seperti biasa. Seolah kehilangan seorang anak bukan sesuatu yang pantas diratapi.

Orang lain mungkin mengira dia sedang menuju sekolah. Seragamnya rapi, helmnya menutup wajah. Tapi arah tujuannya berbeda.

Zee membelokan motornya, lalu memasuki sebuah area sunyi—pemakaman umum.

 

Ia melangkah perlahan di antara barisan batu nisan, hingga akhirnya berhenti di hadapan pusara yang masih basah.

"Zia Venya Alexandra Wolfe," tertulis jelas di nisan putih bersih.

Zee berjongkok, menyentuh nama itu dengan tangan yang mulai bergetar. Air matanya mengambang, tapi tak jatuh.

“Zia…”

“Apa lo baik-baik aja di sana? Gue harap… lo tenang.”

“Baru dua hari. Tapi rasanya kayak setahun. Gue bener-bener ngerasa kosong.”

Tangannya meremas tanah basah di atas pusara. Rasa marah dan kehilangan menyatu dalam satu gejolak yang tak bisa ia redam.

“Gue nemu surat lo, Zi. Gue tahu lo gak bunuh diri.”

“Gue gak peduli dengan hasil penyelidikan mereka yang setengah hati… Gue gak akan berhenti sampai tahu siapa yang bikin lo gini.”

Zee menarik napas panjang, menahan emosi yang mendesak naik ke tenggorokan.

“Dan jangan khawatir… gue gak akan minta bantuan dua orang itu. Orang tua kita yang bahkan gak tahu gimana caranya jadi orang tua.”

“Gue akan masuk ke Wolfe House. Gue akan gali semua yang lo sembunyikan… dan gue bakal temui pelakunya."

Ia menunduk lebih dalam, membisikkan kalimat terakhir dengan suara yang hampir tak terdengar:

“Tunggu gue, Zia… Gue bakal balas semuanya.”

Episodes
1 Saat Dunia Tak Lagi Sama
2 Jejak?
3 Bukan Sekedar Pindah
4 Jejak di Mulai Wolfe House
5 Kamar baru,langkah baru
6 Makan malam dan Nama yang tersirat
7 Gadis yang tak menoleh
8 Ada yang mengawasi di bawah langit
9 Zee dan R di kepalanya
10 Suara yang tak pernah bohong
11 Jejak di Perpustakaan
12 Jejak Awal:Di Balik Nama Raden
13 Ekstrakurikuler dan Rencana
14 Bukan Sekedar Murid Baru
15 Dia Mirip Rey
16 Serangan tak terduga
17 Peran Sang Malaikat Dingin
18 Perintah Sang Malaikat Gelap
19 Ancaman Dingin Hasil Mematikan
20 Tatapan yang tak Berucap
21 Zee dan Scarlet Nova
22 Rey dan Air Mineral
23 Yang terdengar dari Balik Pintu
24 Wajah Datar, Luka Dalam
25 Bukan Sekedar Duduk Bersama
26 Bungkam Yang Mengusik
27 Rekening, Rey dan Rahasia
28 Zia, Bindar dan Sebuah Kunci
29 Segelas Teh dan sebuah Rencana
30 Loker Bernama Raden
31 Seseorang Mendorongku
32 Pelukan yang Tak sengaja
33 Langkah Di Balik Senja
34 Kamar 212
35 Operasi Tengah Malam
36 Kotak Di Atas Lemari
37 Senyum di Tengah Sorak
38 Strategi dari Negeri es
39 Bayangan di Ruangan Bahasa
40 Gue Mau Lo
41 Di balik Loker dan Meja Makan
42 Gadis Dingin, Hati yang lapar
43 Tato Bunga dalam foto
44 Bukan Arwah, Tapi Rencana
45 Bayangmu Masih Mengikatnya
46 Genggam yang Tak Terduga
47 Selamat Datang di Scarlet Nova
48 Jangan Lupakan Aku
49 Lo Harus Nyusul Gue
50 Kembar dalam diam
51 Satu Telpon, dua luka
52 Kebenaran Tak Bisa Mati
53 Langkah yang Tertukar
54 Satu Meja Tanpa Viola
55 Hangatnya Abu dan Senyuman.
56 Pesan dari Nomor Tak Dikenal
57 Janji Diatas Rooftop
58 Rooftop; Titik Awal Kebenaran.
59 Satu-satunya Perempuan di Antara Serigala
60 Teka-teki di Meja Cafe
61 Puzzel yang Mulai Tersusun
62 Jangan Cinta Gue
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Saat Dunia Tak Lagi Sama
2
Jejak?
3
Bukan Sekedar Pindah
4
Jejak di Mulai Wolfe House
5
Kamar baru,langkah baru
6
Makan malam dan Nama yang tersirat
7
Gadis yang tak menoleh
8
Ada yang mengawasi di bawah langit
9
Zee dan R di kepalanya
10
Suara yang tak pernah bohong
11
Jejak di Perpustakaan
12
Jejak Awal:Di Balik Nama Raden
13
Ekstrakurikuler dan Rencana
14
Bukan Sekedar Murid Baru
15
Dia Mirip Rey
16
Serangan tak terduga
17
Peran Sang Malaikat Dingin
18
Perintah Sang Malaikat Gelap
19
Ancaman Dingin Hasil Mematikan
20
Tatapan yang tak Berucap
21
Zee dan Scarlet Nova
22
Rey dan Air Mineral
23
Yang terdengar dari Balik Pintu
24
Wajah Datar, Luka Dalam
25
Bukan Sekedar Duduk Bersama
26
Bungkam Yang Mengusik
27
Rekening, Rey dan Rahasia
28
Zia, Bindar dan Sebuah Kunci
29
Segelas Teh dan sebuah Rencana
30
Loker Bernama Raden
31
Seseorang Mendorongku
32
Pelukan yang Tak sengaja
33
Langkah Di Balik Senja
34
Kamar 212
35
Operasi Tengah Malam
36
Kotak Di Atas Lemari
37
Senyum di Tengah Sorak
38
Strategi dari Negeri es
39
Bayangan di Ruangan Bahasa
40
Gue Mau Lo
41
Di balik Loker dan Meja Makan
42
Gadis Dingin, Hati yang lapar
43
Tato Bunga dalam foto
44
Bukan Arwah, Tapi Rencana
45
Bayangmu Masih Mengikatnya
46
Genggam yang Tak Terduga
47
Selamat Datang di Scarlet Nova
48
Jangan Lupakan Aku
49
Lo Harus Nyusul Gue
50
Kembar dalam diam
51
Satu Telpon, dua luka
52
Kebenaran Tak Bisa Mati
53
Langkah yang Tertukar
54
Satu Meja Tanpa Viola
55
Hangatnya Abu dan Senyuman.
56
Pesan dari Nomor Tak Dikenal
57
Janji Diatas Rooftop
58
Rooftop; Titik Awal Kebenaran.
59
Satu-satunya Perempuan di Antara Serigala
60
Teka-teki di Meja Cafe
61
Puzzel yang Mulai Tersusun
62
Jangan Cinta Gue

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!