BAB 2 PARA PEMUDA YANG DURJANA

Langkah Casanova semakin cepat, menyusuri jalan setapak yang mulai sepi, ditelan senja yang berwarna tembaga muram. Napasnya tersengal. Tubuhnya gemetar, tapi ia memaksa terus berjalan. Bayangan kegelisahan menari di wajahnya. Suasana begitu sunyi hingga detak jantungnya sendiri terdengar seperti dentuman keras di telinga.

“Mau ke mana sich, cantik? Kenapa jalannya tergesa-gesa sangat sich?” ujar seorang pemuda.

Deg... (bunyi jantung Casanova)

Suara itu menyergap dari belakang, suara yang begitu kasar, asing, dan tak diundang. Casanova nyaris melompat. Jantungnya serasa mau meledak. Ia berhenti sejenak, tapi tak menoleh.

Nalurinya menjerit agar ia tetap bergerak. Bukan karena takut akan makhluk gaib, tapi justru karena manusia-manusia yang tak bisa dilihatnya… manusia yang bisa menyakiti dan mencelakai nya.

“Hai Cantik! Sombong sangat, sich! Jangan cepat-cepat donk jalannya! Nanti jatuh, loh. Sini, Abang bantuin jalan!” kata suara lain, yang terdengar lebih nyaring dan penuh ejekan.

Casanova tercekat. Suara itu berbeda, dan kini ia tahu pria itu tidak sendiri. Langkah-langkah berat mulai mendekat. Udara malam itu seolah membeku. Ditambah lagi dengan rintik hujan.

“Iya nih, sombong sangat sich jadi cewek. Sini pegang tangan Abang, biar kamu tidak jatuh!” ujar pemuda yang lain lagi.

"Oh... Tuhan... ada berapa banyak mereka. Tolong selamatkan aku dari sini. "gumam Casanova dalam hati dengan ketakutan.

Tiba-tiba, sebuah tangan kasar menggenggam lengan Casanova. Dingin. Menjijikkan. Ia spontan melepaskan diri, mengibas keras sambil mengayunkan tongkat panjang yang sedari tadi ia genggam erat. Tongkat itu melesat liar di udara dan hampir saja menghantam wajah salah satu dari pemuda-pemuda itu.

“Aw! Aw! Aw! Galak sangat sich, jadi cewek. Eh...gadis buta! kau tak bisa melihat saja belagu. Dasar wanita sombong!” hardik pemuda itu, dengan suara yang penuh kebencian dan kesal.

"Ha... Ha.. Ha... Kalau difikir fikir cewek sombong seperti ini, bagusnya kita apain ya biar tidak belagu lagi. "sorak pemuda-pemuda itu.

Tawa pun meledak di sekitar Casanova. Tawa yang tidak lucu, melainkan seperti suara iblis yang bersorak melihat mangsanya gemetar dan ketakutan. Tapi di balik tawa itu, tersimpan sesuatu yang lebih mengerikan kekaguman yang menyimpang, hasrat dan nafsu yang tersembunyi di balik hinaan dan ejekan.

Benar kata orang, Casanova adalah kembang desa. Cantik dan mempesona, walau matanya tak melihat. Kecantikannya terlalu mencolok untuk dibiarkan berjalan sendiri di dunia yang penuh durjana ini.

Langkah Casanova mulai tersendat. Nafasnya semakin tak beraturan. Derap sepatu para pemuda itu di belakangnya semakin nyata, menguntit seperti bayangan gelap yang tak mau lepas. Langit sudah benar-benar muram. Disetiap sudut gang tampak seperti mulut raksasa yang siap menelan siapa saja.

Tongkatnya terus bergerak, menyapu tanah, dinding, bahkan udara, seolah mencari celah untuk kabur dari jerat yang mengancam. Tapi suara-suara itu... mereka masih mengikutinya. Suara tawa yang melecehkan. Suara ejekan yang menusuk batin.

“Jalannya cepat juga, ya. Tapi apakah dia bisa lari. Sampai mana, kamu bisa menghindar Cantik?” ujar seorang pemuda.

Casanova menggelengkan kepala dengan cepat, nyaris panik. Suaranya lirih, namun penuh ketakutan.

“Siapa kalian? Aku mohon… jangan ganggu aku. Aku hanya mau pulang,” ucapnya memelas, berharap nada suaranya cukup menyentuh sisi kemanusiaan para pemuda pemuda itu.

Namun harapan itu runtuh seketika saat salah satu dari mereka tertawa kecil, dan sinis.

“Ha... Ha... Ha... Kami juga mau pulang, cantik. Kita bareng saja, yuk. Bosan kan kalau jalan sendirian? "jawab seorang pemuda lagi.

"Tidak takut kalau tiba-tiba Miss Kun datang nyolek kamu dari balik pohon?” ucapnya lagi sambil tertawa, jelas-jelas mengejek.

“Eh, lu becandanya jangan sembarangan,” sahut teman pemuda itu. “Kalau dia muncul beneran baru tahu rasa, lu! Hati hati kalau bicara, bro! "tambahnya lagi.

Casanova mundur setapak, lalu memilih berbalik. Ia tak ingin berada di tengah lingkaran suara-suara asing itu. Ia tak bisa melihat, tapi instingnya tahu, bahwa niat mereka tidak baik. Nafasnya tercekat. Langkahnya begitu cepat, tapi kenapa dunia terasa sempit.

Tiba-tiba, sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya.

“Lepas!

"Tolong!

"Tolong aku!” teriak Casanova dengan sekuat tenaga.

Suaranya menggema di antara rumah-rumah yang tampak gelap dan tertutup. Tidak ada yang membalas. Hanya suara angin dan rintik hujan yang dibarengi desahan tawa para pemuda pemuda itu.

Gadis itu terus meronta, tapi genggaman mereka terlalu kuat. Jumlah mereka empat orang dan kini mereka mulai panik karena Casanova terus berteriak. Ia berharap ada seseorang yang mendengar teriakannya.

Suara teriakan Casanova nyaris memekakkan telinga dan tentu saja bisa memanggil warga. Para pemuda-pemuda itu saling pandang, antara satu sama lainnya. Dengan ketegangan.

Namun salah satu dari mereka bertindak dengan cepat, mendekapkan tangannya ke mulut Casanova dengan kasar.

“Diam!” desisnya tajam.

Casanova menggeliat, suaranya tercekik. Ia hanya bisa menangis dalam diam, tubuhnya gemetar. Napasnya memburu, penuh ketakutan. Dunia baginya telah berubah menjadi lorong sempit tanpa harapan dan celah sedikit pun.

Apa pun yang akan terjadi malam ini, ia tahu ia tak bisa mengandalkan siapa pun selain dirinya sendiri.

Sementara itu, keempat pemuda itu saling lempar pandang. Dalam hati mereka, ketakutan mulai tumbuh. Tapi hasrat yang telah lama dipendam menutupi sisa logika. Mereka telah mengincar Casanova sejak lama sang kembang desa yang selalu menjadi pujaan banyak lelaki.

Mereka tak pernah bisa menerima penolakan, apalagi dari seorang gadis buta yang mereka anggap terlalu sombong karena berani menolak ajakan perkenalan dari salah satu mereka. Casanova tau batas yang bukan mahramnya, itu sebabnya ia menolak untuk berkenalan.

Penolakan itu membuat rasa sakit hati dan tumbuh menjadi dendam. Si pemuda itu menyimpan amarahnya dalam diam, dan ia pun memiliki pikiran jahat terhadap Casanova. Lalu ia pun mulai menghasut teman-temannya untuk mencelakai Casanova.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Seperti nya malam ini Dewi Fortuna memang sedang berbaik hati kepada mereka. Kini gadis itu ada di depan mata mereka.

Dan malam ini, mereka pikir, adalah malam yang tepat untuk memberi pelajaran kepada Casanova karena kesombongannya itu.

“Gadis buta itu harus diberi pelajaran, karena dengan kesombongannya dia berani menolak ku. Cepat bawa dia sebelum ada orang yang melihat kita. ” kata seorang pemuda kepada teman-temannya.

Padahal Cassanova hanya ingin menjaga jarak dari lelaki mana pun demi menghindari fitnah. Bukan karena dia sombong. Tapi niat baik itu malah dijadikan bahan untuk mengolok dan menyakitinya.

Malam itu, hujan tampaknya tak akan berhenti. Awan menggantung gelap, dan angin menggigit. Kampung yang biasanya ramai seolah berubah jadi sunyi. Casanova tak tahu bahwa malam itu adalah malam yang telah dipilih oleh para durjana itu untuk menyakitinya.

“Cepat bawa dia! Ayoo...Jangan sampai ada yang lihat! Cepat...buruan. "desis salah satu dari mereka sambil menoleh dengan gelisah ke sekeliling. Takut kalau niat busuk mereka tercium warga.

BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Anyelir

Anyelir

hai kak aku mampir
mampir juga yuk kak ke karyaku

2025-08-07

1

Wida_Ast Jcy

Wida_Ast Jcy

Jangan lupa tinggal kan jejak nya disini ya cintaq. coment dan like

2025-06-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!