...LIKE KOMEN AND VOTE...
...****...
"KALIAN BERBUAT TIDAK PANTAS DI SINI?"
Degh.
Wajah Gaby dan Madava menegang panik, keduanya tentu saja terkejut di tuduh seperti itu.
"O-om mereka siapa?" Tanya Gaby menatap Madava khawatir.
Madava menghela nafas, menggeleng pelan.
"Nona, bangun"
Gaby mengangguk lalu menyingkir dari atas tubuh Madava.
Kini keduanya berdiri di hadapan dua bapak-bapak itu.
Si bapak baju merah berkacak pinggang, keduanya menatap Gaby dan Madava dengan wajah berang tak bersahabat.
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya tegas si bapak baju hitam.
Gaby ketakutan langsung mundur bersembunyi di balik tubuh Madava, mencekal erat tangan pria itu.
"Kami---"
"Oh pantas saja tiba-tiba petir menyambar pohon di sana."
Bapak baju merah memotong ucapan Madava dan menunjuk pohon yang tersambar petir.
"Ternyata disini ada yang sedang Berzina? Mungkin Tuhan marah melihat kelakuan kalian berdua." Ujar bapak itu menuduh.
Gaby dan Madava menggeleng panik. Tentu saja mereka tidak melakukan tuduhan keji itu.
Gaby semakin mencekal erat tangan Madava.
"Kami tidak melakukan apapun, bapak hanya salah paham." Sangkal Madava.
"Halaah!! Mana mau ngaku kalian ini. Lihatlah---" Bapak itu menunjuk Madava menatapnya dari atas sampai bawah.
"Kalian masih sangat muda tapi kelakuan kalian begitu terkutuk!!" Maki si bapak baju merah.
Madava menghela nafas kasar, kelihatannya masalah ini akan sulit di selesaikan.
Entah harus menjelaskan seperti apa, dua bapak-bapak ini salah paham, menuduh mereka yang tidak-tidak.
"Jelas-jelas kalian berzina, kami tidak mau tuhan marah lagi karena itu bisa berimbas ke kampung kami, cukup pohon itu saja yang menjadi amukan tuhan." Tegas si bapak baju hitam.
"Iya benar, kampung kami bisa kena bencana."
Kening Madava mengerut tak paham apa maksud dua bapak ini? Kampung mereka bisa kena bencana?
"Sudah saya bilang, kami tidak melakukan apapun di sini." Madava terus menyangkal tuduhan itu.
Dua bapak-bapak itu saling pandang, lalu mengangguk satu sama lain. Kembali menatap Gaby dan Madava.
"Tidak, kami tidak percaya, kalian harus dinikahkan!!"
Degh.
Bola mata Gaby langsung membulat sempurna mulutnya menganga, cekalnya di tangan Madava pun sampai terlepas, tubuhnya kaku seketika.
Tidak perlu di jelaskan seberapa terkejutnya mereka mendengar kata dinikahkan.
"A-apa dinikahkan?" Ucap Gaby syok.
Tidak mungkin bukan, mereka dinikahkan oleh warga?
Menggeleng panik. Tidak, Gaby tidak mau dinikahkan, Gaby masih sekolah masih sangat muda untuk menikah dan cita-citanya pun sangat tinggi. Banyak hal di luar sana yang belum Gaby coba.
Madava menghela nafas berat. Sudah ia duga masalah ini akan sulit diselesaikan. Walaupun begitu Madava berusaha tetap tenang.
"Kami tidak melakukan apapun, kalian hanya salah paham." Tegas Madava.
"Cek!! Sudah saya bilang kalian tidak akan mengaku walaupun sudah tertangkap basah.
Kampung kami dekat sini, jadi kami tidak mau mendapatkan amukan dari Tuhan, contohnya seperti pohon tersambar petir itu!! Jadi kalian harus ikut kami untuk dinikahkan."
Si bapak baju hitam mengangguk setuju.
"Ya benar, kalian ikut kita untuk dinikahkan, ayo!!"
Bapak baju merah langsung mencekal tangan Madava dan di seretnya sementara yang satunya menyeret Gaby.
"Tidak lepaskan saya" Gaby memberontak panik, seluruh tubuhnya langsung gemetar ketakutan.
"Sudah saya bilang, kalian hanya salah paham, kami tidak melakukan apapun" Madava mulai tersulut emosi dengan dua bapak ini.
Mereka tidak melakukan apapun, hanya saja posisi mereka yang bisa membuat orang lain salah paham.
"Nggak, lepasin saya!!" Mata Gaby berkaca-kaca.
Madava menoleh menatap Gaby khawatir.
"Nona tenang, kita tidak akan dinikahkan"
berusaha menenangkan Gaby yang sebenarnya dirinya pun cemas.
"Kata siapa? Kalian akan kami nikahkan!" Sahut bapak-bapak yang menyeret Madava.
Rahang Madava mengeras, mengepalkan tangannya berusaha menahan emosi.
***
"Pak kami tidak melakukan apapun"
Entah sudah keberapa kali Madava mengucapkan kalimat itu. Berusaha menyangkal dan meyakinkan mereka bahwa itu hanya salah paham.
Gaby duduk di sebelah Madava, kepalanya menunduk sambil terisak menangis.
Saat ini mereka berada di salah satu rumah warga yang merupakan RT. Ada beberapa warga juga untuk menyaksikan pernikahan yang akan Gaby dan Madava laksanakan.
Tidak, yang jelasnya nikah paksa.
"Bohong pak rt, kita berdua melihatnya, mereka memang tidak akan mengaku" ujar bapak-bapak yang memergoki dan menuduh mereka berzina.
"Iya pak rt, kita tidak mungkin berbohong apa lagi menuduh sembarangan." sahut bapak satunya.
Dua bapak-bapak itu yakin Madava dan Gaby berbuat tidak pantas di halte bisa.
Tangan Madava terkepal kuat, tatapannya begitu tajam ke depan. Bagaimana caranya agar mereka percaya?
Sementara Gaby terus terisak, tidak tau harus berbuat apa, ingin menjelaskan pun percuma saja karena sedari tadi Madava menjelaskan tapi mereka tetap tidak percaya.
"Pak RT mau kampung kita kena sial gara-gara perbuatan mereka? Bahkan pohon di depan halte sampai tersambar petir. Itu karena tuhan marah dengan perbuatan mereka." Bapak-bapak itu terus memprovokasi.
Para warga seketika saling pandang dengan wajah-wajah terkejut.
Mereka memang mendengar suara petir yang sangat keras. Tidak menyangka ternyata petir itu bentuk protes tuhan atas perbuatan tidak senonoh dua sejoli itu?
"Waah!! Pak RT kami tidak mau mendapatkan sial, jadi mereka memang harus di nikahkan"
Warga mulai menyahut.
"Iya nikahkan saja mereka!!"
"Benar, agar kampung kita tidak kena sial"
'Astaga' Batin Madava tak habis pikir, kenapa mereka berfikir sejauh itu.
Pak RT menghela nafas berat, menatap para warga yang terus menuntut untuk menikahkan Gaby dan Madava.
"Bapak ibu tenang, kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin" lerai pak RT.
Menatap Gaby yang terus menangis, lalu beralih menatap Madava, wajah pria itu datar dan dingin.
Pak RT menelan ludah kasar, merasa aura Madava begitu kuat. Kelihatan sekali Madava dan Gaby bukan orang biasa, apa lagi dari penampilan mereka.
Jam tangan yang Madava pakai mencerminkan betapa kayanya pria itu, begitupun dengan penampilan Gaby, tas gadis itu bermerek, harganya mencapai ratus juta.
"Apa benar kalian melakukan perbuatan yang tidak terpuji?" Tanya pak RT dengan tegas berusaha menekan rasa takut terhadap pria dingin itu. Sebagai RT dirinya harus terlihat tegas.
Madava langsung menatapnya datar. Pak RT yang di tatapan seperti itu mengerjap terkejut, dengan canggung membenarkan posisi duduknya.
"Tidak, kami tidak melakukan apapun" sangkal Madava.
Pak RT mengangguk, mungkin dua warganya hanya salah paham saja, pak RT bisa melihat keseriusan dimata Madava, pun mereka tidak boleh gegabah mengambil tindakan.
"Halaah, masih saja kau tidak mau mengaku. Sudah lah pak RT kami saksinya mereka melakukan zinah, lebih baik segera dinikahkan"
"Benar, cepat nikahkan."
"Iya nikahkan mereka!!"
"Kami tidak mau kena sial!!"
"Jika pak RT tidak mau menikahkan mereka, biar kami warga yang menikahkan."
"Benar, serahkan saja kepada kami."
Pak RT nampak gelagapan di tempat, para warga mulai membuat keributan.
"Tenang lah, mungkin kalian hanya salah liat" pak rt seketika diliputi keraguan.
Karena bagaimanapun saksinya ada dua orang dan pak RT juga yakin warganya tidak mungkin berbohong.
"Pak RT bilang kami hanya salah liat? Di sini dua orang saksi, tidak mungkin kami salah liat!!" Gram bapak itu.
*****
Nut nut nut.
"Astaga, kenapa ponsel tuan Frederick tidak aktif." Gumam Madava menatap ponselnya yang menampilkan nama Tuan Frederick.
Saat ini Madava sedang menghubungi Frederick. Warga tetap memaksa menikahkan mereka. Sebagai ayah tentu Frederick harus menjadi wali Gaby.
Entah, sudah keberapa kali Madava menghubungi Frederick, namun ponsel pria itu tidak aktif.
"Bagaimana, apa orangtua kalian bisa di hubungi?" Tanya pak RT.
Saat ini posisi mereka berada di ruang keluarga, pak RT dan beberapa warga menemani Madava dan Gaby karena takut mereka kabur.
Madava mencekal erat ponsel. Frederick tidak bisa di hubungi, entah Madava harus menghubungi siapa.
"T-tidak pak." Jawab Madava.
"Halaah, kamu pasti bohong kan tidak mungkin orangtua pacaran kamu tidak bisa di hubungi."
Ya, mereka menyimpulkan Gaby dan Madava itu berpacaran.
"Om, gimana?" Tanya Gaby dengan raut wajah cemas.
Madava menatap Gaby. "Tenang nona."
"Atau mungkin ada kerabat lain yang bisa di hubungi?" Tanya pak RT.
*****
"Jabat tangan saya." Titah seorang laki-laki kepada Madava.
Dengan tangan gemetar Madava menjabat tangan pria itu yang sama gemetarnya.
Keringat dingin membasahi tubuh Madava, beberapa menit lagi Madava akan mengucapkan kalimat sakral.
Ya, setelah huru hara itu Gaby dan Madava resmi akan dinikahkan.
Madava sudah menjelaskan yang sebenarnya, berusaha meyakinkan mereka jika tidak melakukan apapun. Tapi percuma saja para warga tetap tidak percaya, bahkan pak RT yang semula mempercayainya seketika ragu dan termakan hasutan warga.
Jika sudah seperti ini Madava tidak bisa berbuat apapun, tidak mungkin terus melawan warga yang ada dirinya dan Gaby celaka, apa lagi warga memberi dua pilihan.
Dinikahkan atau di arak keliling kampung dengan tidak berbusana.
Sungguh tidak ada pilihan lain.
"Baik lah kita mulai"
Karena Frederick tidak bisa di hubungi, saat ini yang menjadi wali nikah Gaby adalah om-nya. bernama Marvin Peterson Wijaya. Adik kandung dari Frederick Wijaya.
Tentu Marvin terkejut ketika di hubungi oleh Madava untuk menikahkan mereka. Belum sempat menjelaskan apa yang terjadi, Marvin sudah di perintahkan oleh warga untuk segera menikahkan Gaby dan Madava, Marvin tidak bisa menolak karena warga terlihat marah dan jumlahnya sangat banyak.
"Hiks, Daddy" lirih Gaby menangis terisak kepalanya menundukan, Madava dan Marvin mendengar lirihan gadis itu.
Satu tangan Madava terkepal kuat rahangnya mengeras. Entah kenapa nasibnya seperti ini.
Juga menggerutu dalam hati menyalahkan dirinya sendiri.
Nasi sudah menjadi bubur, menyesal pun tidak ada gunanya.
'Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana jika mas Frederick tau, Gaby dan Madava menikah? Dan Aku lah yang menikahkan mereka' Batin Marvin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
ChaManda
Walinya Gaby gak ada, gimana mau sah nikahnya?👀🤔
2025-06-04
0