Hari kelima mereka di VIVACE bukan hari yang biasa. Ada sesuatu di udara—semacam ketegangan halus yang terasa dari cara para staf berbisik-bisik dan pelatih mendadak serius.
Empat gadis itu, yang kini semakin solid setelah melewati ujian awal bersama, merasa firasat yang sama: sesuatu akan berubah.
Dan benar saja. Saat mereka selesai latihan vokal sore itu, seorang staf muncul di depan pintu dengan wajah datar dan berkata,
Staff
“CEO Han ingin kalian ke ruang konferensi lantai lima. Sekarang.”
Jantung mereka berdetak tak beraturan. Biasanya, hanya trainee senior atau debut team yang dipanggil ke sana. Apa ini artinya mereka...?
Mereka menaiki lift dalam diam. Masing-masing tenggelam dalam pikiran. Pintu lift terbuka, dan lorong lantai lima tampak lebih mewah dibanding lantai lainnya. Dinding putih, lampu hangat, dan tulisan “Executive Floor” menyambut mereka.
Sesampainya di ruang konferensi, mereka mendapati Han Jiwoon duduk dengan beberapa direktur kreatif dan pelatih senior. Di meja terdapat berkas-berkas, botol air, dan satu layar besar.
Han Jiwoon (CEO)
“Duduklah. Hari ini kita mulai langkah besar.”
Tak satu pun dari mereka berani bersuara. Duduk tegak, mereka menanti dengan napas tertahan.
Han Jiwoon (CEO)
“Kalian telah menunjukkan sesuatu yang langka. Bukan hanya bakat, tapi ikatan. Dan itu sulit dicari di industri ini. Setelah rapat dengan tim kreatif, kami sepakat.”
Ia menekan tombol di remote. Layar besar menyala. Sebuah logo muncul: Sayap api berwarna merah keemasan, dan di bawahnya satu kata...
PHOENIX.
Han Jiwoon (CEO)
“Nama grup kalian adalah PHOENIX.”
Lynsandra Feligimali Grizellyn
(tercengang)
“PHOENIX... seperti burung abadi yang bangkit dari api?”
Grizellyn Rossa Aldebaran
“Itu... keren banget. Tapi juga berat.”
Nayella Aileen Leiara
“Berarti kita harus siap bangkit setiap kali jatuh.”
Kayla Nathalia Azevoyyige
“Dan terus menyala, meski dunia mencoba memadamkan.”
Han Jiwoon mengangguk, puas dengan reaksi mereka.
Han Jiwoon (CEO)
“Dan ini lagu pertama kalian. Judulnya... FIRE SATURDAY.”
Sekali lagi layar berganti, menampilkan cuplikan demo lagu. Irama retro-disco berpadu dengan beat modern. Lagu itu bersemangat, penuh energi, dan punya sentuhan glamor. Tepat seperti mereka.
Han Jiwoon (CEO)
“Konsep awal kalian: ceria dan powerful. Lagu ini akan jadi langkah pertama sebelum transisi kalian ke gaya yang lebih berani.”
Gadis-gadis itu saling pandang. Ada rasa gugup, tapi juga antusiasme yang membuncah. Ini nyata. Mereka bukan trainee biasa lagi. Mereka calon idol dengan identitas.
Grizellyn Rossa Aldebaran
“Kapan kami mulai latihan untuk lagu ini?”
Han Jiwoon (CEO)
“Besok pagi. Kalian punya tiga minggu untuk persiapan showcase internal.”
Lynsandra Feligimali Grizellyn
“Showcase?”
Han Jiwoon (CEO)
“Untuk staff internal, pelatih, dan beberapa investor. Itu akan menentukan apakah kalian akan debut secepat yang direncanakan.”
Mereka tahu tekanan itu akan datang. Tapi mendengar langsung bahwa mereka ada di ambang debut—itu membuat segalanya terasa nyata.
Malam itu, mereka kembali ke asrama. Kali ini bukan dengan tubuh letih karena latihan, tapi pikiran yang terlalu penuh dengan euforia dan kekhawatiran.
Kayla Nathalia Azevoyyige
“Fire Saturday, ya? Kayak judul film aksi.”
Nayella Aileen Leiara
“Lagu itu cocok banget sama vibe kita. Aku bisa bayangin koreonya keren.”
Grizellyn Rossa Aldebaran
“Aku suka bagian rap-nya. Waktunya ngebut latihan.”
Lynsandra Feligimali Grizellyn
“Dan... kita juga butuh nama fandom, kan?”
Mereka mendiskusikan berbagai nama—dari yang lucu sampai yang aneh. Sampai akhirnya, Nayella mengusulkan:
Nayella Aileen Leiara
“Gimana kalau... EMBERS?”
Grizellyn Rossa Aldebaran
“Kayak... bara api?”
Kayla Nathalia Azevoyyige
“Cocok banget! Karena mereka yang menjaga api kita tetap menyala.”
Lynsandra Feligimali Grizellyn
“Embers. I love it.”
Dan begitu saja, lahirlah dua hal: identitas dan semangat. Mereka kini bukan sekadar sahabat dari negara berbeda yang liburan di Korea.
Mereka adalah PHOENIX.
Dengan lagu pertama mereka FIRE SATURDAY dan dukungan dari para EMBERS, mereka siap terbang.
Tapi jalannya tidak akan mudah. Dunia K-pop bukan hanya tentang talenta—ini tentang strategi, tekanan publik, dan persaingan tak kenal ampun.
Dan di balik layar, seseorang sedang memperhatikan mereka.
Bukan hanya CEO Han... tapi juga seorang mantan idol yang menyimpan rahasia kelam.
To be continued…
Comments