eps 5

Memikirkan ucapan dari orangtuanya, Sandy berinisiatif mengajak Fara dan juga putranya untuk jalan-jalan bertiga. Agar hubungan Fara dan Aiden membaik dan lebih dekat.

Sandy menceritakan perihal Stella kepada Fara, serta Sandy yang memarahi Fara karena terlalu abai dengan Aiden.

Fara sempat marah mengetahui bahwa Aiden memanggil Bunda kepada Stella, yang tidak diketahui wajahnya. Namun Sandy jelaskan kalau itu salah Fara sendiri yang tidak peduli dengan Aiden, menyebabkan Aiden lebih nyaman dengan orang lain.

Sandy meminta agar Fara sedikit meluangkan waktunya untuk Aiden, Sandy bahkan rela memberikan sejumlah uang kepada Fara sebagai pengganti beberapa tawaran pemotretan yang dia tolak, bahkan Sandy rela menggantinya dua kali lipat.

Tentu saja hal itu tidak disia-siakan oleh Fara, padahal Fara hanya pura-pura memberikan alasan menolak pemotretan, yang pasti hanya beberapa kali saja dia pemotretan dalam seminggu, sisanya dia habiskan dengan jalan-jalan, hura-hura dengan teman-temannya.

Ketiganya tiba di salah satu pusat wahana permainan di Jakarta, berkeliling menaiki beberapa wahana, hampir satu jam berkeliling, mereka memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu.

"Daddy, Aiden mau ice cream." tunjuk Aiden pada salah satu stand penjual ice cream.

"Oke, jagoan," sahut Sandy menggendong Aiden menuju stand penjual ice cream, sedangkan Fara menunggu sambil memesan makanan di dalam restoran.

Aiden dan Sandy membawa dua cup ice cream dengan rasa coklat dan strawberry. Keduanya menghampiri Fara yang tengah duduk di dalam restoran.

Sejenak Sandy pamit menjauh guna menerima telepon. Karena suasana di sekitar restoran sangat ramai.

"Aunty, Aiden pengen pipis," ucap Aiden memegangi selangkangannya.

"Ayo," ajak Fara.

"Kamu masuk ke dalam, Aunty tunggu di sini, jangan lupa di siram ya?" ucap Fara ketika sampai di toilet khusus pria.

"Aunty, bagaimana Aiden melepas celananya? Aiden malu kalau lepas di sini," balas Aiden mulai tak nyaman, karena pipis yang dia tahan.

Fara berdecak, "Tinggal dibuka apa sudahnya sih!" sahutnya ketus.

"Kalau di rumah biasanya Oma yang nemenin Aiden ke toilet," balas Aiden.

"Masak iya, gue harus masuk ke toilet cowok," gumam Fara mendengus kesal.

Meluaskan tatapannya. "Heh, kamu!" panggil Fara melambai ke arah pria yang sepertinya pegawai restoran.

"Saya, Nyonya," tunjuknya pada diri sendiri.

"Iya, cepetan sini," jawab Fara menggerakkan tangannya, memberi isyarat agar pria itu segera mendekat.

Dia mengeluarkan selembar uang pecahan seratus ribu dan memberikan kepada pegawai tersebut.

"Nih, buat kamu. Anterin anak saya ke toilet, dia kebelet pipis, buruan," titahnya.

"Tapi, Nyonya —"

"Udah, buruan. Anak saya udah kebelet itu, mau, dia ngompol di sini? Terus kamu yang bersihin?" selanya bersungut-sungut.

"Ti-tidak, Nyonya."

"Ya udah, cepetan," sentaknya.

Sesaat setelah selesai dari toilet.

"Aunty, Aiden mau itu." Aiden menunjuk ke arah penjual gulali besar.

"Tidak boleh! Nanti gigi kamu rusak," jawab Fara cepat, melirik sekilas ke arah tunjuk Aiden.

Aiden menekuk wajahnya lesu.

"Aunty kalau yang itu boleh?" tanyanya lagi.

"Tidak boleh!" jawab Fara acuh, memperhatikan ponselnya.

"Aunty, kita main pancingan yuk?" Aiden menarik-narik ujung baju Fara.

"Tidak boleh!"

"Aunty, kita lihat yang —"

"Tidak boleh. Tidak boleh. Tidak boleh. Kalau Aunty bilang tidak, ya tidak, Aiden!" bentak Fara yang jengah dengan rengekan Aiden.

Aiden menundukkan kepalanya, memainkan kedua jarinya, matanya berkaca-kaca hampir menangis.

Dia mendongak melihat Fara yang masih sibuk dengan ponselnya. Merasa tidak di awasi, Aiden pun berlari melihat badut yang sedang berpose dengan beberapa anak.

"Hai, aku Tomi, siapa nama kamu?" tanya seorang anak yang juga ikut melihat badut di sampingnya.

Aiden menyambut tangan Tomi. "Aku Aiden," jawabnya.

Keduanya asik melihat badut yang sedang menirukan gaya berenang, gelak tawa memenuhi sekitar.

Fara tersadar kalau Aiden tidak berada di sampingnya, segera dia menoleh ke seluruh penjuru, guna menemukan pria kecil itu.

"Anak sialan! Menyusahkan saja, kalau Sandy tahu bisa habis gue," gerutunya kesal.

"Kemana sih tuh anak?" Fara berjalan menyusuri setiap arena bermain dengan matanya yang menatap awas.

Sesekali dirinya berteriak memanggil nama Aiden, tapi tidak ada sahutan, kakinya sudah lelah berjalan. Fara berhenti sejenak saat melihat kerumunan orang.

"Mungkin dia di sana," gumamnya menghampiri kerumunan, yang ternyata sedang ada pertunjukan badut.

Fara menilik sekitar adakah Aiden di sana, matanya terfokus pada dua anak kecil yang salah satunya adalah Aiden.

"Itu dia!"

Dengan langkah lebar serta gerutuan dalam hati Fara menghampiri kedua anak laki-laki itu.

Fara menarik lengan Aiden dengan kasar. "Di sini kamu ternyata, Aunty lelah mencari cari kamu Aiden. Lain kali kalau pergi itu, bilang?" bentak Fara meluapkan kekesalannya.

Aiden meringis kala lengannya dicengkeram kuat oleh Fara.

"Siapa kamu?" tanya Fara pada anak laki-laki kecil di samping Aiden.

"Saya Tomi, Tante. Teman Aiden," jawab pria kecil itu tersenyum lebar.

Fara melirik dari atas sampai bawah dengan tersenyum sinis, kemudian beralih pada Aiden.

"Berapa kali Aunty bilang, Aiden. Jangan berteman dengan sembarangan orang, apalagi orang miskin," sindir Fara menoleh sinis ke arah Tomi.

Di lihat dari penampilan pria kecil itu memang bukan dari kalangan atas seperti Aiden.

"Tomi baik kok, Aunty," bela Aiden.

"Bagaimana kamu tahu dia tidak memanfaatkan kamu, ha? Kalian baru berkenalan 'kan?" hentak Fara emosi.

Tentu saja kedua pria kecil itu bingung dengan ucapan Fara, mana paham anak sekecil mereka tentang arti memanfaatkan.

"Udah, ayo kita pergi dari sini," Fara segera menarik tangan Aiden.

Aiden sedikit terseok mengikuti langkah kaki Fara yang lebar, juga meringis saat pergelangan tangannya di tarik kuat.

"Jangan sekali-kali kamu kabur dari Aunty, Aiden. Kalau Daddy tahu kamu hilang, dia bakalan marah sama Aunty, sama kamu juga," sentak Fara menatap tajam ke arah Aiden, sedangkan Aiden terduduk dengan menundukkan kepalanya.

Fara menghela nafas lelah. "Dan juga, jangan sembarangan kamu menerima orang lain menjadi teman kamu, belum tentu dia orang baik."

"Tapi, kata Bunda, Aiden tidak boleh membeda-bedakan teman," bantah Aiden mendongak menatap Fara.

Mendengar Aiden memanggil perempuan lain dengan sebutan Bunda, membuat darah Fara mendidih.

"Jangan bicarakan tentang Bunda kamu di sini. Aunty tidak suka," bentak Fara keras.

Aiden terlonjak.

Fara kembali mengembuskan nafas panjang. "Lagi pula, Aunty sebentar lagi akan jadi Mommy kamu Aiden, bukan orang lain," tutur Fara halus.

"Tapi Aiden sayang sama Bunda," cicit Aiden menunduk.

Lagi-lagi Aiden menyebut nama orang lain, membuat Fara kembali tersulut emosi.

"Diam!!" bentak Fara keras.

Aiden berjengit, tak berapa lama terdengar tangisan Aiden, membuat Fara semakin frustasi.

"Berhenti menangis, Aiden."

Bukannya berhenti, justru Aiden semakin terisak.

"Aiden, Aunty bilang berhenti menangis, nanti Daddy kamu marah," pinta Fara mulai was-was kalau tiba-tiba Sandy datang.

Aiden masih sesegukan, membuat Fara geram bukan main, kenapa mengurus anak sangat menyebalkan, bisa-bisa dia darah tinggi kalau terus seperti ini, dan membuatnya cepat tua, oh tidak, dia tidak mau itu terjadi.

Fara mencubit lengan Aiden. "Aunty bilang, diam. Ya diam, Aiden," desisnya menatap tajam kearah Aiden.

Seketika Aiden berhenti menangis melihat Fara melotot ke arahnya, serta cubitan di lengannya yang terasa sakit, dia sangat takut.

"Anak pintar," Fara tersenyum mengelus kepala Aiden.

"Maaf, tadi ada telepon penting," ucap Sandy ketika sudah kembali duduk di samping Aiden.

"Gapapa, sayang," jawab Fara halus, berbanding terbalik dengan apa yang telah di lakukan terhadap Aiden beberapa menit yang lalu.

"Jagoan Daddy kenapa murung? Hem?" Sandy mengelus kepala Aiden yang menunduk.

"Ayo kita lanjutkan permainannya, Aiden mau main apa?" tanyanya lagi.

Aiden menggeleng. "Aiden mau pulang, Daddy."

"Lho kok pulang? Atau Aiden mau Daddy belikan sesuatu?" tawar Sandy.

Aiden kembali menggeleng. "No, Dad. Aiden mau pulang."

Sandy menyernyit mendengar jawaban Aiden, tidak biasanya Aiden seperti ini, dia merasa ada yang aneh dengan putranya.

"Aiden sudah lelah, sayang. Lebih baik kita pulang saja, kasihan Aiden kecapek'an," ujar Fara tersenyum mengelus kepala Aiden.

Mungkin benar Aiden kecapean bathin Sandy.

"Ya sudah, ayo kita pulang." Sandy beranjak dan menggendong Aiden.

Sepanjang jalan menuju parkiran, Aiden terus saja diam, mengeratkan pelukannya di leher sang Ayah.

Hal itu semakin membuat Sandy khawatir, karena biasanya Aiden selalu berceloteh, bertanya tentang apa yang dia lihat. Atau mungkin Aiden memang kelelahan sehabis bermain banyak wahana tadi.

~••~

Terpopuler

Comments

Modish Line

Modish Line

blm jadi mamanya Aiden udh kaya ema tiri gini kelakuannya ....kalo jadi nikah bakalan abis nih Aiden disiksa sama si Fara gila

2024-11-30

0

Yuli Yuli

Yuli Yuli

itu judul lagunya Ida Laila jenggg🥰🥰🥰 kjamnya ibu tiri😁😁

2024-02-29

0

Patrish

Patrish

Sandy... ketutup apa sih mata mu...

2024-02-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!