"Lo harus datang, Ste."
"Iya, gue usahain, Rin."
"Oke, gue tunggu, kalau gitu gue pergi dulu ya. Bye, Ste." lambaian Erin dibalas anggukan oleh Stella.
Stella membolak-balikkan undangan di tangannya, disana tertulis acara ulangtahun Vini, putri dari sahabatnya Erin. Sebenarnya dia malas untuk datang, karena disana pasti banyak anak-anak. Hal itu mengingatkan dirinya dengan mendiang Rafa.
Stella menghembuskan nafas panjang, beranjak dari cafe tempatnya bertemu dengan Erin, dia memutuskan untuk ke mall mencari kado untuk keponakannya itu.
***
Suasana kediaman Erin sangat ramai. Beberapa tamu sudah hadir, rumah Erinpun disulap dengan berhiaskan balon-balon yang lucu, anak-anak saling kejar-kejaran, memeriahkan acara.
Setelah memberikan kado untuk Vini dan berbincang-bincang dengan Erin, Stella memutuskan untuk pulang saja, karena sebenarnya dirinya kurang enak badan.
Saat berjalan keluar rumah, tak sengaja dirinya melihat anak kecil yang duduk sendirian di kursi taman samping rumah Erin. Stella berniat menghampiri.
"Hai," sapa Stella tersenyum melambaikan tangan, saat berada di depan pria kecil yang sedari tadi menundukkan kepalanya.
"Boleh Aunty duduk di sini?" tanyanya lagi, setelah tak mendapat sahutan.
Pria kecil itu lantas mengangguk lesu.
"Nama kamu siapa, sayang?" tanya Stella mengintip kearah pria kecil di sampingnya yang masih betah menunduk.
"Aiden," jawab pria kecil itu hampir berbisik.
Stella mengangguk. "Kenapa enggak masuk ke dalam? Teman-teman kamu sedang bermain di dalam loh."
"Aiden nggak mau kesana," tolak Aiden cepat.
Stella menyernyit. "Kenapa?" tanyanya penasaran.
"Di sana semua bersama Mommy, sedangkan Aiden tidak punya Mommy," jawab Aiden memainkan kedua jarinya yang bertaut.
Stella terkesiap. "Memangnya Mommy Aiden kemana? Kalau boleh Aunty tahu."
"Kata Daddy, Mommy ada di surga. Waktu Aiden tanya dimana surga, Daddy bilang tempatnya jauh, Aiden tidak bisa kesana," jawabnya murung.
Stella terenyuh mendengar jawaban pria kecil di sampingnya, dia jadi teringat Rafa.
"Terus, Aiden kesini sama siapa?"
"Sama Aunty Fara, tapi Aunty Fara bilang ada urusan, jadi Aiden di sini sendiri, nanti dijemput Pak Udin."
Terlihat jelas wajah sedih dari Aiden, kalau dilihat-lihat sepertinya usia Aiden tidak beda jauh dengan Rafa, seandainya Rafa masih hidup.
"Mau Aunty temenin ke dalam?" usul Stella kemudian, merasa tidak tega melihat wajah murung pria kecil nan menggemaskan di sampingnya.
Aiden mendongak. "Bagaimana dengan anak Aunty?"
Stella tersenyum. "Sama seperti Mommy Aiden, anak Aunty juga ada di surga," jawab Stella mendongak menatap langit.
Aiden ikut mendongak. Dia memilin ujung bajunya, "Apa Aiden boleh memanggil Aunty, Mommy?" tanyanya gugup.
Stella terkesiap, detik berikutnya kedua ujung bibirnya terangkat. "Bagaimana kalau Bunda Stella?"
Aiden menoleh. "Bunda Stella?" ulangnya tak mengerti.
Stella mengangguk. "Iya, nama Aunty, Stella, dulu anak Aunty juga manggil Aunty, Bunda," terang Stella tersenyum melihat wajah pria kecil yang ternyata sangat tampan dan menggemaskan, dengan bola mata yang lebar juga bulu mata lentik.
Aiden berbinar, "Oke, Bunda," sahutnya antusias.
"Yuk," ajak Stella mengulurkan tangan dan disambut Aiden.
Stella menggenggam tangan Aiden, menuntunnya menuju kediaman Erin, mengikuti acara sampai selesai.
*
Beberapa jam kemudian acara usai. Setelah berpamitan dengan Erin dan juga Vini, Stella menggendong Aiden keluar rumah, mencari keberadaan sopir pribadi yang bertugas menjemput Aiden.
"Itu Pak Udin." tunjuk Aiden saat melihat Pak Udin berdiri di samping mobilnya.
"Tuan Muda," sapa Pak Udin menunduk hormat, membukakan pintu untuk Aiden.
"Bunda, Aiden pulang dulu ya?" pamitnya tersenyum riang.
Sedangkan Pak Udin nampak kebingungan, kenapa tuan mudanya memanggil perempuan di depannya dengan sebutan Bunda? Dan kemana Fara? yang notabene calon ibu sambung Aiden.
"Iya, sayang. Aiden hati-hati ya?" balas Stella mencubit pipi Aiden gemas.
Stella tersenyum dan menganggukkan kepalanya, saat Pak Udin menunduk hormat padanya.
Aiden membuka kaca mobilnya, melambai ke arah Stella. "Dah.. Bunda.."
Stella membalas lambaian Aiden, setelah mobil agak jauh stella menghelas nafas dan berbalik menuju mobilnya.
*
"Pak Udin?" panggil Aiden ketika di dalam mobil.
"Ya, Tuan."
"Pak Udin tahu rumahnya Bunda Stella nggak?"
"Bunda Stella?" gumam Pak Udin mengingat. "Siapa itu, Tuan Muda?"
Aiden mendengus. "Bunda Stella, Pak Udin, yang tadi gendong Aiden," balasnya ketus.
Pak Udin menggeleng. "Bapak tidak tahu, Tuan."
"Hufftt.." Aiden menekuk bibirnya. "Bapak tahu nomor hpnya?" tanyanya lagi.
Lagi-lagi Pak Udin menggeleng. "Tidak, Tuan," cicit Pak Udin pelan. Merasa tak enak melihat wajah muram anak majikannya, dari kaca spion.
***
Di tempat lain, Sandy sedang bertemu dengan klien penting di salah satu restoran ternama di Jakarta.
Sebenarnya tadi dia bersama Fara -kekasihnya- mengantar putra semata wayangnya ke acara ulangtahun teman sekolahnya.
Tapi, belum sampai menginjakkan kaki di rumah teman Aiden, Alvin sang asisten mengabari kalau ada janji dengan klien. Seandainya tidak penting, pasti Sandy akan menolak dan memilih menemani sang anak, tapi ini adalah kolega bisnis dari luar negeri, yang jarang berkunjung ke Indonesia. Jadi mau tidak mau dirinya harus menemuinya, dan meninggalkan Aiden bersama Fara.
Lewat lima menit Sandy selesai dengan urusan bisnisnya, dia melihat Fara, sang kekasih yang juga berada di restoran yang sama dengannya, bersama teman-temannya.
Kalau Fara di sini lalu Aiden dimana? Apakah acaranya sudah selesai? Tapi ini baru satu jam dia meninggalkan mereka. Dan yang dia tahu acara ulangtahun seperti itu akan lebih dari satu jam, pikirnya.
Sandy bergegas menghampiri Fara. "Fara, dimana Aiden?" tanyanya to the point.
Fara cukup terkejut melihat kehadiran Sandy di sini, dia sedikit gugup.
"Aiden masih di rumah temannya, sayang." Fara berusaha bersikap biasa saja dengan bergelayut manja di lengan Sandy.
"Kenapa kamu di sini? Bukannya menemani Aiden di sana?" hentaknya meninggikan suaranya.
Fara terkesiap, bahkan tangannya terlepas sendirinya dari lengan Sandy.
"Ta-tadi aku ada pemotretan mendadak, sayang. Jadi aku tinggal Aiden sebentar, lagian aku juga sudah menelepon Pak Udin untuk menjemputnya, bela Fara tergagap, dia takut melihat kilat kemarahan di mata Sandy.
Tanpa menjawab ucapan Fara, Sandy segera berlalu meninggalkan Fara. Merogoh saku jasnya, mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Halo, Ma. Aiden dimana?" ucap Sandy ketika sambungan terhubung.
"Bukannya Aiden pergi ke acara ulang tahun temannya? Sama kamu dan Fara 'kan, San?"
"Sandy ada meeting penting, Ma —"
"Omaaa..." terdengar suara anak kecil di seberang yang diyakini adalah suara anaknya.
"Sandy, Mama butuh penjelasan dari kamu!"
Tut
Sambungan di tutup sepihak, Sandy menghela nafas lelah, pasti Mamanya akan memarahinya setelah ini.
***
"Omaa" teriakan Aiden menggema di rumah mewah kediaman Van Houten.
"Oma, tadi Aiden ketemu Bunda Stella, dia baik sama Aiden, Oma," tutur Aiden antusias.
"Bunda Stella? Siapa dia, sayang?" tanya Laras -Ibunda Sandy- seraya memangku cucunya.
"Tadi Aiden ketemu Bunda waktu di rumah Vini, dia temenin Aiden waktu Aunty Fara ninggalin Aiden di sana sendirian, Oma," jawab Aiden dengan wajah bahagianya.
Laras tersentak "Aunty Fara ninggalin kamu sendirian sayang"
Aiden mengangguk "iya oma katanya Aiden pulang bareng pak Udin" jelas Aiden dengan polosnya
"Oma, Oma," Aiden menggoyang-goyang lengan Laras yang terbengong.
"Ya, sayang?"
"Oma, Bunda Stella baiiikk banget. Kata Bunda, Aiden boleh makan coklat, tapi enggak boleh banyak-banyak. Nanti ompong kayak nenek-nenek," Aiden terkikik. "Bunda juga bilang, Aiden boleh berteman sama semua orang, enggak boleh pilih-pilih," sambungnya riang.
Terus saja Aiden membicarakan tentang Bunda Stella yang Laras tidak tahu siapa dia, dan bagaimana rupanya. Tapi menurut cerita Aiden sepertinya wanita itu orang baik.
***
"Ma, dimana Aiden?" tanya Sandy ketika memasuki rumah.
"Apa maksudnya dengan kamu meninggalkan Aiden sendirian di acara seperti itu Sandy?" cecar Laras menatap tajam putra semata wayangnya.
"Maafkan Sandy, Ma."
"Lalu? Dimana Fara?"
"Dia ada pemotretan, Ma," jawab Sandy lesu.
"Bagus. Perempuan itu lebih memilih pekerjaan ketimbang mengurus anak kamu. Ingat ya Sandy, kamu menikah bukan untuk kamu sendiri, tapi mencari sosok ibu untuk Aiden," tutur Laras mengingatkan.
"Sandy tahu, Ma."
"Lalu?"
Sandy menghembuskan nafas panjang. "Nanti Sandy akan bicara dengan Fara," putusnya final.
"Ingat pesan Mama." tuntut Laras berlalu menuju kamarnya, meninggalkan Sandy yang berdiri di posisinya.
***
"Lo ada masalah apa sama Sandy Far?"
Fara menoleh ke arah kiri, melipat kedua tangannya. "Huh! Ini gara-gara anaknya si Sandy. Sandy ninggalin gue di acara ulangtahun anak-anaknya itu, gue bosen 'kan harus ikut acara begituan, bahkan sebenarnya gue nggak suka sama anak-anak, merepotkan," sungutnya kesal.
"Gue tinggal aja tuh anak di sana, biar nanti dijemput sama sopor pribadinya, biar gue bisa seneng-seneng di sini sama kalian. Eh, tahunya, Sandy malah meeting di sini juga, sial!" sambungnya memaki.
"Heh, lo lupa? Pacar lo itu duda dengan satu anak, kalau lo mau bapaknya lo juga harus nerima anaknya, dong?" sahut wanita di depannya yang berpakaian mini berwarna pink.
"Kalau saja Sandy bukan orang kaya dan tampan, gue pasti mikir dua kali buat jadi istrinya," balasnya pongah.
Wanita di sampingnya tergelak. "Putusin aja, udah."
"Enak aja lo, susah payah gue dapetin dia, sekarang lo nyuruh gue putusin, gue nggak mau," tolaknya tegas.
"Iya, lo juga nggak jelek-jelek amat Far, banyak lah yang mau sama lo."
"Sialan lo, gue emang cantik," hentaknya kesal. "Cowok emang banyak, tapi nggak ada yang setajir Sandy," sambungnya menyeringai.
"Lo harus pura-pura baikin anaknya kalau gitu," usul yang lainnya.
Fara menyeringai, mengetuk meja dengan kukunya. "Ya, gue akan berusaha."
~••~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
iis sahidah
bunda Stella keren
2024-12-15
0
Neneng Zakiyah
ternyata uler juga....😁
2024-02-04
0
Nuryati Yati
dasar cewek matre
2024-01-31
0