Kondisi Arka yang belum sadar, membuat Diah mau menerima tawaran Sandra agar anaknya tidak tahu jika istrinya dia paksa untuk pergi.
Setelah mengemasi barangnya, Sandra memasuki ruangan laki-laki bertubuh tegap nan tampan. Sebagai seorang istri, apapun kondisinya, apapun keadaan suaminya, apapun perlakuannya, dia tetap menyayanginya sepenuh hati. Walaupun di matanya terkadang kita di anggap seperti orang bodoh, tetapi tetap saja kita menuruti semua perintahnya dan mengabaikan perlakuan buruknya.
"Mas ..." Sandra menjeda kalimatnya, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Dalam benaknya dia tidak tahu lagi harus bagaimana setelah ini. Jiwanya sudah bergantung dengan Arka selama ini. "Maafkan aku jika aku membuat hidupmu kesulitan selama ini. Aku tahu ini bukan pilihan yang baik, tapi demi kamu bisa bahagia, aku rela melepaskan semuanya."
"Mas ..."
"Kelak jika tanpa sengaja kita bertemu lagi, abaikan saja, aku. Jangan pernah kamu menderita lagi setelah ini." Sandra tidak sanggup mengungkapnya. "Maaf aku telah membunuh anak kita, Mas. Seandainya aku menuruti kata-kata Mama malam itu, mungkin dia di sini bersama kita." Tangis Sandra pun pecah seketika. Hidup sendiri, orang tua sudah pergi mendahuluinya dan anaknya pun mengikuti ke dua orang tuanya. Sandra benar-benar hidup sebatang kara kali ini. Sandaran hidupnya harus rela dia tinggalkan demi kebahagiaannya.
Tubuhnya condong ke depan untuk mengecup sesaat suaminya sebagai tanda perpisahan. Air matanya menetes membasahi kulit Arka. Wanita cantik dengan hati tulus itu beranjak meninggalkan laki-laki tercinta. Meski berat dia tetap melangkah tegak tanpa menoleh kebelakang. Tekadnya kini sudah bulat untuk pergi dari sisi laki-laki yang pernah memberikan seorang anak untuknya.
.
.
.
Di mana kamu Sandra? Kenapa kamu tega." Arka menangis seperti anak kecil. Dia menyesal selama ini sering mengabaikan istrinya. Bahkan tidak segan-segan dia memukul Sandra jika emosinya tidak terkontrol.
"Aku harus mencarinya sekarang sebelum dia lebih jauh." Arka melepas semua selang yang menempel pada tubuhnya. Dia harus bergegas menemui sang istri untuk minta kejelasan.
"Tuan Arka!" Perawat baru saja tiba sudah di buat panik oleh pasiennya.
"Tuan tidak boleh keluar dulu! Kondisi Anda masih belum stabil," ujar perawat. "Dokter! Dokter!" Teriak perawat meminta bantuan.
"Biarkan saya pergi, Sus. Saya mau mencari istri saya!" Arka terus histeris sambil melepas selang infusnya. Dokter yang datang langsung menyuntikkan obat penang pada lengannya.
Tidak butuh waktu lama obat itu bereaksi. Arka kembali tenang di bantu perawat dia terbaring di bed. Matanya kembali terpejam.
Dari balik pintu nampak seulas senyum misterius yang di sembunyikannya. Akhirnya dia berhasil membuat anaknya dan wanita pembawa sial itu berpisah. "Maafkan Mama, andai saja Papa mu tidak memaksa menikahkan kamu dengan wanita pembawa sial itu, mungkin saat ini kamu bisa semakin sukses dengan dukungan dari keluarga Vena. Hanya ini satu-satunya cara agar kalian bisa berpisah," batinnya.
Setelah keluar dari rumah sakit, dia menyempatkan diri ke rumahnya untuk mengambil beberapa barang pribadinya. Entah kebetulan atau memang sudah di atur oleh Diah, Papa Arka tidak ada di tempat. Menurut maid yang ada di sana, dia sedang pergi bersama teman lamanya.
Dengan cepat Sandra mengemasi baju dan buku tabungan miliknya yang dia simpan selama ini. Uang ini adalah hasil dia menabung dari sisa pemberian Arka. meski tidak banyak, tapi masih bisa dia gunakan untuk hidup kedepannya.
"Nona mau ke mana? Tuan Rahman masih belum kembali, tunggulah sebentar," ujar Maid dengan wajah kebingungan saat melihat majikannya yang baik hati membawa koper.
"Jangan bilang siapa pun kalau aku pulang ke rumah, terutama Papa."
"Tapi, Non ..."
"Turuti saja apa kata ku, Bi. Bibi nggak mau kan, kalau Papa jatuh sakit? Jadi jangan sampai ada yang tahu."
"Ba-baik, Non. Tapi ... apa kita masih bisa bertemu lagi? Bibi sangat menyayangi Non Sandra," lirih Bibi.
"Kalau Tuhan masih mengijinkan. Yang penting sekarang Bibi baik-baik saja di sini."
Banyak orang yang menyayangi Sandra di rumah itu, hanya Nena dan Diah saja yang begitu membencinya. Dia selalu menghalalkan segala cara untuk merusak rumah tangga Arka dan Sandra.
"Aku pergi dulu, Bi. Jaga diri baik-baik," ujar Sandra lalu berjalan ke luar pintu utama. Di depan sudah menunggu taxi yang akan mengantarnya pergi ke terminal. Uang yang dia miliki tidak begitu banyak jadi dia harus berhemat dengan menaiki angkutan umum nantinya.
"Ya Tuhan ... berikanlah petunjuk-Mu, harus ke mana kakiku melangkah." Sandra mulai kebingungan. "Seharusnya uang ini cukup untuk menyewa hotel yang harganya miring. Besok pagi aku akan cari kontrakan sekalian melamar kerja," gumamnya.
sesampainya di terminal, Sandra menaiki bus menuju luar kota. Beruntung, itu adalah bus terakhir menuju ke Kota Sanan. Jadi dia bisa segera meninggalkan kota kelahiran suaminya.
Butuh waktu dua jam untuk tiba di Kota Sanan. Sesampainya di sana, dia mencari kamar termurah untuk istirahat dan melanjutkan perjalanan esok.
"Sepertinya ini lebih baik," lirihnya sambil berjalan memasuki bangunan kecil yang terlihat bersih.
"Apa ada kamar kosong?" tanya nya pada petugas yang berjaga.
"Kebetulan hanya ada satu. Yang lainnya penuh."
Setelah menyetujui harga, Sandra menuju kamarnya. "Tidak buruk juga." Sandra mulai menata barangnya dan membersihkan diri.
Setelah selesai, dia nyalakan ponselnya untuk mengirim pesan pada temannya. Namun, fokus matanya tertuju pada nomor seseorang yang sangat dia hafal. "Mas Arka?" lirihnya terkejut.
Tidak berselang lama, Arka menghubunginya kembali, tetapi Sandra abaikan. Selesai mengirim pesan, Sandra mematikan lagi ponselnya. Dia tidak mau berurusan lagi dengan keluarga Rahman.
.
.
.
Cahaya pagi menyinari seluruh penjuru dunia termasuk paginya seseorang yang sedang di landa kegundahan. Sandra kembali melanjutkan perjalanan menuju kota besar untuk mengadu nasib. Sesampainya di pusat kota dia mencari kontrakan kecil. Sayangnya harga di sini cukup mahal untuk orang tanpa penghasilan seperti dirinya.
"Kalau mau ada rumah kos, sewanya lebih murah. Tempatnya juga bersih dan nyaman," ujar pemilik kontrakan.
"Boleh, di mana itu? Apa jauh dari sini?"
"Tidak. Ikut denganku."
Sandra mengikuti wanita setengah baya itu menuju tempat kos anak-anak kuliah yang sangat luas dan banyak kamarnya.
"Itu," tunjuknya.
Casandra memperhatikan lingkungan sekitarnya. "Sangat bersih, ini akan terasa nyaman. Sambil menunggu pekerjaan aku akan tinggal di sini saja kalau begitu," batinnya.
"Baiklah, saya ambil yang ini saja."
Setelah melakukan pembayaran, dia membersihkan kamarnya dan menata barang-barangnya. Tidak banyak yang dia bawa, namun ada beberapa surat berharga miliknya termasuk buku nikah miliknya. Karena sudah sejak kemarin dia belum juga makan, akhirnya dia memutuskan untuk keluar mencari warung terdekat yang harganya terjangkau.
"Sepertinya aku harus keluar mencari makanan. Sejak kemarin perutku belum terisi," gumamnya. Sandra mengambil selembar uang dan mengganti bajunya.
Tidak banyak yang berjualan di sana, hanya beberapa saja yang menurutnya harganya murah.
Antrian yang panjang membuatnya harus sedikit bersabar. Namun di satu sisi itu adalah keberuntungannya karena dia bisa bertemu dengan teman sekolahnya yang lama hilang kontak dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments