BAGIAN 3

Gelap. Sunyi. Lalu—tertawa. Suara anak-anak. Cemoohan yang tajam seperti pecahan kaca.

"Anak haram!"

"Ngapain kamu di sini? Nggak ada yang mau main sama kamu!"

"Kehadiranmu itu tidak diharapkan!"

"Kamu dan ibumu hanyalah beban di sini. Pergi sana!"

"Kamu tidak pantas berada di sini!"

"Mama...!

"Mama.... Adi ikut....!!!"

Dan ketika ia menangis sekeras-kerasnya, sebuah suara dengan lembut memanggil namanya...

"Mas, bangun dulu, yuk!"

"Mas!"

"Mas!"

"Mamaa....!"

Mata Adimas terbuka. Napasnya tersengal, tubuhnya basah oleh keringat. Kamar hotel itu begitu temaram, hanya diterangi cahaya lampu tidur kecil di samping ranjang. Ia masih terbaring di sofa. Dadanya terasa sesak.

Deru napas Adimas masih belum beraturan. Matanya langsung terbuka dan jantungnya masih berdegup kencang. Mimpi sialan itu lagi-lagi mengganggu ketenangannya.

"Minum dulu, Mas," suara lembut itu membuat Adimas tersentak. Entah sejak kapan Jasmine berada di dekatnya. "Ini," Jasmine memberikan segelas air untuk Adimas yang baru terbangun dari mimpi buruknya.

Melihat wajah yang kini memandangnya dengan kasihan membuat Adimas kesal. Adimas nyaris menepis tawaran itu. Mana bisa ia menerima bantuan dari seseorang yang sangat ia benci. Tapi tenggorokannya begitu kering, seperti pasir di tengah padang. Ia akhirnya menerima gelas itu tanpa suara dan meminumnya habis.

Kesunyian melingkupi kamar. Jasmine masih duduk di lantai dekat sofa, matanya tak lepas menatapnya. Ada kekhawatiran, atau mungkin iba. Apapun itu sangat membuat Adimas kesal.

Ia mengembalikan gelas itu, matanya menatap tajam.

"Mau lagi?" tanya Jasmine dengan nada yang sama, begitu lembut dan penuh perhatian.

Adimas mendengus. Lalu tanpa suara ia segera berdiri, berusaha melawan degup jantungnya yang masih berdegup kencang. Lagi-lagi mimpi itu datang. Lebih kesalnya harus datang saat ia bersama Jasmine.

Ah, ini pasti karena ia lupa minum obatnya.

"Mas? Kamu butuh sesuatu?"

Adimas hanya menoleh sekilas. "Tidak usah sok peduli. Bagi saya kamu tetaplah sama. Jangan berharap banyak pada saya apalagi pernikahan sialan ini. Saya tidak benar-benar menganggap kamu istri saya."

Tanpa memperdulikan Jasmine, Adimas segera ke kamar mandi untuk segera mandi dan berwudhu. Ia belum sholat subuh. Segera ia membasuh wajahnya, saat air dingin itu mulai menyentuh wajahnya, saat itulah ia merasa lebih baik. Sesaat setelah itu, ia menatap dirinya di kaca kamar mandi. Mata yang memerah, rambut berantakan. Penampilan Adimas benar-benar kacau.

Tidak seharusnya ia melupakan obatnya semalam. Masih terekam di pikirannya, semalam ia berniat menemui dokter pribadinya untuk mengambil obatnya. Namun bukannya bertemu dokter, ia justru bertemu dengan seorang perempuan hamil ditemani seorang lelaki yang sedang mendorong motor.

Awalnya Adimas tetap melajukan mobilnya tanpa peduli pada dua orang tersebut, namun sisi kemanusiaannya membawanya menuju tempat dua orang tersebut. Saat itulah ia melihat wajah pucat perempuan tersebut sambil merintih kesakitan. Kejadian itulah yang membuatnya lupa mengambil obatnya pada dokternya tersebut. Hingga berakhir ke mimpi buruk yang kembali hadir.

Cukup lama ia berada di kamar mandi, setelah selesai berwudhu, ia segera keluar kamar mandi. Kini badannya terasa lebih segar. Matanya kemudian melihat Jasmine sedang duduk bersila di sofa sambil memegang sebuah buku saku. Mulutnya tampak bergerak. Entah apa yang Jasmine lakukan, Adimas sama sekali tidak peduli.

Pun perempuan itu sendiri tidak melihat ke arahnya. Lebih tepatnya, posisi Jasmine itu membelakanginya.

Ia segera menuju sajadah yang dijadikan Jasmine alas sholat tadi. Setelah bersiap dan merapikan pakaiannya, ia lalu segera melaksanakan rukun Islam yang kedua tersebut.

"Allahu Akbar...."

Jika banyak yang mengira Adimas sholat karena ia adalah sosok yang religius, maka itu sebenarnya salah. Adimas sholat bukan untuk itu. Ia sendiri bukanlah sosok yang peduli untuk memperdalami ilmu agama.

Ia sholat hanya untuk mengingat mamanya. Hanya itu yang diwariskan mamanya sebelum pergi.

Setelah ia sholat, ia segera melipat sajadah tersebut dan meletakkannya di pinggiran sofa. Mata Adimas melihat sekeliling namun ia tidak menemukan Jasmine di sudut manapun.

"Lebih baik begini dari pada ada dia," gumamnya pelan.

Adimas sama sekali tidak peduli. Ia segera melangkah menuju lemari, lalu mengambil kemeja yang sudah ia gantungkan kemarin. Lebih tepatnya ia meminta Akmal meletakkan pakaian kerjanya itu kemarin.

Tanpa ragu, ia lalu membuka baju kaos yang membungkus tubuhnya, lalu melepasnya begitu saja, memperlihatkan dada dan perut yang kekar karena rutin olahraga. Ia baru saja akan mengambil kaos lain dari koper, namun saat itulah ia mendengar suara setengah berteriak seorang perempuan.

“Astaghfirullah!Kamu kenapa nggak pakai baju?!" seru Jasmine yang diduga Adimas baru keluar dari kamar mandi.

Refleks, Adimas menoleh, hanya untuk melihat punggung gadis itu membelakanginya. Tubuhnya kaku. Jasmine jelas-jelas panik. Ia bahkan memejamkan mata dan mengangkat satu tangan ke atas seolah-olah mengusir dosa yang tiba-tiba menyerbu pandangannya.

Adimas diam. Lalu tertawa kecil, namun nada sinis yang biasa tetap terdengar.

“Munafik,” gumamnya pelan, cukup keras untuk didengar Jasmine. “Kamu bahkan sering berganti pacar dari semasa sekolah. Saya rass tidak ada yang bisa menjamin kamu belum pernah melihat dada lelaki. Kamu tidak sepolos itu."

"Terserah apa yang kamu pikirkan. Tapi cepat pakai bajumu." seru Jasmine panik.

“Udahlah, nggak usah sok suci,” ucap Adimas, kini lebih dingin. “Saya bahkan ragu kamu masih perawan atau tidak." Adimas tidak peduli perkataannya akan menyakiti Jasmine atau pun tidak. Namun ia berharap iya. Karena itulah tujuannya menikahi Jasmine.

Gadis itu tidak menjawab. Pun Adimas juga tidak peduli. Ia langsung mengenakan kemeja kerjanya. Setelah memastikan kemejanya rapi, ia menatap Jasmine dengan dingin. Wajahnya yang tadinya sinis berubah datar.

Menyadari Jasmine masih memakai piyama yang semalam, Adimas pun berkata dengan datar. "Cepat ganti bajumu. Kecuali kalau kamu mau tetap di sini."

Jasmine yang tadinya diam menatapnya dengan tatapan yang....entahlah, tatapannya kosong. Namun saat mendengar suara Adimas, wajah itu seketika berubah hangat.

"Kita akan kemana? Bukannya seharusnya kita masih di sini?"

Adimas menggeleng cepat. "Tidak. Saya kerja hari ini. Jangan kamu kira saya mengambil cuti hanya demi pernikahan ini."

"Hmmmh, baiklah. Kita tidak sarapan dulu?"

"Tidak. Kecuali kalau kamu mau pulang sendiri."

Jasmine mengangguk. "Oke. Tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu." Perempuan itu segera melangkah menuju kopernya, lalu segera mengambik beberapa pakaian ganti. Setelah itu, ia segera ke kamar mandi.

Sebenarnya Adimas bisa saja tidak peduli. Namun ia khawatir eyangnya akan menelponnya kembali. Sepertinya eyangnya sendiri mengkhawatirkan akan perlakuan dirinya pada Jasmine. Eyangnya bahkan sudah mengirimkan beberapa foto rumah untuknya.

Sayangnya, mau sebaik apapun eyangnya sekarang, Adimas sendiri yakin, perempuan yang wajahnya mirip ayahnya itu melakukan itu hanya untuk Jasmine. Bukanlah untuk dirinya. Sama seperti betapa khawatirnya eyangnya saat neneknya Jasmine menelpon untuk mengabarkan tentang perjodohan tersebut.

Kalau bukan karena kondisi neneknya Jasmine yang mulai memburuk dan paksaan dari eyangnya, Adimas tidak akan sudi menggantikan posisi Adrian. Selain itu, ada alasan lain yang membuat Adimas akhirnya setuju.

Sembari menunggu Jasmine, Adimas iseng melihat foto di galerinya. Senyum tipis terbit di wajah dinginnya. Hampir foto di galeri tersebut adalah foto Rindu. Dari mulai foto Rindu yang secara sadar hingga foto yang dipotret Adimas secara random.

"Habis ini kita akan kemana?"

Adimas tersentak. Ia segera meletakkan ponselnya di saku celananya saat Jasmine tiba-tiba bersuara. Sekarang perempuan itu sudah berganti pakaian. Adimas terdiam, bukan karena terpukau, melainkan terkejut dengan penampilan Jasmine.

Siapa yang menyangka gadis yang dulunya akrab dengan pakaian pendek, kini beralih ke pakaian tertutup. Memang Jasmine tidak terlihat seperti ibu-ibu pengajian, ia lebih terlihat seperti ukhti-ukhti yang sering Bani bicarakan.

Apalagi dengan Jasmine yang walaupun serba tertutup, kecuali wajah, pakaian itu tampak pas ia pakai. Menambah anggun dan aura yang positif. Jilbab panjang berwarna hitam dengan motif kecil berwarna cream di pinggirannya, dipadukan dengan outer berwarna cream dan rok berwarna hitam.

Apakah Adimas kagum? Ah tidak. Sama sekali tidak. Justru dengan penampilan Jasmine yangs sekarang ditambah dengan cara ia bersikap semakin membuat Adimas muak.

"Mas?"

Suara lembut itu membuat Adimas tersadar. Dirinya terlalu lama mengabaikan pertanyaan yang tadi Jasmine tanyakan.

"Saya akan ke kantor. Kamu akan saya antar ke rumah."

Jasmine masih diam. Mata Adimas menatapnya dengan bingung.

"Mas?"

"Hmmmh..." gumam Adimas malas.

"Aku ke kafe saja. Maksudku, jika Mas tidak keberatan, bisa tolong antarkan aku ke sana?" tanya Jasmine hati-hati.

Adimas menjawab dengan anggukan. Tanpa menunggu lama, ia segera merapikan pakaiannya dan memasukkan ke koper. Begitu pula Jasmine. Perempuan itu lebih banyak diam. Sejauh ini, Jasmine lebih banyak menurut pada Adimas.

Setelah memastikan semua barang sudah dibawa, mereka langsung keluar. Untuk menjaga nama baik keluarganya, Adimas berjalan beriringan dengan Jasmine. Namun mereka masih dalam mode saling diam.

Langkah kaki mereka sampai di loby hotel dan setelah melakukan check out, Adimas berjalan lebih dulu menuju area parkir diikuti Jasmine di belakangnya. Sesampainya mereka di dekat mobil Adimas, Jasmine mengikuti Adimas meletakkan kopernya di bagasi mobil Adimas.

"Kamu tidak usah dekat-dekat dengan saya. Sampai kapan pun saya tidak sudi berdekatan dengan kamu."

Jasmine mengangguk. Lalu ia segera meraih pintu tengah mobil. Namun Adimas segera berseru sinis.

"Kamu mau ngapain? Kenapa duduk di belakang?"

"Mas tadi bilangnya nggak mau kalau aku terlalu dekat sama Mas. Jadi ya sudah, aku di belakang aja."

Adimas menghela napasnya dengan kasar. "Tidak begitu. Kamu kira saya sopir kamu apa. Pindah ke depan cepat!"

Hati Adimas mendadak semakin buruk. Sudahlah buruk karena akan bertemu dengan Jasmine setiap hari, kini ia juga harus siap menghadapi sikap sok tenang Jasmine yang terkadang membuatnya seperti oranh bodoh.

Ia terlalu banyak bicara hari ini.

Episodes
1 BAGIAN 1
2 BAGIAN 2
3 BAGIAN 3
4 BAGIAN 4
5 BAGIAN 5
6 BAGIAN 6
7 BAGIAN 7
8 BAGIAN 8
9 BAGIAN 9
10 BAGIAN 10
11 BAGIAN 11
12 BAGIAN 12
13 BAGIAN 13
14 BAGIAN 14
15 BAGIAN 15
16 BAGIAN 16
17 BAGIAN 17
18 BAGIAN 18
19 BAGIAN 19
20 BAGIAN 20
21 BAGIAN 21
22 BAGIAN 22
23 BAGIAN 23
24 BAGIAN 24
25 BAGIAN 25
26 BAGIAN 26
27 BAGIAN 27
28 BAGIAN 28
29 BAGIAN 29
30 BAGIAN 30
31 BAGIAN 31
32 BAGIAN 32
33 BAGIAN 33
34 BAGIAN 34
35 BAGIAN 35
36 BAGIAN 36
37 BAGIAN 37
38 BAGIAN 38
39 BAGIAN 39
40 BAGIAN 40
41 BAGIAN 41
42 BAGIAN 42
43 BAGIAN 43
44 BAGIAN 44
45 BAGIAN 45
46 BAGIAN 46
47 BAGIAN 47
48 BAGIAN 48
49 BAGIAN 49
50 BAGIAN 50
51 BAGIAN 51
52 BAGIAN 52
53 BAGIAN 53
54 BAGIAN 54
55 BAGIAN 55
56 BAGIAN 56
57 BAGIAN 57
58 BAGIAN 58
59 BAGIAN 59
60 BAGIAN 60
61 BAGIAN 61
62 BAGIAN 62
63 BAGIAN 63
64 BAGIAN 64
65 BAGIAN 65
66 BAGIAN 66
67 BAGIAN 67
68 BAGIAN 68
69 BAGIAN 69
70 BAGIAN 70
71 BAGIAN 71
72 BAGIAN 72
73 BAGIAN 73
74 BAGIAN 74
75 BAGIAN 75
76 BAGIAN 76
77 BAGIAN 77
78 BAGIAN 78
79 BAGIAN 79
80 BAGIAN 80
81 BAGIAN 81
82 BAGIAN 82
83 BAGIAN 83
84 BAGIAN 84
85 BAGIAN 85
86 BAGIAN 86
87 BAGIAN 87
88 BAGIAN 88
89 BAGIAN 89
90 BAGIAN 90
91 BAGIAN 91
92 BAGIAN 92
93 BAGIAN 93
94 BAGIAN 94
95 BAGIAN 95
96 BAGIAN 96
97 BAGIAN 97
98 BAGIAN 98
99 BAGIAN 99
100 BAGIAN 100
101 BAGIAN 101
102 BAGIAN 102
Episodes

Updated 102 Episodes

1
BAGIAN 1
2
BAGIAN 2
3
BAGIAN 3
4
BAGIAN 4
5
BAGIAN 5
6
BAGIAN 6
7
BAGIAN 7
8
BAGIAN 8
9
BAGIAN 9
10
BAGIAN 10
11
BAGIAN 11
12
BAGIAN 12
13
BAGIAN 13
14
BAGIAN 14
15
BAGIAN 15
16
BAGIAN 16
17
BAGIAN 17
18
BAGIAN 18
19
BAGIAN 19
20
BAGIAN 20
21
BAGIAN 21
22
BAGIAN 22
23
BAGIAN 23
24
BAGIAN 24
25
BAGIAN 25
26
BAGIAN 26
27
BAGIAN 27
28
BAGIAN 28
29
BAGIAN 29
30
BAGIAN 30
31
BAGIAN 31
32
BAGIAN 32
33
BAGIAN 33
34
BAGIAN 34
35
BAGIAN 35
36
BAGIAN 36
37
BAGIAN 37
38
BAGIAN 38
39
BAGIAN 39
40
BAGIAN 40
41
BAGIAN 41
42
BAGIAN 42
43
BAGIAN 43
44
BAGIAN 44
45
BAGIAN 45
46
BAGIAN 46
47
BAGIAN 47
48
BAGIAN 48
49
BAGIAN 49
50
BAGIAN 50
51
BAGIAN 51
52
BAGIAN 52
53
BAGIAN 53
54
BAGIAN 54
55
BAGIAN 55
56
BAGIAN 56
57
BAGIAN 57
58
BAGIAN 58
59
BAGIAN 59
60
BAGIAN 60
61
BAGIAN 61
62
BAGIAN 62
63
BAGIAN 63
64
BAGIAN 64
65
BAGIAN 65
66
BAGIAN 66
67
BAGIAN 67
68
BAGIAN 68
69
BAGIAN 69
70
BAGIAN 70
71
BAGIAN 71
72
BAGIAN 72
73
BAGIAN 73
74
BAGIAN 74
75
BAGIAN 75
76
BAGIAN 76
77
BAGIAN 77
78
BAGIAN 78
79
BAGIAN 79
80
BAGIAN 80
81
BAGIAN 81
82
BAGIAN 82
83
BAGIAN 83
84
BAGIAN 84
85
BAGIAN 85
86
BAGIAN 86
87
BAGIAN 87
88
BAGIAN 88
89
BAGIAN 89
90
BAGIAN 90
91
BAGIAN 91
92
BAGIAN 92
93
BAGIAN 93
94
BAGIAN 94
95
BAGIAN 95
96
BAGIAN 96
97
BAGIAN 97
98
BAGIAN 98
99
BAGIAN 99
100
BAGIAN 100
101
BAGIAN 101
102
BAGIAN 102

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!