BAGIAN 2

Gaun putih yang tadi membalut tubuhnya kini sudah berganti dengan pakaian santai. Jasmine memandangi dirinya di cermin. Wajahnya sudah bersih dari riasan yang sejak pagi mempercantik wajahnya. Meski tanpa riasan, wajahnya tampak lebih segar. Ia baru saja selesai bersih-bersih dan berwudhu. Piyama panjang berwarna lembut sudah ia kenakan, dan jilbab instan senada membingkai wajahnya.

Perlahan ia menghela napas, lalu menggelar sajadah di pojok kamar. Ia hendak menunaikan salat Isya sebelum benar-benar menutup hari yang melelahkan dan menguras batinnya.

Pintu kamar mendadak terbuka. Suara derit engselnya membuat jantung Jasmine berdegup tak karuan. Adimas masuk.

Langkah lelaki itu mantap dan tenang, namun dinginnya terasa menusuk diri Jasmine. Perempuan itu menoleh, berdiri dengan ragu. Satu-satunya hal yang ia tahu, satu-satunya hal yang ingin ia jaga adalah adabnya pada suaminya.

Jasmine mengulurkan tangan. “Mas…” ucapnya lirih, ingin menyentuh punggung tangan suaminya, mencium sebagai tanda hormat.

Ia tidak peduli jika setelah ini harus berwudhu ulang. Namun ia berharap, saat tangan suaminya menyambut baik tangannya, saat itulah keberkahan dan pahala Allah datang untuk mereka.

Tapi Adimas tidak bergeming. Tidak menyentuh, tidak menoleh. Bahkan tidak melirik. Tangannya hanya terulur mengambil handuk dari koper, lalu berjalan menuju kamar mandi dengan langkah datar.

Jasmine menurunkan tangannya perlahan. Nafasnya tercekat. Hatinya terasa sakit karena penolakan itu suaminya lakukan secara terang-terangan. Namun dengan cepat ia mencoba menenangkan hatinya. Bahkan saat suara air dari arah kamar mandi, menyadarkannya bahwa barangkali suaminya tidak ingin disentuh karena tidak nyaman sebab belum mandi.

Bukankah berprasangka baik itu akan mendatangkan kebaikan? Terdengar bodoh memang, namun Jasmine yakin, tidak ada kebaikan yang sia-sia.

Masih dalam keadaan berwudhu. Ia menatap sajadah. Kakinya melangkah pelan, lalu segera memakai mukena. Ia segera menunaikan salat. Setiap gerakan adalah bentuk ketundukan, dan setiap doa adalah permohonan agar hatinya dikuatkan dan senantiasa tenang.

Saat salam terakhir, Jasmine duduk diam cukup lama. Di luar, suara air mengalir dari kamar mandi. Adimas masih di sana. Dalam diam, ia menangis, jelas itu ia lakukan tanpa suara. Karena malam ini, pernikahan yang seharusnya menjadi awal dari kehidupan indah, justru terjadi sebaliknya.

Setelah selesai berdoa, Jasmine melipat mukena dan sajadah dengan hati-hati. Setiap gerakannya tampak tenang, padahal dadanya terasa sesak seperti dihimpit batu besar. Hanya sekejap ia ingin mengatur napas, namun ketika ia berbalik, tubuhnya seketika membeku.

Sosok itu berdiri tak jauh darinya. Sorot matanya tajam, nyaris seperti elang yang hendak mencabik mangsanya. Jasmine terdiam. Ia tidak tahu harus menyapa atau sekadar menunduk saja. Tatapan Adimas terlalu mengintimidasinya.

Tanpa sepatah kata pun, Adimas melangkah melalui dirinya begitu saja menuju sisi ranjang. Aroma sabun dan shampo lelaki itu terhirup jelas oleh Jasmine. Lelaki itu lalu menarik bantal dengan kasar, lalu berjalan ke arah sofa di sudut kamar. Ia menjatuhkan tubuhnya di sana, lalu menyender santai.

Jasmine yang sebenarnya sudah tahu jawabannya, namun dengan sengaja bertanya.

“Mas… kamu ngapain di sana?” tanyanya pelan.

Adimas yang sedang memainkan ponsel tersebut menoleh. Wajahnya datar, tetapi suaranya mengiris.

"Jangan berharap saya mau satu ranjang denganmu. Bahkan melihatmu saja sudah cukup bikin mual.”

Jasmine menggigit bibir bawahnya, menahan getir yang menggulung di kerongkongan. Kata-kata itu seperti cambuk. Namun ia segera menepisnya. Tidak ada yang bisa Jasmine lakukan selain menuruti kemauan Adimas.

Jika Jasmine bersikeras, maka bisa jadi pertengkaran mereka akan terjadi malam ini dan Jasmine tidak ingin itu terjadi. Walaupun sebenarnya, pertengkaran dengan dendam itu memang sudah terjadi beberapa tahun silam.

Ia mengangguk pelan. “Oh… baiklah,” jawabnya pendek. Nafasnya tersendat di ujung dada.

Hening menggantung seperti tirai tebal antara mereka. Satu ruangan, dua jiwa yang sama sekali tak terhubung. Mereka justru saling diam dengan pikiran yang terus menari-nari seperti benang kusut.

Jasmine melirik ke sofa. Adimas sudah berbaring di sana, namun bukan tidur. Pria itu malah tersenyum kecil saat menatap layar ponselnya. Senyum yang tak pernah ia bagi padanya sejak pagi. Entah kepada siapa senyum hangat itu ia berikan.

Jasmine menunduk, menekan air mata yang mendesak turun. Lalu ia melangkah ke koper, membuka bagian dalam yang rapi, dan mengambil Al-Qur’an kecil berwarna hijau mint. Tangannya bergetar saat membuka halaman demi halaman. Tapi ia tahu hanya ini satu-satunya hal yang bisa memeluk hatinya malam ini.

Dengan pelan Jasmine mulai membacakan ayat-ayat cinta tersebut. Surat cinta yang Tuhannya persembahkan untuk para hambaNya. Hanya surat cinta inilah, yang kini menjadi obat penawar bagi keresahan hatinya.

Usai membaca ayat terakhir, Jasmine menutup mushaf dengan hati-hati. Ia mengecup lembut sampulnya lalu meletakkannya di atas nakas. Ia baru saja akan merebahkan diri di sisi ranjang ketika suara berat dan dingin itu memecah kesunyian kamar.

“Eyang sama Nenek nelpon. Mereka mau bicara."

Jasmine menoleh. Adimas kini sudah duduk di sofa, masih menatap Jasmine dengan enggan.

“Duduk sini,” perintahnya tanpa nada yang bisa disebut ramah sambil menepuk sofa tepat di sisi sebelahnya. “Dan pasang wajah bahagia. Jangan buat mereka curiga.”

Jasmine menelan ludah. Ia tidak menyangka bahwa ia akan mengalami ini, sebuah adegan sandiwara rumah tangga. Tapi tetap saja, hatinya tercekat saat mendengar perintah itu keluar dari mulut suaminya. Dengan langkah pelan, ia menghampiri sofa ukuran sedang itu dan duduk di sebelah Adimas, menjaga jarak seadanya.

"Kamu harus tersenyum. Saya tidak mau mereka sampai bertanya panjang lebar jika kamu memasang wajah muram." Masih dengan nada ketus, Adimas bersuara. Sambil mengotak-atik ponselnya.

Begitu tombol video call ditekan. Layar menampilkan dua wajah yang baik Jasmine maupun Adimas kenali. Dua perempuan yang sangat mereka sayangi dan hormati. Dua sosok yang melatarbelakangi pernikahan ini. Keduanya tersenyum hangat dari ujung sana. Jasmine langsung menunduk sopan, berusaha menyembunyikan gugupnya.

“Assalamu’alaikum, Eyang, Nek…” sapanya lembut.

“Wa’alaikumussalam, Sayang! Duh, kalau bersanding seperti itu terlihat serasi sekali. Kalian pasti sudah mau istirahat, ya?” tanya Eyang Ningsih dengan mata berbinar.

Sebelum Jasmine bisa menjawab, Adimas mendekatkan tubuhnya. Bahunya menyentuh pundak Jasmine, dan tiba-tiba saja lengannya terulur, merangkul pundak istrinya. Gerakan mendadak itu membuat Jasmine menegang. Degup jantungnya melonjak tak karuan.

“Iya. Acara hari ini lumayan membuat lelah.” Suara Adimas terdengar ramah, sangat berbeda dari suaranya beberapa menit lalu.

Ia tersenyum kecil, dan Jasmine pun berusaha mengikuti. Senyum yang ia pakai adalah senyum paling palsu dalam hidupnya namun cukup tulus untuk membuat dua wanita sepuh itu merasa tenang.

"Iya ya. Dari wajah kalian saja terlihat lelahnya. Pokoknya kalian harus istirahat yang cukup, ya. Jaga kesehatan biar bisa segera kasih kami cicit." Nenek Irma ikut bersuara dengan bahagia.

Jasmine mengangguk. Ia masih berusaha tersenyum. “Iya, Nek. Doakan kami, ya, semoga pernikahan kami langgeng. Berjodoh hingga ke syurga,” ucap Jasmine dengan tulus. Ia sangat berharap bisa menikah satu kali seumur hidupnya dan yang menjadi jodohnya di akhirat adalah jodohnya yang sekarang.

"Iya. Eyang sama Nenek akan selalu mendoakan. Sudah dulu, ya. Takutnya kami semakin ganggu." Eyang Ningsih tersenyum.

"Iya. Terima kasih untuk perhatiannya, Eyang," ucap Adimas antusias.

Sementara Jasmine hanya tersenyum lepas. Pundaknya masih dirangkul erat Adimas. Aroma parfum beraroma wood dari tubuh Adimas memenuhi penciumannya. Andai keadaannya tidak dipenuhi kebencian seperti ini, malam ini akan menjadi malam terindah untuknya.

Namun itu hanyalah sebuah khayalan yang ada dalam benak Jasmine. Kenyataannya, setelah panggilan video itu ditutup, semuanya kembali ke kenyataan. Membangunkan Jasmine dari mimpinya yang terlalu tinggi.

Begitu layar ponsel kembali gelap, seolah tirai teater itu ditutup, Adimas langsung menarik lengannya dari bahu Jasmine. Hawa hangat yang tadi sempat menipu perasaannya lenyap begitu saja, diganti udara dingin yang merambat dari tubuh pria itu.

Jasmine tak sempat berkata apa-apa. Bahkan belum sempat menarik napas lega, Adimas sudah berdiri dan berjalan menjauh. Suasana kembali seperti semula, begitu tegang, beku, dan menggantung.

“Saya mau pergi dulu. Kamu tidur saja. Jangan menunggu saya."

"Kamu kemana? ini sudah malam."

"Jangan bersikap sok baik di hadapan saya. Bagi saya kamu masih Jasmine yang dulu."

Nada suara itu menghantam dadanya. Jasmine menunduk, menahan napasnya agar tak pecah di udara.

“Mulutmu bisa saja semanis itu bicara di hadapan saya sekarang, tapi saya tahu siapa kamu sebenarnya,” lanjut Adimas sambil menyimpan ponselnya ke dalam laci. “Pernikahan ini? Jangan terlalu percaya diri. Ini tidak berarti apa-apa untuk saya."

Ucapan itu seperti belati tumpul yang ditikamkan perlahan ke jantungnya, begitu menyakitkan namun terlalu lama untuk membunuhnya.

“Jadi jangan pernah berharap lebih.” Adimas menatapnya datar. “Dan jangan pernah berpikir saya akan jadi suami yang kamu bayangkan dalam dongeng kecilmu.”

Jasmine tetap diam. Suaranya tercekat. Ia ingin menjawab, ingin membela diri, tapi lidahnya kaku. Ia tak ingin memperpanjang malam dengan perang dingin yang sudah begitu menusuk.

Adimas sudah melangkah semakin jauh, tanpa ragu ia keluar. Saat tubuh menjulang itu menghilang dari hadapanny, saat itulah air mata Jasmine keluar. Namun tidak lama, ia segera berdiri dari sofa lalu bangkit dan mengambil segelas air. Tenggorokannya terasa kering, dadanya sesak.

Dalam hati, ia bergumam pelan, "Ya Rabb, jika ini jalan yang harus kulalui... maka kuatkan aku. Jangan biarkan aku mencintai orang yang bahkan tak sudi melihat ke arahku."

Episodes
1 BAGIAN 1
2 BAGIAN 2
3 BAGIAN 3
4 BAGIAN 4
5 BAGIAN 5
6 BAGIAN 6
7 BAGIAN 7
8 BAGIAN 8
9 BAGIAN 9
10 BAGIAN 10
11 BAGIAN 11
12 BAGIAN 12
13 BAGIAN 13
14 BAGIAN 14
15 BAGIAN 15
16 BAGIAN 16
17 BAGIAN 17
18 BAGIAN 18
19 BAGIAN 19
20 BAGIAN 20
21 BAGIAN 21
22 BAGIAN 22
23 BAGIAN 23
24 BAGIAN 24
25 BAGIAN 25
26 BAGIAN 26
27 BAGIAN 27
28 BAGIAN 28
29 BAGIAN 29
30 BAGIAN 30
31 BAGIAN 31
32 BAGIAN 32
33 BAGIAN 33
34 BAGIAN 34
35 BAGIAN 35
36 BAGIAN 36
37 BAGIAN 37
38 BAGIAN 38
39 BAGIAN 39
40 BAGIAN 40
41 BAGIAN 41
42 BAGIAN 42
43 BAGIAN 43
44 BAGIAN 44
45 BAGIAN 45
46 BAGIAN 46
47 BAGIAN 47
48 BAGIAN 48
49 BAGIAN 49
50 BAGIAN 50
51 BAGIAN 51
52 BAGIAN 52
53 BAGIAN 53
54 BAGIAN 54
55 BAGIAN 55
56 BAGIAN 56
57 BAGIAN 57
58 BAGIAN 58
59 BAGIAN 59
60 BAGIAN 60
61 BAGIAN 61
62 BAGIAN 62
63 BAGIAN 63
64 BAGIAN 64
65 BAGIAN 65
66 BAGIAN 66
67 BAGIAN 67
68 BAGIAN 68
69 BAGIAN 69
70 BAGIAN 70
71 BAGIAN 71
72 BAGIAN 72
73 BAGIAN 73
74 BAGIAN 74
75 BAGIAN 75
76 BAGIAN 76
77 BAGIAN 77
78 BAGIAN 78
79 BAGIAN 79
80 BAGIAN 80
81 BAGIAN 81
82 BAGIAN 82
83 BAGIAN 83
84 BAGIAN 84
85 BAGIAN 85
86 BAGIAN 86
87 BAGIAN 87
88 BAGIAN 88
89 BAGIAN 89
90 BAGIAN 90
91 BAGIAN 91
92 BAGIAN 92
93 BAGIAN 93
94 BAGIAN 94
95 BAGIAN 95
96 BAGIAN 96
97 BAGIAN 97
98 BAGIAN 98
99 BAGIAN 99
100 BAGIAN 100
101 BAGIAN 101
102 BAGIAN 102
Episodes

Updated 102 Episodes

1
BAGIAN 1
2
BAGIAN 2
3
BAGIAN 3
4
BAGIAN 4
5
BAGIAN 5
6
BAGIAN 6
7
BAGIAN 7
8
BAGIAN 8
9
BAGIAN 9
10
BAGIAN 10
11
BAGIAN 11
12
BAGIAN 12
13
BAGIAN 13
14
BAGIAN 14
15
BAGIAN 15
16
BAGIAN 16
17
BAGIAN 17
18
BAGIAN 18
19
BAGIAN 19
20
BAGIAN 20
21
BAGIAN 21
22
BAGIAN 22
23
BAGIAN 23
24
BAGIAN 24
25
BAGIAN 25
26
BAGIAN 26
27
BAGIAN 27
28
BAGIAN 28
29
BAGIAN 29
30
BAGIAN 30
31
BAGIAN 31
32
BAGIAN 32
33
BAGIAN 33
34
BAGIAN 34
35
BAGIAN 35
36
BAGIAN 36
37
BAGIAN 37
38
BAGIAN 38
39
BAGIAN 39
40
BAGIAN 40
41
BAGIAN 41
42
BAGIAN 42
43
BAGIAN 43
44
BAGIAN 44
45
BAGIAN 45
46
BAGIAN 46
47
BAGIAN 47
48
BAGIAN 48
49
BAGIAN 49
50
BAGIAN 50
51
BAGIAN 51
52
BAGIAN 52
53
BAGIAN 53
54
BAGIAN 54
55
BAGIAN 55
56
BAGIAN 56
57
BAGIAN 57
58
BAGIAN 58
59
BAGIAN 59
60
BAGIAN 60
61
BAGIAN 61
62
BAGIAN 62
63
BAGIAN 63
64
BAGIAN 64
65
BAGIAN 65
66
BAGIAN 66
67
BAGIAN 67
68
BAGIAN 68
69
BAGIAN 69
70
BAGIAN 70
71
BAGIAN 71
72
BAGIAN 72
73
BAGIAN 73
74
BAGIAN 74
75
BAGIAN 75
76
BAGIAN 76
77
BAGIAN 77
78
BAGIAN 78
79
BAGIAN 79
80
BAGIAN 80
81
BAGIAN 81
82
BAGIAN 82
83
BAGIAN 83
84
BAGIAN 84
85
BAGIAN 85
86
BAGIAN 86
87
BAGIAN 87
88
BAGIAN 88
89
BAGIAN 89
90
BAGIAN 90
91
BAGIAN 91
92
BAGIAN 92
93
BAGIAN 93
94
BAGIAN 94
95
BAGIAN 95
96
BAGIAN 96
97
BAGIAN 97
98
BAGIAN 98
99
BAGIAN 99
100
BAGIAN 100
101
BAGIAN 101
102
BAGIAN 102

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!