Tuan Li dan para pelayan menepati janjinya, mereka benar-benar pergi dari Jiangzhou saat ayam-ayam di pekarangan rumah bahkan belum terbangun. Udara masih sangat dingin dan orang-orang juga masih terlelap dalam tidurnya.
Rumah kediaman diserahkan kepada salah satu orang kepercayaan Li Chengdu. Li Chengdu sendiri tidak berniat menjual kediaman itu meskipun kecil dan sangat sederhana. Kediaman banyak menyimpan kenangan bersama Shuyi kecil dan mendiang istrinya. Dia jadi tidak tega untuk menjualnya.
Li Shuyi duduk di dalam kereta, masih dengan rasa kantuk yang luar biasa. Setelah berkemas hingga larut, dia hanya tidur satu jam dan Bibi Cui sudah membangunkan.
"Jinshi, kalau uang yang kuberikan kurang untuk membeli kereta yang layak, seharusnya kau katakan saja!"
Jinshi menoleh, lalu kembali menunduk karena merasa bersalah. "Maaf, nona."
"Kereta ini sudah baik, Yi'er, jangan terlalu menyalahkan Jinshi." Tuan Li membela.
"Tapi ayah ... " Li Shuyi masih sedikit jengkel.
"Sudahlah, tidak apa-apa."
"Huft!"
Jika itu adalah keluarga bangsawan lain, Jinshi pasti sudah mendapatkan cambukan 100 kali karena membiarkan tuannya naik ke dalam kereta yang seharusnya digunakan untuk memuat barang-barang. Tidak ada tempat duduk yang layak disini, tidak ada perapian atau jendela bertirai seperti kereta bangsawan, hanya ada satu gerbong kosong dengan satu pintu masuk.
Li Shuyi dan Li Chengdu terpaksa duduk di atas peti-peti kayu berisi barang bawaan mereka, beberapa sisanya akan dikirim besok melalui jasa pengiriman barang.
Sambil menghela napas dalam, wanita cantik dengan setelan hanfu berwarna hijau itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Baiklah, kali ini mungkin aku juga salah karena tidak mempertimbangkan waktu."
Jinshi segera menggeleng, "Tidak, ini bukan salah nona, ini salah saya."
"Emmm, jadi ini salahmu ya?"
Sesegera mungkin Jinshi mengangguk, "Benar, nona, ini salah saya."
"Kalau begitu kau harus dicambuk!"
"Hahh?"
"Yi'er ... " Li Chengdu menengahi, "Hentikan, kau membuat Jinshi ketakutan!"
"Ahahahahahaha ... "
Sang nona yang cantik itu tertawa setelah melihat bagaimana raut wajah Jinshi berubah pucat dan ketakutan. Padahal ia tidak serius dengan ucapannya.
Yang ia tahu, Jinshi lebih muda sepuluh tahun dari usia Li Shuyi. Jinshi ditemukan langsung oleh Shuyi ketika dalam perjalanan menuju kuil bersama sang ibu. Li Shuyi memberinya sebuah bakpao berisi daging babi tumis, dan Jinshi kecil terus mengikuti keduanya hingga ke rumah.
Saat sampai di rumah, Jinshi bersujud memohon untuk dijadikan pelayan dan bersumpah setia kepada Keluarga Li.
Li Shuyi yang memberikan nama Jinshi kepada anak laki-laki berusia lebih muda sepuluh tahun darinya itu.
Li Shuyi menepuk puncak kepala Jinshi karena pemuda itu berada paling dekat dengannya. "Sudahlah, aku hanya bercanda!"
"Nona, kau menakutiku." Jinshi menunduk sendu.
"Mana mungkin aku tega mencambukmu? Apa aku pernah memukulmu barang sekali saja?"
"Tidak."
"Kau tahu!"
Perjalanan berlangsung lancar sejauh ini, tidak ada halangan yang berarti dan semua orang tampak nyaman. Tong'er bahkan sudah tidur di pangkuan Li Shuyi saat rute perjalanan mereka melandai.
Melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada apapun selain dinding kayu. Li Shuyi jadi bosan karena tidak bisa melihat pemandangan.
"Jadi, seperti apa Beizhou itu, ayah?" tanya Li Shuyi.
"Beizhou?"
"Hmm, seperti apa kota itu?"
Sang ayah menoleh sepenuhnya, memang sudah lama Shuyi tidak berkunjung ke Beizhou, terakhir adalah upacara pemakaman kakeknya. Dan sudah sepuluh tahun sejak hari itu.
Li Chengdu menerawang, sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar disana, perjalanan kali ini pun sedikit membuatnya lega karena kembali ke kampung halaman.
"Beizhou ... "
"Beizhou adalah tempat paling makmur di seluruh negeri, perdagangan dan pendidikan sangat maju."
"Banyak orang dari seluruh penjuru negeri ingin mencoba keberuntungan disana."
"Beizhou sangat indah, Yi'er, di utara ada Pegunungan Beichang yang gagah." lanjut Li Chengdu seraya memutar kembali ingatannya tentang Beizhou.
"Sungai Yongning membelah kota, dan parit-parit berhias lampion yang indah!"
"Ada juga—"
"Sudah ayah!" Li Shuyi menghentikan, "Aku ingin melihatnya secara langsung saja, terlalu tinggi berekspektasi akan membuatku hancur jika tidak sesuai."
"Eks ... eks—apa?"
"Membayangkan maksudku, ekspektasi itu seperti membayangkan!" jelas Li Shuyi.
"Kau mempelajari sastra asing?"
"Eh,"
Li Chengdu dan para pelayan menunggu penjelasan sang nona, mereka juga penasaran karena beberapa saat lalu, sang nona juga kedapatan mengucapkan kata-kata yang tidak mereka ketahui artinya.
Untuk beberapa kesempatan, memang Li Shuyi belum terbiasa dengan hidup barunya.
Li Shuyi hanya tersenyum simpul, "Aku ingin buang air."
"Paman Wen?!"
"Ya, nona?"
"Berhentilah, aku ingin buang air!"
Rombongan berhenti saat matahari tepat berada di atas kepala. Mereka mencari tempat yang nyaman tak jauh dari sungai, karena nona mereka ingin buang air tentu saja.
Paman Wen dan Jinshi memberi makan kuda, sementara Bibi Cui menyiapkan makan siang.
Li Shuyi ditemani Tong'er menuntaskan panggilan alamnya dengan baik di sungai. Setelah lama memilih tempat yang tersembunyi dan aman dari jangkauan mata.
Brukk.
"Anjingg, eh, mulut gue!"
Li Shuyi sampai berjingkit karena merasa jantungnya hendak terlepas dari tempatnya. Suara seperti benda jatuh yang cukup keras.
Antara takut dan penasaran, tapi Li Shuyi lebih memilih menuntaskan rasa penasarannya. "Gila kali, kalau yang jatuh piton, mampus gue!"
"Eh, tapi kok kayak orang ya."
"Samperin gak ya? Tbl."
"Ihh, tapi kasihan."
"Tolongin deh!"
"Eh, tapi kalau dia jahat gimana? Terus gue diperkaos gimana? Tbl, gue cabut!"
Baru hendak berbalik, Li Shuyi kembali menoleh. Ada sebuah perasaan yang memaksanya untuk tetap tinggal dan membantu. Padahal sejarahnya, Selena sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan orang lain.
Dia sepertinya laki-laki, pakaiannya seperti orang biasa tapi membawa sebilah pedang.
Li Shuyi menyingkirkan pedang itu sedikit jauh dari jangkauan. Hanya berjaga-jaga saja, barang kali pria ini hanya berpura-pura.
Tapi, rasanya ini jauh dari pura-pura. Dia tampak kacau, tubuhnya penuh debu dan luka dimana-mana. "Anjiir, ganteng banget gilaaa!"
"Lo jangan-jangan jodoh gue ya?"
"Bangun!"
"Bangun!"
Tidak ada pendarahan di kepala, tapi laki-laki itu tetap tidak membuka matanya. Mungkin juga reaksi syok tubuh karena jatuh dari tebing. Entahlah, yang pasti, Li Shuyi merasa harus, harus, harus menolong orang tampan ini.
Li Shuyi menggeledah, berusaha menemukan sesuatu yang bisa dia gunakan sebagai jaminan.
Sebuah plakat besi yang tidak ia ketahui ditemukan.
Setelah menyimpan plakat yang akan digunakan sebagai jaminan. Wanita cantik itu sedikit kesulitan memapah seseorang yang baru saja ia temui ini. Dia pingsan, tubuhnya tinggi besar, Li Shuyi harus benar-benar mengerahkan tenaga ekstra.
"Hah... Hah... Hah... Anjirrlah, untung aja lo ganteng, coba kalo burik, udah gue tinggal dari tadi."
"Ga peduli, tapi lo harus ganti rugi atas kesusahan ini."
Li Shuyi terus berbicara sekalipun lawan bicaranya tidak mendengarkan apalagi menyahut. Langkah demi langkah berat menuju kereta pun semakin pelik, sebab mereka harus melewati semak belukar yang berduri.
Jinshi yang pertama kali mengenali jika sang nona datang membawa seseorang. Jinshi segera berlari, "Nona!"
"Nona, ada apa?" tanya Jinshi setelah sampai, "Siapa ini?"
"Bantu aku membawa dia dulu!" jawab Li Shuyi, "Nanti akan kuceritakan dimana aku menemukan calon suamiku ini."
"Nona ... "
"Kenapa? Tampan, kan?"
"Iya sih,"
"Kannn!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Biyan Narendra
Selena
perpaduan antara koplak dan kocak
2025-08-21
0