Cinta Diantara Gas Dan Debu
5 - Pergi atau Bertahan?
(Malam itu terasa panjang. Setelah insiden bom molotov, keluarga Ayra tidak bisa langsung tidur. Pak Surya masih duduk di ruang tamu dengan wajah serius, sementara Ayra bolak-balik ke dapur, mencoba menenangkan pikirannya. Darel berdiri di dekat jendela, matanya tajam menatap gelapnya malam.)
Ayah ayra (pak surya)
(Suara berat.) "Darel, kita nggak bisa pura-pura nggak terjadi apa-apa."
Darel
(Masih menatap ke luar.) "Saya tahu, Pak."
Ayah ayra (pak surya)
(Menghela napas.) "Kamu harus buat keputusan. Kalau memang mereka masih mengincarmu, mungkin lebih baik kamu pergi sebelum desa ini ikut kena imbas."
(Darel terdiam. Ia tahu ini masuk akal. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang membuatnya enggan pergi.)
(Ayra yang mendengar percakapan itu langsung menghentikan langkahnya. Ia menatap Darel, ada rasa cemas dalam hatinya.)
Ayra
(Lirih.) "Jadi... Kakak mau pergi?"
(Darel menoleh, matanya bertemu dengan Ayra. Ia melihat kekhawatiran di wajah gadis itu. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-katanya tertahan di tenggorokan.)
Darel
(Akhirnya berkata, suaranya dalam.) "Gue nggak bisa ninggalin lo dalam bahaya, Ay."
(Ayra terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Tapi sebelum ia bisa merespons, suara motor terdengar dari kejauhan. Suara itu semakin mendekat.)
Kedatangan yang Tak Terduga
(Darel langsung waspada. Ia berjalan cepat ke luar rumah, dan tak lama kemudian, terlihat tiga motor besar berhenti di depan pagar. Dari atas motor, tiga pria turun—Raka, Nando, dan Jodi.)
(Ayra dan keluarganya ikut keluar, berdiri di belakang Darel. Pak Surya menatap orang-orang itu dengan waspada.)
Nando
(Tersenyum miring.) "Yo, Dar. Lama nggak ketemu."
Darel
(Mengerutkan kening.) "Ngapain lo ke sini?"
Raka
(Menyilangkan tangan, menatap sekitar.) "Dengar-dengar lo lagi dikejar orang. Kita datang buat bantu."
(Darel menatap mereka dengan curiga. Ayra di belakangnya ikut tegang. Ia tidak tahu apakah kedatangan mereka benar-benar untuk membantu, atau justru membawa masalah baru.)
Darel
(Menatap Nando tajam.) "Gue nggak butuh bantuan lo."
Nando
(Tertawa kecil.) "Oh ya? Jadi lo lebih milih bertahan di desa ini dan pasrah kalau suatu hari rumah ini tiba-tiba dihancurin?"
(Darel terdiam. Raka melangkah maju, suaranya lebih serius.)
Raka
"Dengar, Dar. Kita tahu lo punya alasan buat ngilang. Tapi sekarang bos kita juga mulai gerah. Kalau lo nggak balik, mereka bakal cari lo sampai ketemu."
Jodi
(Menyeringai, melirik Ayra sekilas.) "Dan mereka juga nggak bakal segan buat nyakitin orang-orang yang lo sayang."
(Darel mengepalkan tinjunya. Ia tahu mereka tidak main-main.)
Ayah ayra (pak surya)
(Dengan suara tegas.) "Darel, siapa mereka?"
(Darel menoleh, lalu menarik napas panjang sebelum menjawab.)
Darel
(Pelan.) "Mereka teman lama saya, Pak. Dari geng motor."
(Ayra menahan napas. Jadi ini teman-teman Darel di masa lalu? Mereka terlihat berbeda—lebih berbahaya, lebih liar.)
(Suasana semakin tegang. Darel harus mengambil keputusan. Jika ia pergi dengan mereka, mungkin Ayra dan keluarganya akan lebih aman. Tapi jika ia tetap tinggal, mereka bisa menjadi target berikutnya.)
(Ia menatap Ayra, yang diam-diam menggigit bibirnya, menahan emosi. Gadis itu jelas tidak ingin Darel pergi.)
Darel
(Menghela napas, akhirnya berbicara.) "Gue bakal ikut lo ke kota."
(Ayra terkejut, matanya melebar.)
Ayra
(Cepat-cepat.) "Kak! Tapi—"
Darel
(Menatap Ayra dengan mata lembut.) "Gue nggak mau lo kenapa-kenapa, Ay."
Ayah ayra (pak surya)
(Mengangguk pelan.) "Mungkin ini keputusan terbaik, Nak."
(Ayra menggigit bibirnya. Ia ingin berteriak, ingin meminta Darel tetap tinggal. Tapi ia tahu, ini bukan tentang dirinya saja. Ini tentang keselamatan semua orang.)
(Darel menatap Ayra untuk terakhir kalinya sebelum naik ke motornya.)
Darel
(Dengan suara pelan.) "Jaga diri lo, Ay."
(Dan dengan suara gemuruh mesin, Darel dan gengnya pergi, meninggalkan Ayra yang berdiri di sana dengan mata berkaca-kaca.)
Comments