Cinta Diantara Gas Dan Debu
3 - Rahasia yang Tersembunyi
(Pagi di desa begitu tenang. Matahari mulai muncul di ufuk timur, sinar keemasannya menembus dedaunan, menciptakan suasana damai. Namun, bagi Darel, kedamaian itu terasa seperti ilusi.)
(Ia duduk di bale-bale belakang rumah Ayra, menatap jauh ke hamparan sawah. Pikirannya masih tertuju pada ancaman tadi malam.)
Darel
(Bicara pada diri sendiri, menghela napas panjang.) "Sial, mereka benar-benar nemuin gue di sini..."
(Langkah kaki terdengar dari belakang. Ayra muncul, membawa dua gelas teh hangat. Ia duduk di samping Darel, menyerahkan satu gelas padanya.)
Ayra
(Lembut.) "Kakak nggak tidur semalaman?"
Darel
(Menerima teh, menyesapnya sedikit.) "Kayaknya nggak bisa tidur nyenyak kalau ada yang nyari gue."
Ayra
(Menatap Darel penuh perhatian.) "Mereka... siapa, Kak? Dan barang apa yang mereka cari?"
(Darel terdiam. Matanya menerawang, seperti sedang menimbang apakah ia harus bercerita atau tidak.)
Darel
(Akhirnya berbicara, suaranya rendah.) "Gue dulu bagian dari geng motor di kota. Geng yang cukup ditakuti."
Ayra
(Menelan ludah, mendengarkan dengan saksama.) "Lalu?"
Darel
(Menatap Ayra, matanya serius.) "Suatu hari, bos gue nyuruh gue nganterin sesuatu. Sebuah paket yang katanya cuma dokumen biasa."
Ayra
(Bertanya hati-hati.) "Tapi ternyata?"
Darel
(Menghela napas, menatap langit.) "Itu bukan sekadar dokumen. Di dalamnya ada sesuatu yang berharga... mungkin terlalu berharga sampai ada yang mau membunuh buat mendapatkannya."
Ayra
(Terkejut.) "Apa isinya?"
Darel
(Menggeleng.) "Gue sendiri nggak pernah tahu. Gue cuma tahu kalau sejak gue gagal mengantarkan paket itu, hidup gue berubah. Gue dikejar-kejar, dan sekarang mereka ada di sini."
(Suasana menjadi hening. Angin sepoi-sepoi bertiup, menerbangkan beberapa helai rambut Ayra.)
Ayra
(Dengan suara pelan.) "Jadi... mereka akan terus nyari Kakak?"
Darel
(Mengangguk.) "Dan mungkin nggak cuma gue yang dalam bahaya. Mereka bisa aja nyakitin orang-orang di sekitar gue."
(Ayra merasakan bulu kuduknya meremang. Namun, alih-alih takut, ia justru merasa iba pada Darel.)
Ayra
(Tersenyum kecil, mencoba menguatkan.) "Kalau Kakak butuh bantuan, aku dan keluargaku ada di sini."
Darel
(Menatap Ayra, sedikit terkejut.) "Lo nggak takut?"
Ayra
(Tertawa kecil.) "Jujur, sedikit. Tapi Kakak terlihat seperti orang baik yang hanya terjebak dalam situasi buruk."
(Darel terdiam. Hatinya terasa hangat, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.)
[Di Kota - Geng Black Thunder]
(Sementara itu, di kota, Raka, Nando, dan Jodi sedang membahas Darel di sebuah bengkel milik geng mereka.)
Raka
(Menyesap kopinya, menatap Nando dengan serius.) "Jadi kita bakal ke desa itu?"
Nando
(Mengangguk.) "Darel dalam masalah. Gue yakin bos si brengsek itu nggak akan tinggal diam."
Jodi
(Mengelus dagunya, bergumam.) "Gue penasaran sih, gimana bisa Darel betah di desa? Biasanya dia nggak tahan sehari tanpa ke bar atau kebut-kebutan."
Raka
(Menyeringai.) "Mungkin ada sesuatu—atau seseorang—yang bikin dia tetap di sana."
(Nando mengangkat alis, lalu tersenyum kecil.)
Nando
"Kalau memang begitu, kita harus lebih cepat ke sana sebelum semuanya terlambat."
Di Desa - Kedekatan yang Mulai Terjalin
(Hari itu, Ayra menemani Darel berkeliling desa. Mereka berjalan melewati sawah, pasar kecil, dan sungai di tepi desa. Darel mulai merasa lebih nyaman, meskipun pikirannya masih dibayangi oleh ancaman.)
Ayra
(Melihat Darel yang tampak lebih rileks.) "Kakak kelihatan lebih tenang sekarang."
Darel
(Tersenyum tipis.) "Mungkin karena suasana di sini beda sama di kota. Nggak ada suara klakson, nggak ada orang yang teriak-teriak, dan yang paling penting..."
Ayra
(Miringkan kepala, penasaran.) "Apa?"
Darel
(Menatap Ayra dengan mata teduh.) "Ada lo di sini."
(Ayra terkejut, wajahnya memerah. Ia tidak menyangka Darel bisa mengatakannya dengan begitu santai.)
Ayra
(Berusaha menyembunyikan wajah merahnya.) "Halah, Kakak ini bisa aja."
Darel
(Tertawa kecil, merasa sedikit terhibur melihat reaksi Ayra.) "Serius. Gue udah lama nggak ngerasa setenang ini."
(Mereka berjalan berdampingan, menikmati angin sore yang sejuk. Namun, kebahagiaan kecil ini tidak bertahan lama.)
Ancaman yang Semakin Dekat
(Di tepi desa, dua pria yang tadi malam mendatangi Darel kini sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon.)
Pria 1
(Dengan nada serius.) "Bos, dia masih di sini."
(Suara di ujung telepon terdengar berat dan penuh amarah.)
Boss
(Dingin.) "Kalau dia nggak balik sampai malam ini, buat dia menderita."
Pria 2
(Menyeringai, melirik rumah Ayra dari kejauhan.) "Gimana kalau kita kasih peringatan kecil?"
(Bos terdiam sebentar, lalu menjawab singkat.)
(Pria-pria itu saling tersenyum penuh arti. Mereka bersiap menjalankan perintah—dan kali ini, bukan hanya Darel yang akan jadi sasaran.)
Comments