Cinta Diantara Gas Dan Debu
2 - bayangan masa lalu
(Malam mulai larut di desa. Darel duduk di bale-bale belakang rumah Ayra, menatap langit yang dipenuhi bintang. Suara jangkrik dan angin malam mengisi keheningan. Ia menarik napas panjang, pikirannya masih sibuk dengan masalah yang ia tinggalkan di kota.)
(Sementara itu, Ayra keluar dari rumah dengan membawa segelas teh hangat. Ia melihat Darel yang termenung, lalu berjalan mendekat.)
Ayra
(Meletakkan teh di samping Darel.) "Kak Darel, masih belum tidur?"
Darel
(Melirik Ayra, lalu kembali menatap langit.) "Belum ngantuk. Di sini suasananya terlalu tenang."
Ayra
(Tertawa kecil, ikut duduk di samping Darel.) "Mungkin Kakak belum terbiasa. Biasanya dengar suara klakson dan bising kota, kan?"
Darel
(Tersenyum tipis.) "Bener banget. Gue terbiasa hidup di tengah kebisingan. Tapi kadang, tenang kayak gini juga nggak buruk."
Ayra
(Menyeruput tehnya, menatap Darel dengan rasa ingin tahu.) "Kak Darel, aku boleh tanya sesuatu?"
Darel
(Menyenderkan punggung ke tiang kayu, menatap Ayra.) "Tanya apa?"
Ayra
(Berhati-hati memilih kata-kata.) "Kenapa Kakak bisa sampai ke desa ini? Maksudku... apa Kakak memang sengaja datang, atau ada sesuatu yang Kakak hindari?"
(Darel terdiam. Matanya menatap kosong ke depan. Ayra bisa melihat ada sesuatu yang berat di dalam diri pria itu.)
Darel
(Menghela napas panjang.) "Gue... kabur."
Ayra
(Mengernyit.) "Kabur? Dari siapa?"
Darel
(Tertawa hambar.) "Dari hidup gue sendiri."
Ayra
(Terdiam sejenak, lalu berbicara hati-hati.) "Kalau kabur, berarti ada sesuatu yang Kakak hindari. Apa itu masalah yang besar?"
Darel
(Menghela napas, menatap Ayra dengan mata yang sulit dibaca.) "Ceritanya panjang, Ayra. Dan gue nggak yakin lo perlu tahu."
Ayra
(Tersenyum kecil.) "Aku nggak maksa, kok. Tapi kalau Kakak butuh tempat buat cerita, aku ada di sini."
(Sebelum Darel sempat membalas, suara gemuruh motor terdengar dari kejauhan. Dua motor besar melaju di jalanan desa, debu berterbangan. Ayra menoleh, sementara Darel langsung berdiri, wajahnya berubah serius.)
(Dua pria turun dari motor. Mereka berpenampilan kasar—salah satunya berambut gondrong dengan jaket kulit, yang lain bertubuh kekar dengan tato di leher. Mereka menatap Darel dengan mata tajam.)
Pria 1
(Menyeringai dingin.) "Darel! Lo pikir bisa kabur dari kita?"
Pria 2
(Tertawa kecil.) "Udah dua minggu lo ngilang, bos kita marah besar."
Ayra
(Bingung, berbisik.) "Kak Darel, mereka siapa?"
Darel
(Matanya tajam, suaranya dingin.) "Masalah lama gue."
Pria 1
(Melangkah maju, menatap Darel dengan tatapan mengancam.) "Bos ngasih lo waktu buat balikin barang itu, tapi lo malah ngilang. Kita capek nyari lo ke mana-mana."
Ayra
(Memandang Darel, bingung.) "Barang? Kak Darel, maksud mereka apa?"
Darel
(Tidak menjawab, tetap fokus pada kedua pria itu.) "Gue nggak punya barang itu lagi."
Pria 2
(Mendecak, menatap Ayra dengan tatapan licik.) "Manis juga. Pacar baru lo, Dar?"
Ayra
(Mundur selangkah, merasa tak nyaman.) "Jangan lihat aku kayak gitu."
Darel
(Matanya berubah tajam, suaranya dingin.) "Jangan bawa dia ke dalam urusan kita."
Pria 1
(Menyeringai.) "Kalau lo nggak mau dia kena masalah, mending lo ikut kita sekarang."
(Ayra menatap Darel dengan khawatir. Ia tidak tahu siapa pria-pria ini, tapi jelas mereka bukan orang baik. Darel mengepalkan tangan, pikirannya berputar cepat.)
(Sebelum ada yang bisa bergerak, tiba-tiba suara berat terdengar dari belakang.)
Ayah ayra (pak surya)
(Dengan nada tegas.) "Ada apa ini?"
(Semua menoleh. Pak Surya berdiri di depan pintu rumah dengan wajah serius, sementara Bu Lina berdiri di belakangnya dengan wajah cemas.)
Ayra
(Cepat-cepat menjelaskan.) "Mereka nyari Kak Darel, Yah."
Ayah ayra (pak surya)
(Menatap kedua pria itu dengan tajam.) "Desa ini bukan tempat buat orang yang suka bikin keributan."
Pria 1
(Tertawa kecil.) "Tenang, Pak Tua. Kami cuma jemput teman kami yang tersesat."
Darel
(Menghela napas, menatap kedua pria itu dengan tatapan penuh arti.) "Gue bakal balik, tapi bukan sekarang."
Pria 2
(Menatap Darel curiga, lalu tersenyum licik.) "Oke, sampai besok. Tapi kalau lo nggak balik, jangan salahin kita kalau tempat ini jadi berantakan."
(Setelah itu, kedua pria itu pergi, meninggalkan keheningan yang mencekam.)
Ayra
(Menatap Darel, suaranya pelan.) "Kak Darel... sebenarnya apa yang terjadi?"
Darel
(Menghela napas panjang, menatap Ayra dengan mata penuh beban.) "Gue harap lo nggak perlu tahu, Ayra. Karena kalau lo tahu... lo bakal ikut dalam bahaya."
(Ayra merasakan dadanya berdebar. Ia tahu, sejak pertemuan ini, hidupnya tak akan lagi sama.)
Comments