Zuri menyingkap tirai kamar yang tertutup.
Matanya memandang langit cerah berbalut awan putih.
Haah....
Lagi-lagi ia mendesah kuat.
"Apa ini akan baik-baik saja? Apa hidupku akan lebih baik nantinya jika aku menikah dengan pria itu?"
Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang ia tanyakan pada dirinya sendiri yang tentu saja tidak akan Zuri temukan jawabannya jika tidak dijalani.
Suara ketukan dipintu mengalihkan perhatian Zuri.
Bu Sri sudah berdiri disana dengan sebuah paper bag yang cukup besar ditangannya.
"Nona Zuri... Tadi tuan muda Davian menitipkan ini pada saya. Katanya agar nona mencobanya, dan jika tidak sesuai, bisa ditukar nantinya" kata bu Sri menyerahkan bingkisan pada Zuri.
Zuri mengambilnya dan sedikit mengintip isinya.
"Kebaya pengantin?" tanyanya heran.
Bu Sri membenarkan.
"Mari saya bantu nona" ucap wanita paruh baya itu lagi.
Dengan pasrah, Zuri mencoba kebaya tersebut.
Bu Sri juga sempat mengambil gambar untuk dikirim pada Davian.
Tak lama, ponsel Zuri berdering dan sudah bisa ditebak itu adalah Davian.
Pria itu hanya memberi emoticon jempol. Hanya itu tidak ada embel-embel kalimat yang lain.
"Nona sangat cantik memakainya. Saya yakin tuan muda akan semakin tergila-gila pada anda nantinya.... Manisnya..." kata bu Sri tersenyum-senyum sendiri entah apa yang dibayangkan olehnya. Tapi senyum itu seketika sirna karena kalimat yang keluar dari bibir Zuri.
"Kami bukan pasangan seperti apa yang bu Sri bayangkan. Pernikahan ini hanyalah sebagai tameng untukku agar lepas dari keluargaku... Bisa dibilang semacam pernikahan bisnis seperti anak-anak pengusaha lainnya..." kata Zuri datar.
Setelah itu, Zuri beranjak kekamar mandi hendak mengganti pakaiannya kembali.
Zuri keluar dari kamar mandi sudah berganti pakaian.
"Saya bantu non..." kata bu Sri lagi yang mengambil kebaya dari tangan Zuri dan menggantungnya di hanger baju.
"Saya permisi mau buat makan malam... Nona istirahatlah" ucap bu Sri pamit dari kamar Zuri atau lebih tepatnya kamar pribadi Davian yang kini ditempati oleh calon istrinya sementara si pemilik kamar sedang mengungsi kerumah sang kakek.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Leona berjalan angkuh melewati setiap mata yang menatapnya kagum.
Wanita berambut sebahu itu kini sedang berada di kantor Davian.
Entah apa tujuannya tapi yang jelas bukan tujuan yang baik.
"Selamat siang nona, anda mau bertemu siapa?" tanya seorang gadis yang bertugas di meja informasi.
Leona membuka kaca mata hitamnya dan menatap merendahkan pada gadis yang berdiri dibalik meja informasi.
"Apa kau tidak tahu siapa aku hah? Kau mau dipecat ya?" ucapnya angkuh.
Gadis resepsionis mengernyit bingung
"Maaf nona, ini sesuai SOP dari perusahaan. Jika anda belum membuat janji maka anda tidak boleh sembarangan lalu-lalang di kantor ini" ucap gadis itu lagi tanpa takut diitimidasi oleh Leona.
Leona memicingkan mata.
"Kasih... Nama yang kampungan sama seperti orangnya..."
Gadis bernama Kasih itu sedikit menunduk guna meredam amarahnya.
Rasanya kesabarannya sudah mulai habis karena menghadapi orang seperti Leona.
"Maaf nona, anda tidak bisa masuk tanpa ada kartu akses masuk... Silahkan meninggalkan tempat ini secara baik-baik jika tidak ingin saya memanggil security.." ucap Kasih tegas.
Leona yang tidak terima secara sengaja menjambak rambut gadis itu hingga kening Kasih membentur meja informasi.
Kasih tentu tak terima akan perlakuan Leona, ia meminta bantuan pada rekannya yang baru saja datang dan seorang security yang berdiri di pintu utama langsung datang melerai perkelahian yang tidak seimbang itu.
Leona ditarik menjauh dari meja oleh dua orang pria berbadan tegap.
"Lepaskan aku....!!! Tangan kalian yang kotor itu tidak berhak menyentuh tubuh berhargaku...!" ucapnya sambil merapikan penampilannya.
Davian dan Gama yang berdiri tak jauh dari area keributan hanya memandang remeh pada Leona.
"Dia seorang gadis atau pesumo sih. Tenaganya kuat sekali... Gadis bar-bar" ucap Gama geleng-geleng kepala.
"Dia bukan pesumo tapi psikopat" sahut Davian cuek dan berlalu dari sana.
"Pak Him, urus gadis itu dan jangan biarkan dia berkeliaran di kantorku lagi.. kalian paham!" kata Davian melewati kerumunan orang-orang termasuk Leona yang menatapnya kesal.
"Davian tunggu..!" panggil Leona pada pria tampan idola semua para karyawan wanita di sana.
Leona mengibaskan rambutnya pada dua pria yang masih berada didekatnya. Ia berjalan menghampiri Davian yang berdiri tak jauh darinya.
Leona dengan tidak tahu malunya melingkarkan tangan di lengan Davian.
"Sayang... Mereka para karyawanmu jahat padaku. Mereka menjambak dan mencakar kulit mahalku. Kau harus memecat mereka..." kata Leona bermanja-manja pada pria dingin itu.
Semua karyawan termasuk Kasih tentu saja ketar-ketir dibuatnya. Bagaimana jika gadis angkuh itu adalah pacar bos mereka? Bisa tamat karir mereka diperusahaan besar itu.
Tapi seketika wajah yang tadi nampak takut berubah menjadi tawa dan kebahagian setelah bos mereka melakukan sesuatu yang harusnya sejak tadi dia lakukan.
Davian melepaskan kalungan tangan Leona dengan kasar. Wajahnya memancarkan amarah yang semua orang tahu pasti akan terjadi guntur menggelegar setelahnya.
Davian lalu menekan bahu Leona yang terbuka hingga kulit putih mulus tanpa cela itu memerah seketika.
Leona meringis kesakitan.
"Jangan pernah membuatku hilang kesabaran...! Kau hanya sampah yang tak berguna yang bisa kapan saja aku tendang kejalanan. Jadi ingat batasanmu Leona..." kata Davian dengan merapatkan giginya.
Leona terhuyung karena tadi Davian mendorongnya ketika melepaskan cengkraman tangannya.
"Tapi kenapa kau harus memilih Zuri? Kenapa bukan aku? Aku jauh lebih bisa memuaskanmu diranjang dibandingkan Zuri yang kampungan itu. Kau juga akan terkena sial jika bersamanya kelak... Apa kau lupa apa yang telah dilakukannya dulu padaku dan juga padamu? Kau tidak lupakan Davian... Kau bahkan kehilangan keka...."
Kalimat Leona tak bisa dilanjutkannya karena lehernya kini dicekik oleh tangan lebar Davian.
Gama serta karyawan lain yang melihat kemarahan bos mereka kini mulai panik.
Sang asisten berusaha melepaskan tangan Davian dari leher Leona. Wajah gadis itu semakin merah.
"Pak bos... Lepaskan...! Anda bisa membu**nya... Tolong dengarkan saya pak bos..." kata Gama panik dan mencoba menepuk-nepuk tangan kekar penuh otot itu.
Davian kembali tersadar dan melepaskan tangannya dari leher Leona.
Jejak merah terlihat jelas dileher putih itu.
Leona terbatuk-batuk dan mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya.
"Pergi dari sini dan jangan pernah memperlihatkan wajahmu dihadapanku lagi...!!" usir Davian yang membuat Leona lari terbirit-birit.
Semua orang juga telah membubarkan diri tapi tetap bergosip dibelakang Davian pastinya.
"Kembali pada kerjaan kalian masing-masing dan jangan ada yang bergosip!" kata Gama secara tegas pada bawahannya.
"Siap pak Gama" ucap karyawan serentak.
Davian sudah lebih dulu meninggalkan tempat itu.
"Apa yang terjadi pada anda pak bos? Biasanya anda punya pengendalian diri yang baik tapi kenapa begitu cepat terpancing emosi tadi?" Gama bermonolog sendiri.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments