Brakkk...
Ruang kerja seorang pria kembali heboh. Ini sudah kesekian kalinya dalam bulan ini ia mengamuk.
Terdengar makian dan umpatan disana.
Beberapa pria dan wanita duduk dengan kepala tertunduk dalam.
"Bagaimana kalian akan menutupi kerugian ini hah...!! Ini sudah ketiga kalinya kalian lalai dalam bekerja. Kalian mau buat saya bangkrut...!" kesalnya dengan suara lantang dan penuh amarah.
Bahkan asistennya pun tidak berani menenangkan bos besarnya itu.
Pria muda yang biasanya jenaka itu juga ikut menundukkan kepala.
"Pak Amri... bisa anda jelaskan pada saya kenapa ini bisa terjadi? Apa kalian melakukan penggelapan dana perusahaan saya hah!?" tanya pria muda yang kini berdiri bersandar di tepi meja kerjanya.
Pria paruh baya yang bernama Amri itu mengangkat kepala takut-takut.
Usianya memang lebih tua dari bosnya itu tapi soal pengalaman, ia tetap kalah dari pemuda tersebut.
"Maafkan saya tuan Davian... saya bersalah karena tidak teliti" ucap pak Amri dengan wajah pucatnya.
Pria bernama Davian Maverick Junior tertawa kecil. Bukan karena ada hal yang lucu melainkan karena kekesalannya sudah sampai keubun-ubun.
Ia berjalan mendekati pak Amri.
Dengan wajah dingin seolah akan menelan pak Amri hidup-hidup.
"Kau bilang maaf...? Kau pikir kata maaf bisa menghapus kerugian yang kalian sebabkan hah?"
Pak Amri tertunduk lebih dalam.
"Ini bukan sekali kita kehilangan klien penting karena kelalaian yang seharusnya tidak pernah terjadi... "
Pak Amri mengangkat kepalanya dan menatap balik Davian seolah sedang menantangnya.
"Jangan limpahkan kesalahan anda pada kami tuan Davian. Andaikan saja anda menerima tawaran Mr. Gilbert, tentu hal ini tidak akan pernah terjadi. Ini karena anda yang tidak percaya diri dan tidak bisa mengelola perusahaan... Bukan sepenuhnya kesalahan kami" ucap pak Amri yang semakin membuat Davian naik pitam.
Davian menarik kerah kemeja pak Amri.
"Kau bilang apa...? Kau menyalahkanku hah..?"
"Tuan Davian... sudah... anda bisa membunuhnya...!" lerai asisten Davian yang berusaha memisahkan keduanya.
Pak Amri sudah keringat dingin tapi tetap tidak mau mengalah. Ia tidak tinggal diam dan terus saja memancing amarah Davian.
"Ya... Anda jangan sok suci tuan Davian. Ini dunia bisnis yang semua orang tahu tanpa kecurangan tidak ada satupun yang berhasil. Lagipula, tuan Gilbert hanya menawarkan pernikahan bisnis dengan putrinya. Anda yang sok suci ini justru membuang kesempatan suntikan dana yang beliau tawarkan" ucap pak Amri semakin membuat Davian geram.
Davian kembali hendak menarik kerah kemeja pria paruh baya itu namun bisa ditahan oleh semua orang termasuk asistennya.
Para karyawan juga membawa pak Amri keluar dari ruangan tersebut sebelum terjadi baku hantam antara bos dan karyawannya.
"Tuan... tenangkan diri anda... Anda hampir saja membuatnya jadi pergedel... Calm down Bos....!" ucap asisten Davian.
Davian menghempas tangan asistennya.
"Gama... Kau pecat pria tua itu! Saya tidak mau melihat wajahnya lagi...!" perintah Davian.
Gama si asisten hanya bisa menghela nafas.
"Kalau kita memecatnya sekarang, anda akan dikenakan pinalti pak bos, mengingat pak Amri adalah karyawan lama dan sudah mengabdi diperusahaan sudah lebih dari delapan tahun. Lagipula ucapan pak Amri itu ada benarnya juga. Kenapa bos tidak menerima saja tawaran tuan Gilbert? Nona Agnes juga tidak jelek, masih bisa dibawa kondangan lah..." ucap Gama yang membuat dia mendapat bombastis side eyes dari Davian.
"Kalau begitu, kau saja yang menikah dengannya.. Saya ogah...!" tolak Davian yang melenggang keluar dari ruangannya.
Gama menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mana mau non Agnes dengan saya.. " ucapnya pada diri sendiri.
"Itu tahu sendiri!" sebuah kalimat ejekan keluar dari bibir Davian yang rupanya masih berdiri diambang pintu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mobil Lexus Ls 500 seharga 80 dollar lebih itu melenggang cantik dijalanan ibukota yang cukup padat di jam yang sebenarnya sudah lewat dari jam makan siang.
Davian memarkirkan mobilnya di sayap kiri rumah berarsitek Eropa kuno yang terdiri dari lima lantai, bercat putih kombinasi hitam disetiap pilarnya.
Ia sedikit merapikan penampilannya sebelum masuk kedalam rumah yang sudah dibukakan pintunya oleh seorang pelayan setia si empunya rumah.
"Selamat siang tuan muda Davian... Tuan besar ada di ruang baca. Mari saya antar" ucap pria paruh baya tapi masih tetap segar diusia 55 tahun.
"Rodeo... Kau mengecat rambutmu jadi hitam kali ini?" ucap Davian melirik penampilan kepala pelayan.
Pria bernama Rodeo itu tersenyum kecil. "Iya tuan muda. Uban saya sudah lumayan banyak" sahutnya.
Davian hanya mengangguk.
Mereka telah sampai didepan pintu kayu berwarna coklat.
"Silahkan masuk tuan muda... Tuan Edgar ada didalam" ucapnya sambil membuka pintu dan meminta Davian untuk masuk.
Suguhan pertama yang menyambutnya adalah deretan buku yang tersusun rapi dirak yang tingginya mencapai dua meter lebih.
Seorang pria tua duduk di kursi goyang dengan syal melingkar di lehernya, kacamata baca dan sebuah buku dipangkuannya.
Rambut putihnya semakin banyak saja dari hari ke hari.
"Kali ini apa? Usahamu sudah bangkrut? Atau kau dikejar oleh wanita mana lagi yang meminta pertanggungjawaban?" ucap pria tua yang tak lain adalah kakek dari Davian.
Davian berdecak kecil. Ia duduk di sofa single disisi kiri sang kakek.
"Jangan berburuk sangka. Saya bukan penjahat kel**in. Saya butuh suntikan dana dari kakek. Tidak banyak, hanya 8 milyar saja. Saya kehilangan banyak tender karena klien kami direbut oleh pihak lawan" ucap Davian tanpa basa-basi.
Tuan Edgar melepas kacamatanya dan menatap cucu satu-satunya.
"Baik... Tapi dengan satu syarat!" ucapnya.
Davian mengernyit. "Jika kakek meminta saya untuk mengurus peternakan atau semacamnya, tidak...! Saya tidak mau!" ucapnya langsung menolak.
"Kau kebiasaan berburuk sangka pada pria tua ini"
"Bukankah turunan dari kakek sendiri" sindir Davian yang mendapat decakan dari Edgar.
"Lalu apa? Kakek kan suka sekali meminta saya mengurus peternakan atau perkebunan. Tidak... saya tidak mau tinggal di desa" kembali Davian menegaskan penolakannya.
"Bukan mengurus peternakan atau perkebunan. Kakek hanya minta kau menikah dan semua warisan akan kakek serahkan padamu tanpa tersisa atau kalau kau menolak, maka semua aset dan warisan akan kakek berikan pada yayasan. Bagaiamana? Kau bersedia...?" ucap Edgar menawarkan pilihan.
Davian nampak berpikir keras. Sebagai pewaris tunggal, ia tidak rela harta sang kakek jatuh pada pihak lain.
Jika lima tahun lalu ia pernah menolak maka kini ia tidak punya pilihan lain. Perusahaannya sedang diambang kebangkrutan.
"Siapa calonnya?" tanya Davian kemudian.
Edgar tersenyum.
"Masih sama dengan lima tahun lalu..." ucapnya.
Davian menyisir rambutnya. Ia tahu siapa gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Yang Davian tidak habis pikir, kenapa harus gadis itu dan tidak berubah meski ini sudah lima tahun berlalu. Apa yang kakeknya lihat dari gadis yang bahkan keluarganya saja tidak memperdulikannya sama sekali.
Edgar masih menunggu jawaban cucu tunggalnya itu.
"Apa tidak ada pilihan lain? Kan dia punya adik perempuan, kenapa harus dia?" ucap Davian mencoba tawar-menawar.
Edgar menggeleng. "Harus dengannya! Tidak boleh yang lain!" tegasnya.
Davian menghela nafas.
"Baik...! " sahut Davian.
Edgar tersenyum senang namun senyum itu lenyap seketika karena Davian mengajukan syarat.
"Saya akan menikahinya jika dia bisa membuat saya terkesan. Jika tidak, saya yang akan membatalkannya sendiri dan kakek tetap membayar saya dengan uang senilai 20 milyar rupiah. Bagaimana? Deal?" ucapnya.
"Otak bisnismu memang cerdik"
"Saya belajar dari kakek.. "
Edgar diam sejenak. Menimbang untung ruginya.
"Oke... Deal... Jika dia bisa membuatmu terkesan, maka pernikahan kalian akan segera dilaksanakan tanpa penundaan" ucap Edgar tak mau kalah strategi dari cucunya.
"Baik.. Saya setuju!" sahut Davian.
Kedua pria itu bersalaman sebagai tanda kesepakatan.
Davian lalu keluar dari ruang baca menuju kamarnya.
Sudah hampir lima tahun ia tidak pernah menginjakkan kaki dirumah kakeknya itu. Mereka berdua memang tidak pernah akur sejak dulu.
Meski begitu, keduanya tetap memantau keadaan satu sama lain walau gengsi mereka lebih diutamakan pastinya.
Davian Maverick Junior adalah cucu tunggal dari Edgar Carlos Junior. Ia yatim piatu sejak usia 7 tahun karena kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan mobil seusai menghadiri acara.
Davian dibesarkan oleh kedua kakek dan neneknya. Hingga usia remaja, sang neneknya juga meninggal karena memang sudah sepuh.
Davian menolak mengelola peternakan dan perkebunan milik sang kakek dan lebih tertarik pada yang namanya uang. Ia membuka perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dan telah memiliki beberapa cabang bank swasta.
Karena krisis ekonomi yang sedang melanda negeri membuat perusahaannya merugi cukup besar. Dan oleh sebab itu, Davian lebih menerima tawaran sang kakek dibanding dari seorang klien yang juga menawarkan putrinya untuk menikah dengannya.
Bukan apa-apa, ia tidak suka gadis centil dan banyak polesan make up sana sini. Belum lagi rombakan di tubuh yang membuat gadis itu tampak seperti manekin yang dipajang ditoko-toko.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments