Pesawat dari London tiba dibandara internasional pukul sembilan pagi WIB.
Zuri menarik kopernya melewati orang-orang yang lalu lalang yang hendak menjemput keluarga mereka atau kepentingan lain.
Matanya menatap kanan-kiri untuk mencari seseorang yang mungkin ia kenali.
Maklum saja, ia sudah bertahun-tahun tidak pulang ketanah air jadi ia agak lupa jalan menuju rumah orangtuanya.
Sebenarnya ia malas pulang, tapi kakeknya Adam Wesley yang memintanya karena ada hal penting yang ingin diutarakan.
"Selamat pagi nona Wesley, saya Antonio yang akan mengantar anda kerumah besar" ucap pria seusia papanya.
Zuri hanya mengangguk kecil dan mengikuti pria itu menuju mobil yang terparkir dekat sisi penjemputan penumpang.
Sepanjang jalan, mata Zuri hanya menatap ramainya jalanan ibukota dengan berbagai aktivitas paginya yang begitu sibuk.
Hingga mobil sedan hitam keluaran Eropa itu memasuki rumah dua lantai yang luas dan terparkir sempurna di depan teras rumah.
Antonio mengeluarkan koper milik Zuri.
Tak ada siapapun yang menyambutnya. Dan Zuri tidak perduli hal itu.
Baginya hanya menyelesaikan perkara ini dengan cepat agar ia bisa kembali ke London dengan segera tanpa terus dirongrong pertanyaan kapan ia pulang ketanah air.
Maklum saja, ada banyak mimpi yang ingin ia raih dinegeri orang, selain ia ingin menjauh dari keluarga pastinya sebagai alasan utama.
"Tuan... Nona Zuri telah sampai" ucap kepala pelayan pada Adam Wesley yang duduk diruang tengah.
Adam menutup korannya.
Ia menatap Zuri yang berjalan dibelakang Antonio.
"Kau sampai... istirahatlah dulu, nanti kita bicara" ucap Adam pada cucunya.
Dingin dan tegas. Tak ada raut wajah rindu di mata pria tua itu padahal Zuri adalah cucu kandung yang telah lama tak bertemu dengannya.
Zuri berbalik kearah Antonio.
"Terima kasih pak Antonio. Saya bisa bawa sendiri" ucap Zuri meraih koper miliknya dari tangan Antonio.
Zuri melangkah hendak menuju kamarnya yang berada dilantai dua, namun langkahnya terhenti oleh suara dari wanita paruh baya yang tak lain adalah mamanya, Sarah Wesley.
"Kau mau kemana Zuri? Kamarmu bukan lagi disana melainkan disana" ucap Sarah menunjuk arah pintu kamar yang berada dekat kolam renang.
Zuri mengikuti tunjuk Sarah.
"Bukankah itu kamar tamu ma? Dan aku bukan tamu disini" ucap Zuri sedikit kesal.
Sarah melipat kedua tangannya didepan dada.
"Kau memang tamu dirumah ini, karena kau tidak akan lama tinggal disini" ucapnya tanpa perasaan.
Zuri menatap sang kakek.
Pria paruh baya itu bukannya memberi penjelasan, justru kembali pada kegiatan awalnya.
Zuri membuang nafas kasar.
Ia menyeret langkahnya menuju kamar yang tadi ditunjuk oleh mamanya. Zuri terlalu malas untuk berdebat dengan sang mama.
Matanya menatap sekeliling isi kamar. Tidak ada yang istimewa, barang-barangnya juga tidak ada disana. Hanya ada kasur berukuran queen dan juga lemari tiga pintu disana dan tanpa meja rias. Benar-benar terasing walaupun ia berada dirumah orangtuanya.
Zuri merebahkan tubuhnya. Ia meraih ponsel untuk mengabari temannya Adelline.
Karena kelelahan, tanpa sadar ia tertidur tanpa mengganti pakaiannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa dia sudah sampai?" tanya Abraham Nicholas Wesley pada Antonio.
"Sudah tuan. Nona Zuri sedang beristirahat dirumah" sahut Antonio.
"Baiklah... kau boleh pergi" ucap Abraham.
Antonio menunduk hormat dan keluar dari ruangan Abraham.
Abraham memutar kursinya. Matanya menatap jauh langit siang yang cerah.
Ia kembali mengingat ucapan papanya perihal rencana untuk putri sulungnya tersebut.
Awalnya, Abraham tidak setuju namun karena syarat yang diajukan oleh sang papa, akhirnya mau tidak mau, ia menyetujuinya.
Lagipula ini juga baik untuk masa depan semua orang.
Tak perduli orang akan mengatakan jika dia sedang menjual putrinya demi sebuah modal dan keuntungan yang besar.
Abraham memang sedang mengalami permasalahan serius pada usahanya. Dan sahabat papanya datang membawa angin segar serta bersedia menyuntikkan dana yang cukup besar dengan syarat yang tidak cukup sulit.
Zuri hanya akan diminta menikah dengan cucu tunggal sekaligus pewaris tunggal dari Sinar Agro Group dan juga memiliki beberapa peternakan sapi penghasil susu sapi terbaik yang diekspor hingga luar negeri.
Brakk...
Pintu ruangan Abraham dibuka dengan kasar. Seorang gadis muda berpakaian modis muncul.
"Papa... Kenapa harus Zuri? Bukankah papa tahu jika aku lebih dulu menyukainya. Papa tidak adil padaku!" rajuk putri bungsu yang selalu memperoleh semua keinginannya.
Abraham menatap putri yang selalu dimanjakannya hingga ia lupa jika masih mempunyai putri yang lain.
"Leona, kau kalau masuk jangan suka membanting pintu! ini dikantor, bukan dirumah" ucap Abraham dengan nada dingin.
Leona bukannya minta maaf tapi justru langsung duduk di sofa dengan melipat kedua tangannya dan bibir yang cemberut.
"Apa papa sudah tidak sayang padaku lagi? Kenapa memilih Zuri dibanding aku? Padahal papa tahu jika aku sudah lama menyukai Davian. Ini tidak adil bagiku pa... Papa dan kakek jahat padaku... aku sakit hati... " Leona menangis tersedu setelahnya.
Airmata yang jatuh dipipi putri kesayangannya membuat Abraham dilanda dilema.
Satu sisi ingin menyelamatkan perusahaan tapi disisi lain, hati putrinya hancur.
Abraham berjalan mendekati putrinya.
"Berhentilah menangis Leona sayang. Nanti papa akan mencoba membujuk kakekmu atau tuan Edgar untuk memilihmu. Sudahlah, hapus airmatamu. Nanti riasanmu luntur" ucap Abraham memeluk Leona.
Leona tersenyum licik dari balik pelukan papanya.
"Sampai kapanpun hanya aku pemeran utamanya dan kau Zuri, hanya sebuah bayangan gelap tak terlihat" bisik Leona dalam hati.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seseorang mengetuk pintu kamar Zuri dengan cukup kencang sehingga membuatnya terperanjat karena terkejut.
Zuri bangkit dan mengucek matanya.
"Iya... tunggu" ucapnya sambil memutar gagang pintu.
"Kau bukan nona dirumah ini jadi jangan berlagak seperti nona besar. Cepatlah bersiap karena nanti malam kita akan kedatangan tamu istimewa" ucap Sarah pada putrinya.
Zuri menghela nafas.
"Tamu istimewa? Lalu apa hubungan dengannya?" pikir Zuri dalam dalam hati.
Dengan malas-malasan, akhirnya Zuri bergegas bersiap.
Saat ia baru saja keluar dari kamar mandi, ia melihat seseorang yang sebenarnya tidak ingin ia temui seumur hidup.
Leona duduk dengan angkuh di tepi ranjang.
"Hallo kakakku sayang? Kau jahat sekali tidak memberitahuku jika akan pulang kerumah. Jika tahu begitu, kita bisa pulang bersama" ucap Leona dengan senyum manis namun menyimpan racun didalamnya.
Zuri tidak menghiraukannya dan sibuk dengan kegiatannya.
Ia malas kembali berdebat dengan mamanya jika terlambat keluar dari kamar sesuai permintaan mamanya tadi.
Leona yang diacuhkan oleh Zuri merasa kesal dan mengambil botol parfum milik Zuri lalu membantingnya kelantai hingga pecah berserakan.
"Leonaaaa...!!! Apa yang kau lakukan hah?" teriak Zuri marah.
Leona hanya tertawa sinis.
"Itu pelajaran bagi orang yang tidak tahu diri sepertimu! Jika sudah memutuskan keluar dari rumah ini harusnya jangan pernah kembali lagi... !"
Zuri berjongkok dan memungut pecahan kaca hingga kalimat Leona membuat ia tak sadar karena telah meremas pecahan botol parfum hingga telapak tangannya mengeluarkan darah.
Dengan kekesalan yang terpupuk dalam hatinya, Zuri bangkit dan mendorong Leona hingga terjengkang jatuh kekasur.
Leona yang tidak terima diperlakukan demikian kembali membalas hal yang sama pada Zuri hingga kakaknya itu jatuh lalu kembali terkena pecahan kaca yang masih berserakan dilantai.
Keributan dikamar tamu membuat seisi rumah berlarian menuju sumber suara.
Dan naasnya, Zuri baru saja akan melayangkan tamparan kearah Leona ketika mama dan yang lainnya tiba disana.
Mata Sarah menatap nyalang pada Zuri karena tidak terima Leona diperlakukan demikian.
Tanpa bertanya apapun, sebuah tamparan melayang dipipi Zuri.
Plaakk....
Zuri meraba pipinya yang panas dengan tangan masih bersimbah darah.
"Kau berani memukul adikmu setelah apa yang kau lakukan dulu haaahhh!! Jangan pernah menyakiti Leona lagi jika tidak ingin aku memasukkanmu kedalam penjara karena percobaan pembu**han!"
Sebuah kalimat yang bagaikan sebuah petir ditelinga Zuri.
Zuri hanya terpaku diam ditempatnya.
Tak ada yang membelanya disana. Zuri bagaikan seorang tersangka dirumahnya sendiri. Miris sekali.
"Maaf atas keributan ini tuan Edgar. Harusnya anda tidak melihatnya.. Sekali lagi kami minta maaf" ucap Abraham pada dua orang tamunya yang juga melihat kejadian g*la saat menghadiri acara makan malam dirumah kediaman calon besannya.
Leona telah dibawa kembali kekamarnya oleh Sarah untuk ditenangkan.
Semua orang telah pergi tapi seorang pria hanya menatap wajah sendu seorang gadis yang sudah lama tidak pernah lagi ia temui sejak usia remaja.
Zuri yang menghilang sejak tamat SMA kini ia jumpai lagi.
Davian benci mata yang selalu terlihat kuat itu.
Tanpa sadar, Davian meraih kotak obat yang dibawa oleh pelayan rumah untuk membersihkan luka pada telapak tangan Zuri.
Tanpa banyak bicara, Davian menarik tangan Zuri dan mendudukkannya ditepi ranjang. Dengan telaten ia membersihkan darah dan membalut luka yang cukup lebar ditelapak tangan gadis yang hanya diam saja sejak tadi.
Tak ada airmata atau ringisan dari bibirnya.
Zuri seperti patung yang sedang diperbaiki.
"Apa segitu dalam luka batinmu hingga tak ada airmata yang jatuh? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments