Sandi Pramuka

Ehh Ann, bentar bentar kalau kamu sepupunya Ivan, siapa yang lebih tua?" tanya Ratri.

"Aku."

"Ohh..kok aku enggak pernah lihat kamu?" Ratri tampak penasaran.

"Aku enggak pernah kesini."

"Sama sekali enggak pernah?"

Anne tersenyum getir menatap Ratri "Harusnya pernah waktu kecil tinggal lama disini, tapi aku enggak inget."

Ratri manggut-manggut namun gurat heran kembali menyelimuti wajahnya. Anne menepuk ringan dahinya dengan buku "Jangan tanya mulu, buruan kerjain."

Kemudian Ratri melihat soal matematikanya, menghela nafas panjang. Matanya kembali lagi menatap wajah Anne lalu menoleh menatap wajah Ivan. "Enggak mirip, enggak mirip." gumamnya.

Anne tetap mengabaikan gumaman Ratri. Ketika ia mengira Ratri sudah kembali fokus mengerjakan soalnya tiba-tiba gadis itu menegangkan tubuhnya, menatapnya seraya menegakkan badan lalu mendekati telinganya berbisik "Ann Ann kamu kan serumah sama Ivan, kalau Yuda main tolong paparaziin yaa."

Anne langsung menarik telinganya menatap lekat-lekat, tak mampu berkata-kata. Ratri sontak menyatukan telapak tangannya.

"Please, Ann, sekali ajaa."

Ia mempertimbangkan sejenak, bibinya pernah mengeluh mengenai Ivan yang selalu bermain di rumah Yuda.

"Enggak janji dapat." kata Anne

Ratri sontak kegirangan tak percaya sampai-sampai ia hendak memeluk Anne-yang langsung menyodoknya menggunakan penggaris.

TOK

TOK

TOK

Mereka langsung menoleh, Pintu di bukakan oleh sang guru. Dua anak laki-laki dengan banyak atribut yang dijahit pada lengan baju pramuka melewati ambang pintu. Guru meninggalkan ruang kelas seusai salah satu anak berbisik sopan padanya.

Masing-masing mulai memperkenalkan diri sebagai anggota Dewan Ambalan dan mengumumkan bahwa kegiatan Pramuka akan segera dimulai rutin setiap hari Sabtu. Ketika mereka keluar guru bergegas kembali masuk.

"Males banget." desah Ratri.

Sejak pengumuman hari itu, hari Sabtu bukan lagi hari yang menyenangkan karena waktu pulang mereka tertunda. Kulit mereka perlahan terutama pada wajah.

Di Sabtu pertama beberapa siswi mendapatkan hukuman karena merias wajah. Banyak juga siswa siswi yang tali dilepas untuk disita dan berakhir PBB sekedar mengenakan kaos kaki.

Pada sabtu kedua siswa-siswi yang mengikuti mulai berkurang, terdapat setumpuk surat yang berada di tangan seorang anggota DA. Seusai apel pembukaan, pembentukan sangga di pilih secara acak oleh anggota DA. Anne dan Ratri berakhir berada di sangga berbeda, tapi ia berada di sangga yang sama dengan wakil ketua kelasnya, Chloe, Seorang gadis keturunan chindo. Anggota laki-laki sangga mereka juga mulai ditambahkan satu per satu, mulai berkumpul di sampingnya, tiba saat nama terakhir disebut, bola matanya langsung berputar.

Sabtu ketiga bahkan lebih banyak yang absen termasuk Yuda. Tapi sejak sabtu keempat hanya dua atau sebanyak-banyaknya lima anak yang absen, sebab sejak sabtu keempat anggota DA lebih teliti ketika bersiaga di depan gerbang dan siswa siswi yang sebelumnya membolos juga mendapatkan sanksi. Sebelum apel dimulai mereka melakukan PBB sementara siswa-siswi yang lebih rajin menjadi penonton.

"Tumben Ivan enggak ikut dihukum bareng Yuda." celetuk Ratri.

"Mungkin dia beneran mau jadi tentara." Sahut Chloe.

Anne menyimak tanpa berkomentar, matanya menelusuri kerumunan hingga hinggap di wajah Ivan yang tengah menatap regu PBB. Seluruh kulit dan wajahnya menjadi lebih gelap dari seharusnya, mungkin karena ia memiliki kulit yang agak pucat, meski masih tak sepucat kulitnya. Rambutnya sudah dipotong cepak yang menjadi perpaduan sempurna dengan warna kulitnya. Anne juga dapat melihat gambaran kasar Ivan yang menjadi seorang Tentara.

Sabtu-sabtu berikutnya berjalan lebih lancar hampir tak ada yang terkena sanksi. Meski mendapat sanksi itu adalah pada situasi lain yang lebih menyenangkan. Contohnya seperti kali ini, Anne dan Ivan kalah dalam permainan berturut-turut, sedang berdiri kaku di depan papan tulis, menatap seorang senior yang berfikir keras untuk memberi mereka hukuman.

"Gimana kalau kalian main tebak kata pake sandi-sandi Pramuka."

Mereka langsung saling menatap, tatapan kompetitif terpampang di mata mereka.

Anne mengalihkan pandangannya dan menoleh menatap seniornya dan mengajukan pertanyaan dengan sopan "Yang kalah harus ngapain kak?"

Senior tampak berfikir sejenak seolah sudah memiliki ide untuk dipertimbangkan, berkata sedikit ragu-ragu "Yang kalah harus lakuin hal yang diminta sama yang menang gimana?setuju enggak?"

Keduanya kembali bertatapan. Anne memberikan senyuman penuh provokasi yang dibalas dengan Ivan yang berekspresi menerima tantangan.

"Setuju!"

"Setuju!"

Ujar mereka secara serempak. Teman-teman kelasnya yang tak mengerti apa yang terjadi hanya menatap heran, tulisan "Kena hukuman kok malah seneng." terbaca di dahi mereka.

"Siapa yang mulai dulu?" tanya kakak senior.

"Aku yang ngasih tebakan dulu kak." jawab Anne cepat.

Anne menulis serangkaian angka di papan tulis.

"23 1 10 1 8 11 21 2 15 4 15 8."

Ivan menulis guratan setiap huruf dibawahnya. Teman-temannya juga ikut memecahkan sandi meskipun tak boleh membantunya.

Setelah sebuah frasa terbentuk, ia menatap Anne mencibir "Wajahku Bodoh."

Sontak seisi kelas langsung tertawa tak terkecuali seniornya. Senyum puas tersungging di wajah Anne "Benar."

Ivan mengabaikan senyum Anne "Giliranku."

Ivan segera menggambar sandi kotak saat hampir selesai menulis Anne sudah menebak apa yang ia tulis "Lariku selambat siput." jawab Anne getir.

"Benar."

Kali ini Anne menulis sandi Napoleon yang tak lama setelahnya berhasil Ivan tebak. Lalu dibalas Ivan yang menulis sandi morse yang juga langsung Anne tebak setelah menatapnya sejenak.

Mereka mengulang sampai putaran ketiga tapi masih tetap seri. Keduanya seolah menikmati dan menantikan setiap apa yang akan ditulis oleh lawannya. Namun tidak dengan yang menonton dan ikut menebak mereka perlahan mulai menjadi bosan.

"Cuma main sandi bisa selama ini, udah kak lah bosen." keluh salah satu anak.

Tampaknya Kakak Senior sedikit mempertimbangkan dan menatap jam tangannya .

Namun disaat itulah, Ivan akhirnya menangkap sesuatu-kemampuan fotografis Anne. Begitupula Anne yang menyadari kemampuan cepat berfikir Ivan. Mereka akhirnya mencapai pemahaman diam-diam, apa yang mereka anggap sulit ternyata malah menjadi keahlian lawan.

Itu sebabnya mereka selalu mengajukan jenis sandi yang mereka anggap paling sulit dan entah bagaimana selalu mencapai seri. Hal sesederhana ini seharusnya mereka sadari sejak putaran ketiga...jika saja mereka tidak terlalu asik mengejek satu sama lain.

"Gimana.."

"Sekali lagi!"

"Sekali lagi!"

Ucap mereka secara serempak, Senior DA sedikit terkejut lalu menganggukkan kepalanya "Satu menit, yang enggak bisa jawab, kalah."

Sayangnya Ivan tak seberuntung Anne. Ia hanya kurang cepat mengambil kesempatan inisiatif yang Anne rebut di awal. Begitu Anne menulis sandi Morse sudah menjadi kekalahan telak bagi Ivan. Karena ia menulis serangkaian kode morse yang terdiri dari empat puluh lima huruf.

Meskipun tau ia mungkin tak mampu menyelesaikan tepat waktu tapi Ivan tetap mencoba menguraikannya. Setiap kata yang tersusun, satu umpatan juga tertelan. Baru saat ia kira dapat menyelesaikannya.

Seniornya berteriak "Waktu habis."

Anne langsung melemparkan senyum penuh kemenangan beserta tatapan meledeknya kepada Ivan yang sudah naik pitam.

"Di suruh ngapain..."

Prrrrtttt!!

Peluit terdengar dari lapangan diikuti suara hitungan mundur dari tiga. Spontan mereka bangkit mengambil topi dan berlari menuju lapangan. Yang berarti mereka akan latihan PBB sebelum pulang.

Terpopuler

Comments

Gohan

Gohan

Mantap, gak bisa berhenti baca

2025-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!