Harga Sebuah Kebebasan
Pernahkah kalian merasa kesal karena terjebak di tengah-tengah kemacetan di saat kalian tengah diburu waktu? Hal itulah yang kini tengah dialami oleh seorang remaja yang bernama Ray. Situasi ini sangat sering terjadi di kota besar seperti Jakarta. Kebanyakan orang Jakarta emang cuma bisa beli mobil, padahal gak punya garasi. Jadilah jalan umum disabotase dan dideklarasikan sebagai miliknya pribadi. Pengendara lain yang hendak lewat pun menjadi kesulitan, bahkan terjadi kemacetan karena mobil-mobil yang diparkir di jalanan kompleks atau di pinggir jalan yang sempit.
Ray merasa kesal tapi cuma bisa bersabar. Seandainya saja ban motornya tadi tidak bocor tentu dia tidak akan takut telat seperti ini. Sudah tiga kali Iya melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, dengan Sesekali dia memainkan gas motornya sehingga menimbulkan suara yang menderu-deru tak sabaran. Akhirnya setelah beberapa menit kemudian ia berhasil terlepas dari kesemrawutan jalanan ibukota.
Laju motor yang dikendarai Ray menderu kencang karena diburu waktu, hingga sepuluh menit kemudian Ray baru tiba di depan pintu gerbang sekolah SMA Nusantara yang sudah tertutup rapat.
“Ah, telat gue!” dumelnya kesal,
“Pak, bukain dong, Pak,” pinta Ray pada Pak Asep si penjaga gerbang. Laki-laki paruh baya itu Nampak sewot saat kegiatan Membaca koran sambil menyesat Kopi hitamnya terganggu.
Setelah gerbang itu terbuka Rey pun masuk dan memarkirkan motornya. Pandangannya Mengamati sekitar, mencari-cari takut ada guru piket. Setelah dirasanya aman cowok itu bergegas menuju ke kelasXII IPS2. Dia harap guru matematika belum tiba di kelasnya.
Rey menghela napasnya saat tiba di pintu kelas. Nyatanya hal yang sangat ia khawatirkan dari tadi tidaklah terjadi, tidak ada guru di sana. Nampak beberapa siswi perempuan ada yang bergerombol sambil tertawa cekikikan. Ada pula yang tengah sibuk mengecat kuku, sedangkan para temannya yang laki-laki ada yang sedang Mabar. Ada pula yang tengah mojok sendirian dengan Ponsel digenggamannya.
“Eh, tumben lu telat?” sapa Devan yang tengah duduk di depan bangku Ray.
“Ban motor gue bocor.”
Ray menjawab sembari mendudukan tubuhnya di kursi. Kemudian tangannya sibuk mengeluarkan buku pelajaran dari dalam tas,
“Bu Arin Kemana, Van?” tanya Ray. Tak biasanya guru matematikanya itu absen.
Dengan masih fokus ke ponsel yang ia pegang Devan menjawab asal,
“Kagak tahu gua. Mungkin lagi mojok kali sama pacarnya.”
Nampak Defan Tengah memainkan ponselnya sambil sesekali mesem mesem tak jelas.
“Pagi-pagi udah gila lu!” ucap Ray sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
Defan memutar kursinya menghadap ke belakang,
“Udah dengar gosip tentang si Rio belum?” wajahnya berbinar antusias.
Ray yang mendengar itu sejenak Menghentikan atensinya pada buku yang hendak ia baca,
“Kenapa lagi tuh anak?”
“Dia ditolak sama cewek. Awalnya gue liat video dia diTwitter, tapi sekarang udah rame di Instagram,” ujar Devan yang hanya direspon deheman malas Ray.
Defan yang Belum puas dengan tanggapan cowok didepannya itu mengambil buku yang tengah Ray baca.
Ray berdecak kesal,
“Balikin gak!” ucapnya dengan mata melotot.
Defan nyengir tanpa dosa. Tangannya menyodorkan ponsel digenggamannya kedepan wajah Ray. Memperlihatkan vidio cewek yang tengah berdecak pinggang sambil menunduk menatap seorang cowok yang tengah berlutut didepannya.
“Lihat nih bro, lihat! Gila gak ini cewek sampai bisa ngebuat cowok seangkuh Rio bertekuk lutut kayak gini.”
Ray menepis tangan Devan,
“Heran deh gue, video gak penting kayak gitu doang bisa ribuan yang nonton.”
Defan melotot tak setuju pada Ray. Temannya yang satu ini memang paling anti jika mengungkit tentang yang namanya sensasi, apalagi tentang cewek.
“Ah, elu mah. Lihat dulu dong ceweknya cuy, bening banget gile! gue ngeliat wajahnya aja udah semriwing.”
Ray Menggelengkan kepalanya semakin tak mengerti. Bukankah seharusnya di usia yang seperti dirinya itu Hanya fokus untuk pendidikan tidak dengan yang lain. Apalagi jika harus merendahkan harga diri hanya karena seorang makhluk yang bernama perempuan.
“Kalau gue mah ogah jadi orang bego cuma karena cewek yang modelannya kayak gitu,” sahut Ray sambil membalas beberapa pesan orang bengkel tempat dia memesan Beberapa onderdil motornya yang hendak ia modifikasi.
“Hati-hati bro, Entar ngebet lagi lo sama tuh cewek.”
Cowok bertubuh tinggi itu mendengus. Ditariknya buku yang ada di tangan kiri Defan. Dia memilih untuk melanjutkan menganalisa rumus matematika yang semalam sempat dia buat.
Dia Ray Sanjaya. Cowok pendiam yang menyukai ketenangan. Keriuhan yang ia Maklumi hanyalah sorak-sorai penonton saat dirinya bermain futsal disekolah. Sisanya Ray lebih suka tidak terlihat dan menjauhi segala macam masalah hingga dirinya menyelesaikan sekolahnya. Iya sudah merencanakan Jalan hidupnya untuk 5 tahun ke depan. Tertata rapi dan tepat sasaran seperti dengan apa yang ayahnya inginkan, dan berpacaran bukanlah salah satu dari perencanaannya dimasa depan. Ray tidak punya waktu untuk itu semua.
Bell istirahat pertama sudah terdengar. Beberapa siswa nampak Menghela napasnya lega. Setelah 1 jam lebih mereka mendengarkan pelajaran Sejarah yang amat sangat membosankan. Devan dengan wajah ngantuknya menoleh ke belakang.
“Mau ikut mojok nggak?”
Rai menggelengkan kepalanya sambil tangannya menutup buku catatan.
“Enggak ah, lu duluan aja.”
Laki-laki itu beranjak Dari duduknya dengan satu tangan yang memegang buku sosiologi tebal.
Seperti biasanya setiap istirahat pertama Ray lebih sering berada di perpustakaan Ataupun mungkin hanya akan duduk-duduk membaca buku di taman depan perpus daripada berkumpul dengan teman temannya yang mengobrol tak jelas di kantin. Hambar, Mungkin itulah kata yang cocok untuk menggambarkan kehidupan Ray yang monoton. Bukannya dia tak ingin menjadi remaja yang bebas seperti kawan-kawannya yang lain, Namun dirinya yang merupakan anak tunggal dituntut harus menjadi anak yang membanggakan.
Ray berjalan menuju kursi yang ada di taman depan perpustakaan sekolah. Sebelum ia duduk dipungutinya daun-daun kering yang berjatuhan yang ada diatas kursi. Seberkas foto yang sudah lusuh menampilkan seorang perempuan yang tengah tersenyum manis terjatuh dari tengah halaman buku yang dia pegang. Ah, dia lupa semalam Setelah belajar dia sempatkan waktu untuk memandangi foto itu dan lupa untuk kembali menyimpan foto itu dengan baik.
Sambil duduk dan memangku buku tebalnya, sekali lagi Ray menatap Wajah perempuan yang ada di foto itu. Di balik tatapannya tersimpan kerinduan yang amat besar. Itu adalah potret mendiang ibunya yang ia dapatkan secara sembunyi-sembunyi dari sang nenek. Katanya jangan sampai ayahnya tahu kalau dia menyimpan foto itu, entah kenapa Ray juga tidak tahu. Yang pasti sejak ibunya itu pergi sang ayah selalu menceritakan keburukan sang ibu. Namun tanpa ayahnya ketahui, Neneknya memberikan pemahaman pemahaman yang baik Perihal Kenapa sang Ibu harus pergi. Kemudian setelah Dia besar Dirinya mengerti. Bahwa sejatinya sang Ibu tak pernah mencintai sang ayah. Mereka menikah atas nama perjodohan, dan nyatanya cinta itu memang tak bisa dipaksakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments