Langit pagi mulai berubah terang saat Leon mendekati Rida. Tatapan matanya tajam, seperti belati yang siap menebas rasa aman siapa pun. Senyum sinis terukir di wajahnya.
"Hai, Nona manis... maukah kau berjalan bersamaku sepulang sekolah nanti?" tanyanya, suaranya licin seperti ular berbisa.
Rida menatapnya dengan jijik. "Sungguh menjijikkan," jawabnya tegas, meski suaranya bergetar.
Wajah Leon mengeras. Ia mencengkeram dagu Rida kasar, menarik wajah gadis itu mendekat. Mata mereka bertemu — satu penuh kebencian, satu lagi ketakutan yang dipendam.
"Berani sekali kau menolak ajakanku. Kau tahu siapa aku?" bisik Leon, dingin. "Kau akan menyesalinya nanti."
Ia melepas cengkeramannya dan pergi dengan tawa licik. Rida gemetar, air mata mulai menetes tanpa bisa ditahan. Zahra, yang melihat semua itu, langsung menghampirinya.
"Rida! Kau tidak apa-apa?"
Rida mengguncang kepala, tubuhnya gemetar.
"Aku takut, Zahra. Leon... dia akan melakukan sesuatu padaku."
Zahra menarik Rida duduk dan memeluknya erat.
"Tenang. Aku akan melindungimu... apapun yang terjadi."
Di sudut ruangan, Mugi memperhatikan dalam diam. Matanya memantulkan bayangan yang samar, ekspresinya netral — tapi dalam hatinya, ia mencatat.
"Apa yang akan dilakukan Leon nanti…? Ini menarik," bisiknya dalam hati.
Leon menyadari tatapan itu dan menyeringai.
"Oi, jelata. Apa yang kau pikirkan? Jangan coba-coba ikut campur!"
Mugi terkejut.
"Ti-tidak! A-aku tidak memikirkan apa pun!"
"Heh, pecundang." Leon meludah ke tanah dan pergi.
---
Tak lama kemudian, Melly masuk ke kelas, membawa hawa segar dan senyum yang menenangkan.
"Halo semuanya. Aku Melly, guru kalian. Salam kenal."
"Salam kenal, Guru Melly!" jawab para murid bersamaan.
Melly memandangi mereka dengan tatapan bijak.
"Sekarang, perkenalkan diri kalian satu per satu, ya."
Ketika giliran Mugi, ia bangkit dengan tubuh bergemetar.
"Na-nama... ku Gi-gi... gu-ru..."
Seluruh kelas tertawa. Melly ikut tersenyum.
"Coba sekali lagi ya, lebih tenang."
Dalam hati, Mugi memaki dirinya sendiri.
"Kontrol dirimu, Mugi! Ini bagian dari rencana!"
Ia berjalan menuju papan tulis, tapi tersandung kakinya sendiri dan jatuh telentang.
"Haaah... figuran sejati..." gumamnya lirih, mematung di lantai sementara tawa terus bergema.
---
Hari pun berlalu. Sementara teman-teman beristirahat, Leon menemui seorang pria bertubuh tegap di dekat gerbang sekolah. Ia menyodorkan secarik kertas.
"Ini targetmu berikutnya. Tangkap hidup-hidup... aku yang akan menghabisinya."
Pria itu menatap kertas itu, lalu menyeringai. "Serahkan padaku."
Di kertas itu... terukir gambar Rida.
---
Sementara itu, di kantin, Mugi dan Oneal makan bersama.
Oneal terus berceloteh. "Kenapa ya, Rida nolongin aku? Apa dia suka padaku?"
Mugi menatapnya polos.
"Itu cuma formalitas. Jangan GR."
Oneal berdiri dramatis.
"Tidak!!! Aku yakin dia suka padaku!!"
Perdebatan konyol pun dimulai.
"Iya kan?"
"Tidak."
"Iya kaaan?"
"Tetap tidak."
---
Malam turun, dan sekolah telah sepi. Rida berjalan sendiri menyusuri jalan setapak.
"Sendirian lagi..." gumamnya, menggenggam tas erat-erat.
Namun langkahnya terhenti. Sesuatu... atau seseorang... menguntitnya. Nafasnya memburu. Ia berbalik — kosong.
"Perasaanku saja?" pikirnya.
Tapi saat ia kembali berjalan, tubuhnya menabrak seseorang.
"Kau...? Rida, bukan?" suara itu akrab, tapi mencurigakan.
Rida bersiap menyerang, tapi sebelum sempat bergerak — ZAP!
Stun magic dari belakang menyambar tubuhnya. Dunia langsung gelap.
---
Saat tersadar, Rida mendapati dirinya diborgol dengan alat sihir. Ia mencoba mengangkat tangan — tak ada respons dari kekuatannya.
"Apa ini...?"
Seorang pria muncul dari kegelapan.
"Alat penyegel sihir. Baru dikembangkan. Kau tak bisa kabur."
Penculik lain tertawa.
"Target kami bukan main. Klien kami ingin kau... mati."
Rida menggigit bibir. "Dendam? Siapa yang... ingin aku mati?"
Salah satu dari mereka mendekat perlahan, senyum kejam menghiasi wajahnya.
"Dia ingin menghabisimu dengan tangannya sendiri. Kami cuma kurir. Dia akan datang sebentar lagi."
Rida bergemetar. Tapi sebelum teror sempat berlanjut...
CRAKK!
Langit-langit gudang retak. Debu berjatuhan.
"Bunuh?" terdengar suara lembut namun menusuk. "Bukankah itu dilarang?"
Seluruh penculik terdiam. Mata mereka menatap ke atas.
BRUAAAK!!
Seseorang berjubah hitam menembus atap, mendarat di tengah ruangan. Debu menyebar seperti kabut. Angin dingin berputar liar.
"Siapa itu!?"
Salah satu penculik maju dan menyerang — tapi orang berjubah itu menangkapnya, memutar tubuhnya seperti boneka kain dan membantingnya ke dinding. Suara tulang retak terdengar.
"Liq!!!" teriak penculik lain.
"S-siapa kau!?"
Sosok berjubah itu menatap mereka, matanya bersinar dalam kegelapan.
"Namaku… Keter. Sang pemburu dalam bayangan."
Rida menatapnya penuh kekagetan.
"Ke... ter?"
---
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments