bayangan kembali menghantui.

Langkah kaki Leon membelah keheningan lorong rumahnya. Wajahnya penuh amarah, sorot matanya menyala tajam.

"Sial!! Keter sialan!!" teriaknya, menendang kursi hingga terbalik.

Suara ribut itu mengundang kedua orang tuanya datang tergesa. Ayahnya, seorang pria berwibawa dengan jubah bangsawan, langsung bertanya:

"Ada apa, anakku? Dan... kenapa pipimu terluka?"

Leon menggeram. Ia menatap ayahnya dengan gusar.

"Ada seorang pria bernama Keter. Dia mengalahkanku… dan menyuruhku meminta maaf… kepada wanita itu!"

Ibunya yang anggun, namun berhati keras, langsung mendongak dengan tatapan terkejut dan marah.

"Apa!? Meminta maaf? Bangsawan tidak meminta maaf! Itu penghinaan!"

Ayah Leon menahan amarahnya, tapi suaranya tak bisa menyembunyikan kebencian yang tumbuh.

"Tenanglah. Seorang bangsawan tak bisa tunduk begitu saja. Kita akan beri pelajaran pada... Keter itu. Dan juga wanita yang membuatmu terhina."

Ibunya menatap putranya lekat-lekat, lalu bertanya curiga.

"Leon… bagaimana penampilan pria itu? Siapa dia?"

Leon mendesah, lalu menjawab.

"Aku tidak bisa melihat wajahnya. Dia memakai topeng, dan jubah hitam yang menyelimuti tubuhnya."

Begitu kata "jubah hitam" keluar dari mulut Leon, kedua orang tuanya terdiam.

Ayah Leon perlahan berkata, penuh keraguan:

"Topeng... jubah hitam...? Apakah mungkin… pembunuh bayangan?"

Ibunya langsung menggeleng cepat, berusaha menyangkal.

"Tidak mungkin! Pembunuh bayangan sudah lenyap bertahun-tahun lalu! Mungkin hanya peniru."

Tapi sang ayah tidak yakin. Dia menatap gelap ke jendela, lalu berkata pelan, namun tegas:

"Entah siapa dia sebenarnya… Tapi mulai hari ini, kita akan memutar permainan ini."

Ia lalu tersenyum sinis.

---

Keesokan paginya – di halaman sekolah

Melly sedang berbicara pelan dengan seorang elf bermata tajam, Nina. Keduanya terlihat seperti sedang berbagi rahasia besar.

"Kau mengerti, kan, Melly?" tanya Nina serius.

Melly mengangguk pelan, senyum samar menghias wajahnya.

"Iya. Aku sudah menduganya sejak awal. Tapi aku tak mengira… dia akan bereinkarnasi secepat itu."

Nina memutar tubuhnya, siap menghilang.

"Aku rasa… kekacauan akan dimulai lagi. Tapi mungkin… ini memang takdirnya."

Dan dengan sekejap, tubuh Nina menghilang di balik cahaya sihir.

---

Di kelas

Rida duduk di samping Zahra, masih dengan bekas trauma namun kini terselip keteguhan baru.

"Dia menyelamatkanku, Zahra… Namanya Keter."

Zahra langsung menjerit kecil.

"SERIOUS!? Keter itu keren banget!! Gila, kayak karakter utama di drama!"

Seorang teman lelaki mereka mendengar dan mengangkat alis, skeptis.

"Keren sih… Tapi apa itu benar? Jangan-jangan cuma khayalan. Bukankah pembunuh bayangan itu udah lama hilang?"

Rida menatap tajam. Kali ini suaranya tak bergetar.

"Aku melihatnya. Dengan mata kepala sendiri. Dia nyata. Dia kuat."

Suasana kelas langsung meledak oleh rumor itu. Nama “Keter” langsung memenuhi udara.

Di salah satu sudut, Mugi sedang minum air, tapi dalam hati dia berkata:

"Wah, cepet juga beritanya menyebar… Tapi keren sih."

Tiba-tiba…

"MUGIIIIII!!!"

Oneal muncul dari belakang dan memeluk Mugi dengan air mata berlinang dan wajah dramatis.

"KENAPA DIA BEGITU AKRAB DENGAN LAKI-LAKI ITU!!??"

Mugi, seperti biasa, polos dan tenang.

"Ah… kau lagi."

"Apa aku harus hajar cowok itu!?" teriak Oneal sambil mulai berjalan ke arah teman laki-laki yang tadi skeptis.

Mugi menarik lengannya cepat.

"Tidak boleh."

"Lepaskan aku!"

"Tidak."

"Lepaskaaaan!!"

"Tidak akan."

Satu kelas pun meledak tertawa. Tensi tegang sebelumnya langsung mencair oleh aksi kocak keduanya.

Tapi seketika itu juga, pintu terbuka.

LEON masuk, langkahnya berat, wajah dingin seperti es.

Ia berjalan lurus menuju Rida.

"Kau beruntung. Tapi nanti... kau tak akan lepas dariku."

Rida menatapnya, kali ini tak bergeming.

"Apa pun rintangannya, aku akan hadapi."

Leon menyeringai.

"Kita lihat saja nanti. Semoga kau tidak menyesal."

Ia pun berjalan ke bangkunya. Mugi hanya menyipitkan mata, berkata dalam hati:

"Hmm... mari kita lihat permainan apa yang akan kau mulai, Leon."

Di sampingnya, Oneal bergumam polos:

"Mugi…"

"Hmm?"

"Sepertinya… aku punya banyak saingan…"

Mugi menatapnya… "HAH!?"

---

Guru Melly masuk kelas, dengan senyum hangat seperti biasa.

"Wah, kalian heboh sekali hari ini ya?"

Salah satu murid langsung menjawab:

"Iya, Bu Guru! Ada yang bilang Keter itu pembunuh bayangan yang dulu!"

Melly menatap seluruh kelas. Senyumnya tak berubah, tapi dalam hatinya dia bicara:

"Jadi… kau sudah mulai menunjukkan dirimu ya?"

Lalu ia berkata lantang:

"Ah, mungkin tidak. Lagipula pembunuh bayangan sudah lama sekali. Jangan terlalu dipikirkan."

Tapi dari pojok ruangan, Mugi masih menatap Melly dengan mata berbinar.

"Dia imut banget… Nggak bisa berhenti lihat."

---

Di tempat lain – Sebuah rumah tersembunyi

Seorang pria bernama Rus sedang membaca koran.

Judul berita:

"Pembunuhan Brutal, Diduga oleh Sosok Bertopeng Hitam – Keter?"

Rus tersenyum miring.

"Jadi tugasku cuma menyamar sebagai Keter dan membunuh orang? Mudah sekali. Permainan dimulai."

---

Malam hari – Rumah Leon

Rus duduk bersama Leon dan orang tuanya. Di atas meja, tergeletak sebuah jubah hitam dan topeng perak.

Ayah Leon menyerahkannya dengan suara penuh niat gelap.

"Ini topeng dan jubahmu. Lakukan pembunuhan... atas nama Keter. Biar dunia tahu, Keter bukan pahlawan. Tapi ancaman."

Rus mengangkat alis.

"Kalau aku bertemu Keter asli?"

Ayah Leon tertawa dingin.

"Tenang. Kau tidak sendiri."

Rus ikut tersenyum, penuh percaya diri.

"Baiklah… Mari kita mulai panggung pembantaian."

---

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!