Keluarga yang tadi sempat berada diruang keluarga kini tengah menikmati makan siangnya. Kali ini makan siang itu berbeda karena ada Indara yang tinggal bersama bude’ Aya dalam batas waktu yang belum ditentukan.
“Motormu akan sampai nanti sore kayaknya Ra, atau paling lambat besok pagi.” Ucap Arfan membuka pembicaraan.
“Iya mas, tadi bude’ udah ngamong.” Timpalnya yang masih sibuk mengunyah. “Kenapa makanan ini enak. Tidak seperti yang aku buat. Padahal ini sama-sama ayam kecap.” Ucapnya pelan.
“Iya karena mbak-mbakmu sama bu Titi yang masak, makanya enak.” Celetuk Akmal yang mendengar gerutu Indara.
Indara hanya menatap Akmal sesaat, “padahal tadi aku sudah ngomong pelan-pelan tapi masih didengar juga.” Gerutunya.
“Ucapan pelanmu saja mampu membuat kita semua yang disini mendengarnya, apalagi teriakanmu mungkin akan mampu didengar oleh seantero perumahan ini.” Celetuk Arfan yang selalu menggoda Indara.
Indara hanya melihat Arfan dengan tatapan kesal tanpa berniat mengomentari ucapan sepupunya itu. Sedangkan bude’ Aya, Gamila, dan Lafiza hanya menggeleng dan tersenyum kecil melihat kelakuan ketiganya.
Setelah menyelesaikan makan siang, Arfan dan Akmal langsung kembali kekantornya. Bude’ Aya memilih untuk duduk bersantai di ruang keluarga tempat mereka berkumpul tadi. Indara sibuk membantu kedua kakak iparnya untuk membereskan meja makan dan mencuci piring sedangkan asisten rumah tangga bude’ Aya sedang membuat beberapa macam bumbu dapur.
Tepat setelah mencuci piring terdengar suara bude’ Aya yang memanggil Indara karena dari tadi HP gadis cantik tersebut berdering. Dengan segera Indara berlari menuju ruang keluarga tempat ranselnya berada dan meraih HP dalam kantong ranselnya.
Dilihat layar HP, ternyata sang mama melakukan panggilan video dengannya. Kemudian diusapnya lingkaran hijau pertanda bahwa dia menyambungkan panggilan tersebut dengan sang mama.
“Assalamualaikum maa.” Salam Indara.
Waalaikumussalam sayang, sudah sampai ditempat bude’ ? Tanya sang mama.
“Sudah beberapa waktu yang lalu ma. Ini bude’. Jawabnya dan mengalihkan HP kearah bude’ Aya.
Syukurlah, mbak titip dia ya. Kalau nakal pukul aja nggak apa-apa. Ucap Lestari sambil terkekeh pada kakaknya.
“Iya dek, kalau macam-macam kusuruh dia buat adonan roti. Hahaha.” Timpal bude’ Aya.
“Papa mana ma ?” Tanya Indara yang mencari keberadaan sang papa, dan kemudian mengalihkan HP kembali padanya.
Lagi nemuin klien sayang. Oh iya mungkin beberapa hari kedepan mama nggak bisa sering-sering ngabarin yah sayang. W.O. lagi sibuk-sibuknya ini, nggak apa-apa kan ? Tanya Lestari pada putri satu-satunya.
“Iya ma, nggak apa-apa.” Jawab Indara singkat.
“Hay tante Esta.” Panggil Gamila dan lambaian tangan dari Lafiza yang berjalan dari arah mushollah.
Hay, dua ponaan tante. Kalian apa kabar ? Ila sehat ? Iza juga sehat kan ? Tanya Lestari dengan semangat dari seberang telepon.
“Iya tante Alhamdulillah sehat.” Jawab Gamila dan Lafiza.
Ya udah yah nak, mama tutup dulu. Sampai jumpa. Baik-baik dibude’ mu. Nasehat Lestari pada Indara.
“Iya ma. Assalamualaikum.” Ucap Indara dan melambaikan tangan.
Waalaikumussalam.
Setelah memutuskan panggilan video dengan sang mama, Indara kini tengah beranjak dari tempat duduk akan meraih ransel dan tas jinjingnya untuk dibawa kekamar.
“Ara.” Panggil bude’ Aya.
“Iya kenapa bude’ ?” Tanya Indara dan mengurungkan niatnya untuk meraih ransel dan tas jinjingnya.
“Bude’ sama mbak-mbak mu ke toko yah nak. Nggak apa-apa kan kamu disini sama bu Titi ?” Tanya Bude’ Aya.
“Iya nggak apa-apa bude’. Bude’ kapan pulangnya ?” Tanyanya kembali.
“Paling nanti sore atau sehabis Magrib nak.” ucap Bude’ Aya dan tengah bersiap untuk ke toko.
“Mbak Ila sama mbak Iza juga pulang kesini kan ntar ?” Tanyanya lagi pada kedua kakak iparnya.
“Nggak dek. Kan mbak Ila sama mbak Iza harus pulang kerumah. Nanti kan dijemput sama masmu ditoko.” Jelas Iza yang tengah sibuk menyelempangkan tasnya.
“Hmm, ya udah.” Jawabnya singkat dengan nada kecewa kemudian mengambil ransel dan tas jinjingnya.
Bude’ Aya berjalan kearah dapur, rupanya ia menitipkan Indara pada bu Titi. Kemudian segera beralih menuju ruang keluarga tempat kedua menantunya menunggu.
“Bude’ udah ngomong ke bu Titi. Ara kalau ada apa-apa ngomong ke bu Titi ya nak.” nasehat Bude’ Aya.
“Iya bude’. Hati-hati ya.” Kemudian menyalami ketiga wanita yang berada didepannya itu.
“Kita pamit yah.” Ucap Bude’ Aya. “Assalamualaikum.” Pamit ketiga wanita berhijab itu dan segera beranjak dari ruang keluarga.
“Waalaikumussalam.” Jawab Ara, kemudian beralih menuju kamarnya yang berada dilantai dua.
Sesampainya dikamar Indara dibuat terkagum-kagum dengan rapinya kamar yang ditata oleh kedua kakak iparnya. Dihempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.
“Huuuu, nyamannya.” Ucapnya sambil membuat gerakan kupu-kupu dengan kedua tangan dan kakinya.
Sesaat kemudian dilihatnya jam yang berada dipergelangan tangannya. “Astaga, sudah jam setengah dua, dan aku belum sholat Dzuhur. Kok nggak ada yang ngingetin aku sih.” Gerutunya dan segera membuka jilbab kemudian berjalan menuju mushollah yang berada disamping dapur.
Setelah melakukan sholat Dzuhur dia berjalan menuju belakang dan dicarinya bu Titi yang masih sibuk membuat bumbu dapur dan sekarang terlihat tengah mengupas bawang merah.
“Bu Titi apa kabar ?” Tanya Indara.
“Ehh, mbak Ara. Alhamdulillah baik mbak.” Jawab bu Titi tanpa menghentikan pekerjaanya.
“Saya bantu boleh bu Titi ?” Tanyanya kemudian.
“Nggak usah mbak, ini sudah mau selesai kok. Ntar tinggal diiris aja pake alatnya.” Tolak bu Titi halus.
“Emang mau buat apa bu ?” Tanyanya lagi.
“Buat bawang goreng mbak.” Jawab bu Titi lembut.
“Ya udah bu, saya kekamar dulu ya. Ntar kalau udah Ashar minta tolong bangunin saya bu, kali aja saya ketiduran.” Ucap Indara.
“Oke mbak.”
Kemudian Indara beranjak kekamarnya, dan benar saja belum ada lima menit kepalanya menyentuh bantal dia langsung menyelami alam mimpi.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu dari balik kamarnya, membuat Indara mengerjap beberapa kali dan mulai menyadarkan diri.
“Mbak Ara, ini sudah Ashar mbak.” Suara Bu Titi terdengar ditelinganya.
“Oh iya bu ini sudah bangun kok.” Jawabnya dengan suara sedikit parau karena baru saja terbangun dari tidur.
Diraihnya Jam weker yang ada di atas nakas samping tempat tidur, ternyata sudah menunjukkan pukul 15:45. Dengan segera ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri juga berganti baju, kemudian berjalan menuju mushollah.
Kewajiban Asharnya kini sudah terselesaikan, ia mengedarkan pandangannya. Rupanya ia melihat Bu Titi yang sedang memasak. Dilangkahkan kakinya menuju dapur untuk menemui Bu Titi.
“Bu saya bisa bantu apa ?” Tanyanya pada Bu Titi.
“Nggak apa-apa mbak ?” Tanya Bu Titi.
“Iya nggak apa-apa bu.”
“Ya udah, mbak Ara potong-potong bumbu sama sayur-sayur aja ya. Biar ibu yang masak-masak.” Nego bu Titi.
“Okeh bu.” Kemudian mengambil pisau dapur yang tadi sempat dipegang oleh bu Titi.
“Hmmm bu, anak ibu yang perempuan itu di mana ?” Tanya Indara.
“Naura yang mbak maksud ?” Tanya Bu Titi.
“Namanya Naura ? Bagus bu namanya.” Ucapnya sambil memotong sayur.
“Iya mbak. Dia bantu-bantu ditoko mbak. Kalau pulang kuliah biasanya langsung ke toko. Kalau toko tutup baru pulang mbak. ” Ucap Bu Titi.
“Ohhh jadi dia juga di toko bu ? Waaah asyik dong aku punya teman yang serumah juga di toko selain bude’.” Ujar Indara dengan semangatnya.
Bu Titi dan Naura memang tinggal dirumah Bude’ Aya karena Bu Titi dari keluarga yang kurang mampu. Suaminya sudah lama meninggal dunia sehingga bude’ Aya meminta bantuan Bu Titi untuk mengurus rumahnya. Sedangkan Naura membantu Bude’ Aya untuk mengurus toko.
Namun karena selama ini Indara hanya berkunjung barang satu atau dua hari kerumah bude’nya selama masih kuliah di Malang. Membuatnya tidak terlalu akrab dengan Naura yang dua tahun dibawahnya.
“Bu, biasanya bude’ pulang jam berapa ?” Tanya Indara kembali.
“Tergantung mbak, kadang sampai toko tutup, atau biasanya sebelum tutup.” Jawab bu Titi.
“Hmm, ini udah bu. Ara kekamar dulu nggak apa-apa bu ? saya mau beres barang-barang dulu.” Ucap Indara.
“Iya mbak nggak apa-apa. Makasih mbak udah bantu ibu.” Kata Bu Titi.
“Siip bu.” Ucap Indara dan melangkah menuju kamarnya.
Indara terlihat sibuk merapikan barang-barang dan memasukkan pakaiannya ke lemari. Hingga tak terasa kini suara sholawatan dari arah masjid mulai terdengar, menandakan bahwa waktu Magrib akan segera tiba.
Indara yang sudah membereskan pakaiannya kedalam lemari, segera turun untuk menunggu waktu Magrib di ruang keluarga. Tak lama mulai terdengar suara adzan dari arah masjid, dan bergegas ia menuju mushollah. Ternyata disana sudah ada bu Titi.
Dua wanita beda generasi itu larut dalam sholatnya, hingga salam dan dilanjutkan dengan doa. Setelah berdoa bu Titi memilih untuk beranjak dari mushollah dan menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam. Sementara Indara memilih untuk membaca Al-Qur’an.
Sudah beberapa tahun ini Indara mulai mantap dan tak melepas pasang jilbabnya. Ia juga mulai memperdalam ilmu agama dengan mendengarkan ceramah-ceramah dimedia online dan kadang juga mendengarkan murottal.
Hingga waktu Isya berlalu belum juga ada tanda-tanda Bude’ Aya akan pulang. Kini Indara sedang berada dimeja makan sambil mengecek ponselnya dengan masih mengenakan mukenah.
“Bu Titi, kok bude’ belum pulang.” Tanyanya pada bu Titi yang sedang mengupas buah untuknya.
“Mungkin masih diperjalanan mbak. Paling sebentar lagi pulang kok.” Hibur Bu Titi padanya.
“Oh iya bu. Apa setiap akan masuk waktu Magrib dan setelah adzan ada orang yang sholawatan di masjid bu ?” Tanyannya pada bu Titi karena diliputi dengan rasa penasaran.
“Iya mbak, nggak jauh dari rumah ada pondok pesantren makanya tiap hari akan terdengar suara orang sholawatan dari arah masjid.” Jawab bu Titi dengan jelas sembari membawa beberapa potongan buah untuk Indara.
“Ooo, kok saya nggak tau ya bu kalau gitu. Hehehe.” Ucapnya pada bu Titi.
“Iya kan biasanya mbak kesini cuma nginap sehari dua hari, itupun keluar jalan-jalan sama Ibu Haya dan kadang malam baru pulang. Ya pantas mbak Ara ndak tau toh.” Jelas bu Titi.
“Oh iya ya bu. Hehehe.” Ucapnya dengan cengengesan.
Setelah menunggu beberapa lama terdengar suara mobil yang berhenti didepan rumah Bude’ Aya.
“Nah itu Ibu pulang mbak.” Ucap Bu Titi dan berlari kecil menuju luar rumah untuk membuka gerbang.
“Assalamualaikum.” Terdengar salam dari dua orang yang sedang berada diambang pintu.
“Waalaikumussalam.” Jawab Indara dan segera menghampiri dan menyalami bude’ nya.
“Ara, ini Naura nak. Anaknya bu Titi. Kamu udah tau kan ?” Tanya Bude’ Aya pada ponakannya itu.
“Iya bude’ tau. Tapi baru tadi tau namanya dari bu Titi. Hehehe.” Jawabnya dengan cengengesan.
“Hay aku Indara, panggil saja cantik yah.” Ucap Indara dan mengulurkan tangan pada Naura.
“Iya aku Naura mbak cantik.” Ucap Naura dengan sopan dan menerima uluran tangan Indara dengan senyum kecil.
“Eh, beneran aku dipanggil cantik bude’.” Ucapnya yang setengah terkejut ternyata Naura memanggilnya seperti yang dimintanya. Bude’ Aya dan Bu Titi hanya terkekeh melihat ekspresi Indara. “Terima kasih.” Ucapnya pada Naura.
“Ayo kita makan dulu. Kamu pasti nungguin bude’ dan belum makan kan.” Terka bude’.
“Iya Ibu, dari tadi sore mbak Ara nanyain ibu terus.” Celetuk Bu Titi.
Indara hanya tersenyum manis dan dirangkul oleh Bude’ Aya untuk menuju meja makan. Hal serupa juga dilakukan oleh Bu Titi pada Naura. Malam itu mereka makan berempat, jika biasanya bude’ Aya makan malam ditemani oleh Naura dan Bu Titi, dan tak jarang bersama kedua anak dan menantunya bila berkunjung.
Setelah menikmati makan malam, Indara menawarkan bantuan untuk membantu bu Titi dan Naura membersihkan dapur. Namun ditolak dan menyuruh Indara beristirahat. Sementara Bude’ Aya sudah beranjak kekamarnya lebih dulu. Dengan berat hati Indara kembali kekamar dan memilih untuk membaca buku yang belum dituntaskannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments