Ketentuan

Ketentuan

BAB 1

Seorang gadis yang baru saja turun dari sebuah bus, berangkat dari terminal Arjosari Malang dengan tujuan terminal Bungurasih Surabaya. Gadis itu berbalut jilbab pastel rawis dan tengah melambaikan tangan pada seorang waita paruh baya yang berada diseberang jalan. Indara Putri Khairul, seorang gadis yang baru saja menamatkan kuliahnya di Malang, lebih memilih untuk tinggal dan membantu usaha bakery bude’nya di Surabaya. Walaupun di tempat kediamanannya, Yogyakarta memiliki kedua orang tua mempunyai W.O yang terbilang cukup sukses.

Gadis tersebut ingin lebih lama tinggal di Jawa Timur tepatnya di Surabaya tempat sang mama dilahirkan. Walaupun cuaca Surabaya terbilang panas namun tak menghentikan niat gadis itu untuk tetap tinggal beberapa lama dengan sang bude’. Hayatunnufus atau akrab disapa bude’ Aya oleh Indara sudah menjadi single parents untuk kedua putranya sejak sepuluh tahun yang lalu.

“Budeeee’.” Indara melambaikan tangan sambil berlari kerah bude’nya.

“Assalamualaikum sayang.” Sapa Bude’ Aya dengan senyum manis sambil berdiri didepan mobilnya.

“Hehehe, lupa bude’. Waalaikumussalam.” Jawab Indara.

“Ya udah, ayo pulang. Tas jinjing kamu dimasukin bagasi ya.” Ajak bude’ Aya padanya.

“Siip bude’.”

Memang dari Malang Indara membawa ransel yang berisi laptop dan tas jinjing yang berukuran cukup besar. Barang-barannya telah lebih dulu dikirim, sebagian dikirim ke Yogya tempat orang tuanya dan sebagian lagi dikirim ke Surabaya tempat bude’nya. Barang-barang yang dikirim ke Surabaya adalah beberapa barang yang memang dibutuhkan oleh Indara.

Indara adalah sosok yang periang dan humble, namun jika bertemu dengan orang baru maka ia akan diam seribu bahasa atau bahkan menjadi acuh tak acuh.

Setelah memasukkan tas jinjingnya ke dalam bagasi mobil Indara pun masuk dan duduk disamping bude’nya yang siap untuk membawa mereka kerumah. Sepanjang jalan mereka tak henti-hentinya bercanda. Walaupun baru beberapa minggu lalu bude’ Aya ke Malang untuk menghadiri wisudanya tentu dengan kedua orang tuanya, dan tak ketinggalan kedua putra bude’nya.

“Kira-kira motornya Indara kapan nyampe Surabaya bude’ ? Tanyanya pada Bude’ Aya perihal motor yang dikirimnya.

“Kata mas Arfanmu sih ntar sore atau paling lambat besok Ra.” Jawab bude’ Aya yang tetap fokus menyetir.

“Hmm, okeh-okeh bude’.”

“Kamu udah makan Ra ?” Tanya bude’.

“Belum bude’, tadi dikosan sempat mengharu biru gitu bude’. Katanya mereka sedih pisah sama Ara. Trus peluk-pelukan gitu deh bude’." Terangnya sambil mempraktekkan adegan pelukan dengan teman kosannya pada bude’ Aya. “Eh Ara nggak sempat makan dong, soalnya mas ojek online yang nganter Ara udah didepan kosan. Padahal tadi udah beli makan, trus Ara kasih buat teman samping kamar Ara.” Jelasnya lagi tanpa melepas pelukan dari bude’nya.

“Hmm, ya udah. Hari ini mbak Ila (Istri Arfan) sama mbak Iza (Istri Akmal) ada dirumah kok. Tadi mereka niatnya ke bakery tapi bude’ tahan dulu dirumah, bude’ suru masak dulu buat kita.” Ucap bude’ Aya dengan cekikan mengingat tadi dia mencegat kedua menantunya.

“Waaah, pasti enak tuh bude’. Yeee dimasakin.” Ucap Indara senang.

“Enak masakan bude’ atau masakan kedua mbakmu ?” tanya bude’.

“Enak masakan mama bude’. Hahaha.” Jawabnya langsung.

“Berarti masakan bude’ nggak enak ni ? Berarti kalau bude’ ngirim makanan kekamu pas masih ngekos nggak dimakan ni ?” Ucap bude’ dengan nada bercanda.

“Enak kok bude’ enaaaaak banget. Ara suka.” Jawabnya dengan mengangkat kedua jempolnya. “Tapi, masakan mama juga nggak kalah enak sama masakan bude’.”

“Hmm.” Jawab bude’ Aya singkat dan memperlihatkan senyum tipis.

“Kapan Ara bisa mulai kerja bude’ ?” Tanya nya kembali pada Bude’ Aya.

“Kapan kamu mau aja Ra.” Jawab bude’ dengan singkat, karena memang ia tak ingin membebani keponakannya itu.

Bude’ Aya sudah menganggap Indara seperti anak sendiri, karena tidak mempunyai anak perempuan. Sehingga begitu menyayangi Ara anak dari adik satu-satunya itu.

***

Sesampainya dirumah bude’ Aya, Indara langsung membuka pintu bagasi mobil dan mengambil tas jinjingnya. Sementara bude’ Aya sudah lebih dulu menyapa kedua menantunya yang tengah berada diruang keluarga untuk sekedar bersantai setelah memasak dan dibantu oleh asisten rumah tangga mertuanya.

“Assalamualaikum semuaaaa.” Sapa Indara dan merentangkan tangannya sehingga membuat tas jinjingnya menyentuh lantai teras rumah bude’ Aya.

“Waalaikumussalam.” Jawab bude’ Aya dan kedua menantunya.

“Ini nggak ada yang mau peluk Ara ?” Tanyanya dan membawa tas jinjing juga ranselnya yang kini juga menjadi tas jinjing.

Indara melihat kedua kakak iparnya itu dan mamanyunkan bibirnya. “Jadi nggak ada yang kangen aku nih ?” tanyanya sekali lagi.

“Kangen kok, tapi nggak banyak.” Jawab Gamila dan memeluk adik sepupu dari suaminya itu.

“Hehehehe.” Indara membalas pelukan Gamila. “Ehhh ponakan tante sudah besar yah ternyata. Huuuuu.” Ucapnya sambil mengelus perut buncit Gamila dengan gemas.

Lafiza mengelus punggung Ara dan membuatnya langsung berbalik berhadapan dengan istri Akmal yang baru beberapa bulan lalu menikah.

“Kangen kan ke Ara ?” Tanyanya dengan menggoda.

Iza cuma bisa mengangguk kecil dan memeluk Indara.

“Ini sudah ada isinya ?” Tanya Indara sambil mengelus perut rata milik Iza.

“Sudah, untuk sementara ini masih lemak dan makanan. Doakan ya dek.” Jelas Iza dengan kekehan kecil.

Penjelasan Iza langsung menimbulkan tawa bagi keempat wanita yang berada diruang keluarga tersebut.

“Sudah, sudah, ayo makan dulu. Katanya tadi Ara belum makan kan ?” Tanya bude’ Aya sambil berdiri dari tempat duduknya.

“Iya, Ara belum ada makan dari tadi. Tadi pagi cuma makan roti sama minum air aja.” Jawabnya sambil berjalan menuju dapur.

“Mas Arfan dan Akmal akan pulang ma. Mereka sedang dalam perjalanan katanya. Nggak apa-apa kan ma nunggu mereka dulu ?” Tanya Gamila.

“Iya ma.” Ucap Lafiza kemudian.

“Iya sudah nggak apa-apa. Ara nggak apa-apa kan nak, nunggu kedua masmu pulang dulu ?” Tanya Bude’ Aya yang kini mendaratkan bokongnya kembali kesofa.

“Hmm, iya udah deh nggak apa-apa. Ara ngemil aja dulu kali yah.” Ucapnya tanpa menghentikan langkah yang awalnya menuju meja makan dan sekarang menuju depan kulkas.

Dibukanya pintu kulkas dan melihat beberapa jenis makanan yang bisa mengganjal perutnya. “Bude’ Ara bisa makan yang mana ini ?” Tanyanya pada Bude’ Aya.

“Apa aja yang kamu mau nak.” Jawab bude’ dari arah ruang keluarga.

Indara kembali keruang keluarga dengan membawa beberapa buah dan beberapa potongan cake yang tersaji dalam satu piring.

“Ayo mbak makan.” Ajaknya pada kedua kakak iparnya.

“Kamu aja dek, kita tadi sudah ngemil juga kok.” Tolak Iza dengan halus dan melanjutkan pandangannya ke depan TV.

“Ya udah.” Timpal Indara.

“Ra, nanti kamar kamu disamping kamar bude’ ya nak. kamar yang biasa kamu pake.” Terang bude’ Aya tanpa mengalihkan pandangannya dari depan TV.

“Siap bude’.” Katanya singkat dengan mulut yang dipenuhi oleh buah yang digigitnya.

“Barang-barangmu yang kemarin dikirim sudah kami atur juga dek. Ntar kamu bisa ganti tempatnya kalau ada yang meurutmu nggak enak diliat.” Ucap Gamila, dan mengalihkan pandangannya pada Ara yang sibuk mengunyah.

“Hmmm, makasih mbak-mbakku yang cantik. Sayang deh.” Ucap Indara dengan penuh semangat karena ia hanya akan mengatur barang-barang yang dibawanya tadi.

Dari arah pintu terdengar suara dua orang laki-laki yang memberi salam.

“Assalamualaikum.” Salam Arfan dan Akmal.

“Waalaikumussalam.” Ucap keempat wanita yang sedang berada diruang keluarga itu.

Kemudian dengan setengah berlari Ara menuju pintu dan melihat kedua kakak sepupunya itu.

“Maaas.” Kemudian menyalami kedua kakak sepupunya itu.

Lama diperhatikan kedua kakak sepupunya itu, hingga kedua laki-laki itu menjadi salah tingkah.

“Makin jelek.” Ujarnya singkat dan mendahului kedua laki-laki tersebut menuju ruang keluarga.

“Astaga mas. Tu anak nggak ada berubah-berubahnya.” Ujar Akmal yang tak terima dengan ucapan Indara.

“Kamu mungkin yang makin jelek.” Ucap Arfan mengejek adiknya dan berjalan mengikuti Indara.

Sementara Akmal hanya mendengus kecil dan mangikuti saudaranya.

“Mama, nggak salah ngajak dia tinggal disini. Ketenangan mama bisa terusik ntar.” Celetuk Arfan setelah menyalami bude’ Aya dan mencium sang istri. Hal yang sama juga dilakukan oleh Akmal.

"Nggak apa-apa ketimbang rumah ini sepi Fan. Biar kami bertiga makin banyak teman rumpi. Ntar takut-takut juga kalau ada maling biar dia yang jadi sirenenya." Jawab Bude' Aya setengah menggoda.

Mendengar ucapan bude’ Aya sontak membuat semuanya tertawa. Sementara Indara masih sibuk mengunyah dan menatap Arfan dengan sengit.

“Ayo makan dulu. Kasian Arfan sama Akmal kan ntar harus balik kekantor lagi.” Ajak bude’ Aya dan beralih dari tempat duduk. Kemudian diikuti oleh yang lainnya.

Arfan dan Akmal bekerja disalah satu perusahaan swasta di Surabaya, namun keduanya tidak sekantor. Keduanya sering terlihat disatu mobil karena kantornya searah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!