I'M LONELY
Welcome to chapter 1 I'm Lonely. I hope you like it.♡
.......
.......
.......
.......
.......
Happy Reading 👑
...Pernah berada di posisi terpuruk, namun tak ada satupun yang peduli?...
...Tenang, kau tidak sendiri. Karena aku selalu ada di posisi biadab itu....
^^^-Sabrina Anggraini-^^^
____________________________
"SABRINA!!"
Terdengar teriakan seseorang yang memanggil namaku. Mau tak mau, kuhentikan langkah kakiku. Lalu, menoleh ke sumber suara. Seorang gadis cantik melambaikan tangannya, menyuruhku untuk datang ke hadapannya.
Kenapa harus aku yang kesana, 'kan dia yang memanggilku? Sudahlah.
"Ada apa?" tanyaku sesaat setelah aku sampai di tempat gadis itu berada.
"Boleh pinjam buku Ekonomi lo, gak? Soalnya buku gue gak lengkap catatannya. Boleh ya, Na? Please ...." ujarnya memohon padaku.
'Kenapa gak langsung aja bilang kalau mau nyontek?' batinku.
"Gue nanti ada jam." balasku.
"Iya tau, tapi 'kan sebelum istirahat. Kelas gue jam pertama. Boleh, ya?" Lagi dan lagi dia memohon.
Apa boleh buat, aku mengambil buku tebal berlabel Ekonomi di sampulnya, lantas menyerahkan benda itu kepada seseorang yang menjadi lawan bicaraku.
"Aaaa.... Makasih banyak, Sabrina cantik!" Ucapnya dengan girang, lalu melenggang pergi begitu saja tanpa memberiku waktu untuk menjawab.
Oh, aku melupakan sesuatu! Ya, memperkenalkan diri.
Namaku Sabrina Anggraini. Perempuan biasa saja, yang tengah mengenyam pendidikan di SMAN Padjadjaran.
Sekolah favorit dengan siswa siswi dari kalangan atas. Memakai barang-barang branded, berbicara tentang jabatan dan kasta bukanlah hal yang tabu di sekolah ini. Biaya pendaftarannya saja mahalnya minta ampun.
Namun, semua itu terbayarkan tuntas dengan fasilitas dan sistem pengajaran yang sangat bagus. Bukan tidak mungkin jika lulusan dari sekolah ini sering mendapatkan beasiswa di berbagai universitas ternama.
Lantas kenapa aku bisa memasuki lingkungan elite ini? Beasiswa, mungkin jawaban yang tepat.
Dulu, Mama sempat melarangku menerima beasiswa itu mengingat sekolah yang dituju bukan sekolah sembarangan, dan dikhawatirkan tidak mampu membayar beberapa tunjangan sekolah. Namun, semua itu disanggah oleh Papa dengan alasan,"kesempatan baik tidak datang dua kali." katanya waktu itu, dibarengi dengan kerja kerasnya sebagai pegawai di sebuah perusahaan milik negara.
Disinilah kakiku terhenti, ruangan yang setiap harinya menjadi tujuanku untuk menyimak pelajaran. XII IPS 01. Kelas dengan penghuni yang memiliki segala karakter.
Kulanjutkan perjalananku hingga sampai pada sebuah bangku paling belakang, tepat di pojok kanan dekat jendela. Aku duduk sebangku dengan gadis berkacamata. Namanya Gemala Kartika, aku biasa memanggilnya Ika. Walaupun kebanyakan orang akan memanggilnya Gema ataupun Mala. Ya, aku suka me-make over nama-nama orang, terlebih orang yang kukenal dan akrab denganku. Selama nama itu masih pantas dan berada dalam lingkup wajar, why not?
Ika termasuk gadis cantik, dia pandai, pendiam namun tidak pada orang yang dekat dengannya, dia akan bobrok habis-habisan, termasuk padaku. Pasti ada saja lelucon yang ia lontarkan.
Orang awam ataupun orang yang tak mengenalnya, tentu akan menganggapnya sebagai gadis cupu yang norak, tapi bagiku orang cupu, kudet, bahkan orang gaptek sekalipun, mereka sama saja. Sama-sama makan nasi, dan menyandang status sebagai 'manusia'.
Ah, sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan.
"Pagi, Ika," sapaku pada sosok gadis yang duduk di sebelahku.
"Pagi juga, Sabrina," jawabnya seraya meletakkan buku paket yang dibacanya ke atas meja.
Setelah aku duduk di kursi yang bersebelahan dengan jendela, Ika mengalihkan atensinya kepadaku. Seperti biasa, jika sudah di posisi itu, ia akan bercerita tentang banyak hal.
"Na, kemarin sepulang sekolah, ada kecelakaan sepeda motor versus mobil di jalan yang deket sama rumah aku. Katanya sih, si pengendara sepeda motor kepalanya pecah, terus ini ... Itu ...." Dia terus saja bercerita hingga tak terasa bel masuk berdering lantang. Seluruh penghuni kelas duduk dengan rapi, dan tak lama kemudian guru super duper killer memasuki kelas. Guru mata pelajaran Matematika, Bu Wiwik.
"Selamat pagi, anak-anak," sapanya nyaring.
"Selamat pagi, Bu," jawab kami serentak.
Ia pun memulai pelajaran seperti biasa. Memberikan materi, lalu setelah tak ada lagi yang bertanya ataupun kurang paham, dia lanjutkan dengan soal-soal latihan.
Waktu terus bergulir, hingga jam pelajaran Matematika mencapai puncaknya.
"Jam pelajaran Matematika telah habis, dipelajari lagi materi yang tadi. Sekian dan sampai berjumpa kembali di pertemuan selanjutnya," ujar Bu Wiwik.
"Baik, Bu," jawab serempak dari para penghuni kelas.
"Ka, gue mau ke kelasnya si nenek lampir, ngambil buku Ekonomi. Nanti kalo gurunya dateng dan nanyain, bilang aja gue ke kelas sebelah ngambil buku. Paham?" ujarku panjang lebar, terkadang berinteraksi dengan Ika harus sabar dan memberi keterangan sejelas mungkin.
"Oke, aku paham."
Aku mulai meninggalkan kelas, melewati lorong kelas XII, keadaannya lumayan sepi karena memang muridnya tengah mengikuti jam pelajaran.
Tak berlangsung lama, akhirnya aku sampai di depan kelas tetangga. XII IPS 03. Kelas dari gadis yang tadi pagi meminjam bukuku. Kelas urutan paling akhir. Kelas ini sering menjadi trending karena ulah para penghuninya.
Kuketuk pintu yang sedang terbuka lebar itu. Membuat seluruh orang yang berada di dalamnya, mengalihkan atensinya padaku.
"Masuk, Sabrina. Ada apa?" tanya Bu Sintia, guru cantik nan ramah yang mengajar mata pelajaran ekonomi.
Kakiku mulai melangkah maju ke tempat guru lembut itu berdiri.
"Maaf, Bu. Saya ada perlu dengan Claudia." jawabku sopan.
"Oh, baik. Claudia, Sabrina ada perlu denganmu." Claudia yang terlihat ogah-ogahan, beranjak dari tempat duduknya.
"Mana buku gue?" pintaku saat gadis dengan bandana polkadot itu sampai di depanku.
Ia kembali ke tempatnya tadi, seraya membawa buku besar punyaku yang tadi pagi dipinjamnya. "Nih, thanks." ucapnya dengan menjulurkan benda tebal itu pada pemiliknya.
"Ya," jawabku singkat, lantas mengalihkan atensi pada Bu Sintia,"terima kasih, Bu atas waktunya. Saya permisi kembali ke kelas."
"Oh, iya. Silakan."
Sebenarnya, aku sangat malas jika berurusan dengan gadis centil bernama lengkap Berliana Claudia Putri Zendrato itu, sebab perangainya yang terkenal buruk di sekolah.
Setelahnya, aku keluar dari kelas tetangga dengan buku yang sedikit kusembunyikan sedari tadi. Takut-takut jika Bu Sintia tahu jika aku sudah memberi contekan pada Claudia.
Brukk!
Tak sengaja seorang murid laki-laki menabrakku dengan keras, hingga tubuhku terhuyung. Buku yang kubawa sampai jatuh mengenaskan di lantai.
Ah, ada-ada saja! Apa lorong sekolah kurang lebar hingga dia menabrakku?
Buru-buru kupungut buku itu, setelah menegakkan tubuh, aku melihat orang bertubuh jangkung yang hanya menatapku.
Tanpa sepatah katapun.
Kami hanya bergeming.
Setelahnya, dia melenggang begitu saja tanpa mengucapkan kata maaf padaku.
Aku dibuat heran oleh tingkahnya. Sekilas aku berpikir, apakah dia benar-benar manusia?
Sudahlah, waktuku tak banyak saat ini. Aku segera menuju ke kelas dengan sedikit berlari.
"Untung aja kamu udah nyampe, bentar lagi gurunya mau dateng." ujar Ika saat aku sudah sampai di bangku.
Belum juga aku menyahut, Bu Sintia sudah memasuki kelas dengan beberapa buku paket di tangan kirinya.
"Selamat pagi, anak-anak," ia menyapa seluruh murid seperti biasa.
"Selamat pagi, Bu."
"Baiklah, sesuai dengan Minggu lalu, silakan kumpulkan semua tugas yang saya beri. Setiap anak di bangku paling depan, mengambil setiap buku dari masing-masing baris." Arahan yang diberikan Bu Sintia, masih sama seperti biasa.
Buru-buru siswa siswi yang duduk di bangku paling depan, mengambil setiap buku, termasuk punyaku dan Ika yang duduk di bangku paling belakang.
(Bersambung ....)
Semoga kalian menikmati cerita ini:-)
IG: @indah_mldh05
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments