(Mengambil secangkir kopi) Sepertinya, ada banyak hal yang ingin Anda sampaikan lagi pada saya. Saya siap untuk mendengarkan.
Denis
...
Denis berdiri dan menghadap ke arah jendela ruangan itu.
Denis
Saya dengar, Anda memiliki apartemen.
Gani
(Dalam hati Gani: Dia 'kan CEO ternama di negeri ini. Mana mungkin dia tidak tahu apapun. Bahkan, hotelnya Arlina saja dia tahu.)
Ya, itu benar. Ada di 3 daerah. Medan, Jakarta, dan Bandung.
(Kembali menyeruput kopi)
Denis
Kalau Anda berminat sih...(Balik badan)
Gani
...
Denis
Saya mau beli. Sekitar 50 miliar rupiah. Itupun jika Anda berminat.
Gani
(Dalam hati Gani: Dia memang dikenal terkadang licik. Seperti yang sering dibicarakan orang-orang. Bahkan sampai masuk media sosial dan TV)
Denis
Kalaupun masih kurang, tinggal bilang mau berapa. Ratusan miliar pun silahkan. Tentu saja lebih bagus. (Membuang abu rokoknya ke asbak)
Gani
...
Denis
(Dalam hati Denis: Sepertinya, dia berpikir jernih dulu. Tapi, awas saja jika dia menolaknya)
Bagaimana? Namun jika Anda butuh waktu, tidak masalah. Saya beri waktu terserah Anda. Tapi kalau bisa, secepatnya.
Gani
Saya butuh waktu untuk masalah seperti ini. (Menunduk) Apalagi, saya masih harus menyelesaikan satu masalah yang berkaitan dengan istri saya.
Baik, Pak! (Dalam hati Gani: Ku rasa, dia memang orangnya licik.) Terima kasih juga sudah mau kerja sama dan tanda tangani kontraknya. (Berjabat tangan)
Denis
Sama-sama. Kalau begitu, saya permisi dulu.
Denis meninggalkan ruang pribadi Gani, dan keluar gedung kantor.
Gani
(Dalam hati Gani: Mungkin, dia memang anjing liar. Sangat luar biasa. Tak heran ia selalu jadi perbincangan hangat dimanapun, hingga masuk televisi...)
Salim
(Cemas) Boss! Anda baik-baik saja?
Gani
Aku tidak apa-apa. Namanya juga urusan bisnis. Pasti ada jahatnya. Sama seperti politik.
Salim
Benar, Boss.
Di rumahnya dengan Gani...
Arlina
(Dalan hati Arlina: Aku ingin sekali protes pada ibuku. Tapi bagaimana caranya? Ibu sangat kasar orangnya jika aku tambah membantahnya lagi)
Tanpa disadari, Arlina meneteskan air mata.
Arlina
(Menangis sambil mengusap perutnya yang semakin besar. Dalam hati Arlina: Mungkin, Mas Gani bisa bantu. Namun aku tak mau tambah menyusahkan dirinya. Biarpun dia sesungguhnya suami yang baik.)
Di ruang tamu yang luas dan sepi. Yang menyambut hanya pelayannya barusan.
Arlina
(Dalam hati Arlina: Rasanya, aku seperti merasa kesepian. Tapi, aku bisa nyaman sedikit dengan bayi yang masih ku kandung saat ini)
Pelayan 1
(Mendekati Arlina) Nyonya mau susu? Atau cemilan barangkali? (bertanya ramah)
Arlina
...
Pelayan 1
Mungkin, kalau untuk Tuan Gani boleh?
Arlina
Terserah kamu untuk Mas Gani. Silahkan saja. Aku butuh waktu sendiri.
Pelayan 1
Baik, Nyonya. Saya permisi! (pamit pergi)
Pelayan 2
(Mendekati pelayan 1) Kenapa dengan Nyonya Arlina? Pertengkarannya dengan Tuan Gani 'kan sudah beres. Mereka sudah baikan lagi.
Pelayan 1
Sepertinya, mereka bukan masalah dalam keluarga. Tapi, dalam dunia bisnis mereka masing-masing. (Memotong wortel) Maklumlah, mereka 'kan sama-sama memiliki banyak perusahaan.
Pelayan 2
Benar juga. Apartemen, perkantoran, kampus, hotel, sekolah, pondok pesantren, juga mall pun mereka sikat. (Memasak daging sapi)
Pelayan 1
Nah, itu kau tahu! Memang dalam dunia bisnis, ada kejahatan yang bisa tersembunyi. Atau bisa dibilang, ada "musuh dalam selimut".
Comments