(Sambil menyajikan makanan di meja makan) Tinggal sup ayamnya...(kembali ke dapur)
Rini
(Datang ke ruang makan dengan Habibah) Arlina! Kamu yang siapkan ini semua?
Arlina
(Datang dari dapur) Iya, Mah! Silahkan duduk! Kita nikmati makannya bersama-sama.
Habibah
Aduh, Arlina! Jangan terlalu sering bekerja! Kamu 'kan udah hamil sebesar itu perutnya. Kasihan bayi kamu sama Gani. (Nada cemas)
Arlina
(Tersenyum lembut) Nggak apa-apa kok, Eyang. Justru harusnya Mamah sama Eyang yang istirahat. Ini kewajibanku sebagai istri dan menantu. Serta...(memeluk Habibah) Cucunya Eyang juga. Untuk membantu.
Habibah
(Tertawa) Ah! Kamu bisa aja, Cantik. Ayo! Ikut makan juga!
Rini
(Ikut tertawa) Iya, Sayang! Kamu bisa aja cerianya. Kami senang kamu bisa ceria lagi.
Arlina
Alhamdulillah! (Tersenyum)
Gani
(Datang dengan dinginnya) Semua udah siap? (nada sedikit datar)
Rini
(Menegur cukup keras) Hus! Gani!
Gani
Udahlah, Mah! Ini urusanku sama dia!
Arlina
(Terdiam biasa. Tak merespon, lalu duduk di kursi untuk ikut makan)
Makan malam pun di mulai. Arlina bercanda tawa bersama Rini dan Habibah. Gani melihatnya hanya dengan senyuman biasa. Dalam hatinya, sebetulnya ia ikut bahagia melihat istrinya yang sedang hamil besar darah-dagingnya itu kembali tersenyum bahagia seperti biasa.
Rini
(Melirik putranya) Gani! Nanti kamu dengar nanti sama Arlina suara cucu Mamah dan Eyang, ya! Supaya kalian akur lagi! (nada gembira)
Gani
(Sedikit terkejut) Mmm...
I, iya, Mah. (mengangguk, tersenyum kecil)
Habibah
Alhamdulillah! Udah usia segini, tapi Eyang masih di kasih kesempatan lihat cucu buyut Eyang nantinya. (Nada riang gembira)
Gani
(Hanya mengangguk tersenyum kecil)
Setelah makan malam, di dalam kamar...
Arlina melihat suaminya yang tengah sibuk kerja dengan laptopnya sendiri. Berjalan mendekati Gani perlahan.
Gani
(Melihat Arlina dengan sedikit cuek, tapi perhatian) Ada apa? (kembali fokus ke laptop)
Arlina
(Terdiam sejenak) Aku...
Mau minta maaf. Tapi, aku harap itu nggak betulan kamu selingkuh, Mas. (Melunak sambil mengusap perutnya yang semakin membengkak besar) Seperti yang kamu bilang, demi anak kita.
Gani
(Menghela nafas dalam-dalam) Ya. Aku udah maafin. Cuman nanti jangan terlalu keras. Aku kaget barusan. Lagian, itu memang gosip. Rumor murahan! Jangan didengar!
Arlina
(Mengangguk)
Gani
Ya udah. Sini, tiduran!
Arlina tersenyum lembut. Mendekati Gani dan bersandar ke bahu kanannya. Merasakan kehangatan cinta dari Gani.
Besoknya, di ruang kerja Gani di kantor...
Salim
(Asisten pribadi Gani di kantor, sekaligus sahabat Gani) Ini cukup menggiurkan bagi perusahaan kita. Yang ada di Bali meminta kita bekerja sama. Tapi, malah maunya bayaran yang lebih tinggi. (Sambil melihat dokumen datanya)
Gani
Berapa? (Bertanya santai, dingin. Sambil melihat ke jendela besar)
Salim
Mintanya...(melihat datanya baik-baik) 759 juta rupiah.
Gani
(Kaget hebat) WHAT?! 759 juta? Katanya udah sepakat kita hasilkan 589 juta. Naiknya tinggi-tinggi amat! (Menyambar data dari Salim, melihat hasilnya) Ini betulan?! (menatap tak percaya)
Salim
Benar. Aku sudah menghitungnya semalaman. Ini juga sulit di percaya, tapi...
(Terpotong)
Gani
(BRAK! Menggebrak meja) Mereka minta korupsi, ya?! Pastinya ada udang dibalik batu ini. Aku minta segera selesaikan semuanya! Selidiki dengan baik, dan kalau memang korupsi, jangan biarkan mereka lolos! (tegas keras)
Salim
Baik. (Pamit pergi)
Gani kecewa dengan perusahaan kliennya beberapa bulan lalu yang sempat ia ajak kerjasama. Sebuah perusahaan terbesar di provinsi Bali sana.
Gani
(Dalam hati Gani: Tak bisa dibiarkan. Ini benar-benar harus tuntas ke ranah hukum. Perusahaan besarku, anti korupsi! LKAM harus ku pertahankan!)
Comments