Senja Terindah
Kisah ini bermula di sebuah tempat wisata elit Jakarta, yang selalu ramai dikunjungi wisatawan. Di tengah hiruk-pikuk itu, terdapat seorang wanita bernama Marsha. Usianya 31 tahun, dan dia adalah seorang janda yang telah melewati banyak kisah dalam hidupnya.
Marsha bekerja sebagai supervisor di salah satu restoran di kawasan wisata tersebut. Ia dikenal sebagai wanita pekerja keras, tak pernah lelah menata hidup. Suatu hari, saat sedang merenung tentang status pernikahannya yang belum juga selesai, pandangannya tertuju ke sebuah restoran bernama Beef Roasting, tak jauh dari tempatnya bekerja.
Tanpa ia sadari, matanya terpaku pada sosok pria tampan di balik dapur restoran itu. Pria itu berpostur tegap, berambut rapi, dan tampak ahli dalam setiap gerakan memasaknya. Nama pria itu adalah Pietro, atau biasa dipanggil Vincent. Saat itu, Marsha hanya memperhatikan dari kejauhan.
Hari-hari berikutnya, rasa penasaran dalam diri Marsha tumbuh menjadi ketertarikan. Setiap jam istirahat, ia mencuri pandang, berharap bisa melihat sosok Vincent lagi. Hingga suatu hari, dengan nada manja, Marsha memanggil teman Vincent, "Hei, Beef Roasting!" Suaranya cukup untuk membuat pria itu mendekat.
Teman Vincent itu menyambut ramah, dan saat Marsha menanyakan nama pria di dapur, ia menjawab, "Namanya Pietro, Kak. Ada apa, ya?" Tanpa menjawab, Marsha hanya mengangguk dan tersenyum, lalu segera pergi. Sejak tahu namanya, hati Marsha tak bisa tenang. Ia mulai memikirkan Vincent setiap hari.
Ia pun memberanikan diri untuk memberi hadiah pertama: minuman stroberi dingin yang ia beli khusus untuk Vincent. Saat memberikannya langsung, tangan Marsha dingin, wajahnya pucat, seperti gadis kecil yang baru mengenal cinta. Tapi respons Vincent membuatnya bahagia—ia menerima dengan senyum kecil yang tak pernah dilupakan Marsha.
Beberapa minggu berlalu, dan Marsha kembali menunjukkan perhatiannya dengan mengirimkan Ice Coffee Cloud, kali ini lewat staf lain. Tak lama, sebuah pesan masuk ke ponselnya: "Terima kasih kopinya, jadi malu sudah merepotkan mu." Kalimat singkat itu membuat hati Marsha berdebar lama.
Perasaannya pada Vincent semakin dalam. Ia bahkan membelikan tumbler khusus, dibungkus cantik dengan pesan manis di dalamnya. Tapi hadiah itu menjadi awal dari akhir. Vincent merasa risih dengan semua perhatian Marsha, dan menyebutnya tidak wajar untuk seorang wanita. Kata-kata itu melukai Marsha, namun cintanya belum padam.
Sejak itu, Marsha tak lagi memberi apa-apa. Ia hanya memandang Vincent dari jauh, menyimpan rindu dalam diam. Meski hatinya sakit, ia tetap ingin melihat pria itu. Rasa kecewa memuncak saat Vincent mengirim pesan yang membuatnya terdiam: "Berteman yang murni-murni saja."
Marsha merasa hancur. Vincent bukanlah pria hangat yang ia bayangkan. Ia bahkan menghindari Marsha, seolah tak pernah mengenalnya. Marsha memilih diam. Diam, karena ia tahu diam bisa lebih anggun daripada memohon. Tapi di balik keheningan itu, perasaan masih bergejolak.
Ia pura-pura membenci Vincent di hadapan semua orang, padahal dalam hati, ia hanya tak ingin perempuan lain merasakan perasaan yang sama. Ia berharap waktu akan menyembuhkan semuanya, namun kenyataannya, perasaan itu kian mendalam.
Vincent menghilang. Marsha tak lagi melihatnya di balik kaca dapur, tak lagi melihat mobilnya di area parkir, tak lagi mendengar suara tawanya. Semua terasa hampa. Penyesalan tumbuh, karena Marsha tahu—ia pernah melakukan hal yang Vincent benci. Tapi cinta tak pernah mengenal logika.
Setiap hari, ia berharap bisa melihat Vincent lagi. Hanya lewat senja, ia merasa bisa menemuinya. Senja membingkai kenangan Vincent dalam cahaya keemasan yang hangat, membuat Marsha kembali merasakan kehadirannya.
Ia masih memimpikan senja terindah bersama Vincent. Meski tak lagi nyata, meski hanya tinggal bayangan, Marsha percaya bahwa senja selalu punya caranya sendiri untuk mempertemukan dua hati, meski hanya lewat kenangan.
Setiap kali senja turun, Marsha berdiri di tempat yang sama, berharap langit menyimpan pesan dari semesta. Bahwa cinta yang tulus tak akan pernah benar-benar pergi, meski raga telah menjauh, dan waktu berlalu begitu jauh dari genggaman.
Dan di balik tiap kepergian, ada luka yang menjelma menjadi kekuatan. Marsha belajar bahwa mencintai bukan berarti memiliki, tapi merelakan dengan anggun. Senja mengajarinya untuk menerima, untuk tetap berdiri meski hancur, dan untuk mencintai dalam diam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments