Bab. 4

"S-saya benar-benar tidak mengerti apa yang Bapak tanyakan. Cafe apa? Bukankah ... bukankah kita tidak pernah bertemu di luar sekolah?" Shana makin membuat dirinya dalam kebohongan besar karena ingin lepas dari tuduhan.

"Tidak pernah bertemu?" Mata pria ini memicing. Seakan gusar dengan jawaban Shana. "Padahal kita berbicara dengan akrab," imbuh Pak Guru. Shana makin menundukkan kepala.

Apa yang dikatakan pria ini benar. Mereka terlihat akrab malam itu. Namun ia tidak perlu mengakui karena waktu itu adalah hanya sebuah sandiwara saja.

"Jadi menurutmu, aku yang salah sangka karena mengira yang aku temui di cafe itu adalah kamu?" tanya Regas masih menanyakan perihal itu. Shana menggeleng kuat.

"S-saya tidak tahu Pak. Saya tidak tahu apa-apa." Shana berdecak dalam hati. Ia tahu dirinya berbohong. Makanya dia meringis dalam hati ketika mengatakan tidak tahu.

"Aku punya bukti ..."

"Pak Regas!" panggil seorang guru yang keluar dari kantor. Pria ini menoleh ke arah guru itu.

Kesempatan! pekik Shana. "Saya permisi Pak," pamit Shana dengan tergesa-gesa. Regas menoleh ke arah Shana yang dengan cepat menghilang dari hadapannya. Sepertinya pria ini hendak mencegah kepergian Shana, tapi guru olahraga yang tadi muncul dari ruang guru mendekatinya.

"Selamat siang Pak Nanang," pamit Shana bersikap sopan juga pada guru olahraganya itu. Setelah itu dia kabur dari lorong.

Mia dan Bebi celingukan mencari Shana. Untung saja gadis itu segera muncul.

"Itu dia anaknya baru muncul," kata Mia. "Kenapa lama ... "

"Ayo cepat pergi." Shana langsung memotong kalimat Mia. Dia datang dan langsung naik ke jok belakang seraya menepuk pundak Mia untuk segera menyalakan mesin.

"Kenapa, Shan?" tanya Bebi heran.

"Iya, emang ada apa?" tanya Mia yang sejak pertama sudah heran. Dia menengok ke belakang. Karena gadis ini tampak sedang di kejar-kejar sesuatu, jadi ia ingin menemukan siapa yang ada di belakang Shana barusan.

"Udah jangan banyak tanya. Sekarang kita segera cabut aja dari sini. Ayo," pinta Shana dengan geregetan. Mia akhirnya segera menyalakan mesin motor dan melesat keluar dari area sekolah.

Sesampainya di cafe area kampus, Shana di interogasi teman-temannya.

"Emang tadi kenapa sih?" tanya Mia kesal. Karena pundaknya jadi korban pukulan Shana.

"Bukan masalah besar sih," kilah Shana.

"Bukan masalah besar, tapi bikin kamu panik kayak tadi? Itu enggak mungkin," sangkal Mia tidak percaya.

"Iya." Bebi mengangguk setuju sama pendapat Mia. "Apa tadi kamu sedang di kejar sama Morgan?"

Mendengar nama itu di sebut, membuat Shana mengerjapkan mata. Mia yang tadinya curiga kini justru terkejut ketika nama mantan Shana di sebut. Ia melirik ke arah Bebi dengan cepat.

"Eh, kenapa jadi dia?" Dia kurang sreg kalau nama mantan Shana itu yang di sebut. Karena itu hal sensitif untuk gadis ini. Mia menoleh pada Shana yang masih diam setelah menowel pada Bebi karena membicarakan nama itu. Bebi melebarkan mata merasa salah sebut nama.

"Bukan," sahut Shana yang terlihat berusaha menenangkan diri ketika menjawab.

"Hahaha ... tentu saja bukan. Kita makan aja deh yuk," ajak Mia yang langsung mendelik pada Bebi. Gadis ini mengangguk merasa salah bicara. Akhirnya mereka memilih tidak mencari tahu ada apa tadi dengan Shana. Padahal rasa penasaran membumbung tinggi, tapi karena salah menyebut nama mantan si Shana, mereka urung menginterogasi.

******

Di sekolah. Tepatnya di lorong, tempat Shana tadi kabur. Regas yang berada di dalam ruang guru keluar hendak mencuci tangan di wastafel yang letaknya ada di luar kantor. Dia melihat gadis itu di lorong. Tatapannya langsung terkunci pada Shana.

Dia. Itu adalah orang yang sama dengan di cafe waktu. Meski tampilannya lebih muda dan fresh, tapi aku yakin kalau dia adalah perempuan yang aku temui di cafe saat itu. Karena bukti yang aku punya memang menunjukkan dia ada di sekolah ini.

Setelah menunduk membetulkan seragamnya, gadis itu mendongak dan menyadari keberadaannya. Dari ekspresi barusan, sepertinya gadis itu tahu kalau mereka pernah bertemu. Ini membuat Regas langsung melangkah mendekat tanpa pikir panjang.

"S-selamat siang Pak," sapa Shana di luar dugaan. Regas pikir gadis itu akan kabur begitu saja tanpa menyapa. Sesaat gadis itu tampak ingin kabur, tapi karena tubuh Regas sudah berhasil berada di depannya, gadis ini urung kabur.

Sungguh keberanian yang besar.

"Siang." Regas menjeda kalimatnya sejenak. Dari jarak sedekat ini membuat Regas bisa melihat wajah Shana lebih teliti. Ini wajah yang sama yang aku temui di cafe. Sedikit berbeda karena riasan yang lebih dewasa saat itu, tapi aku yakin kalau dia adalah orang yang sama. "Itu kamu bukan, yang bertemu aku di cafe malam itu?" tanya Regas yang sengaja menggunakan suara rendah dan mengintimidasi. Pertanyaan ini ternyata berhasil membuat gadis ini kebingungan.

"S-saya tidak tahu apa yang Bapak maksud." Ternyata gadis ini memilih berpura-pura tidak mengenalnya. Bahkan gadis ini tampak menunduk menghindari tatapannya.

"Jadi kamu tidak tahu apa yang aku katakan?" tanya Regas masih dengan nada yang sama. Ia sadar bahwa kali ini ia tidak bisa bersikap sama seperti di cafe waktu itu yang menggunakan sebutan Anda dan saya demi menghormati rekan sepupunya. Karena ia tahu kalau ia sedang menghadapi seorang bocah. Jadi ia menggunakan kalimat santai tapi tegas.

"Y-ya Pak."

"Kita bertemu di cafe itu." Regas mempertegas lagi. Dia sedang berusaha menekan gadis ini. Itu berhasil karena gadis ini makin menundukkan kepala. Bahkan jarinya meremas ujung rok. Gadis ini gelisah.

"S-saya benar-benar tidak mengerti apa yang Bapak tanyakan. Bukankah ... bukankah kita tidak pernah bertemu di luar sekolah?" Gadis ini berdalih.

"Tidak pernah bertemu?" Mata Regas memicing. "Padahal kita berbicara dengan akrab malam itu." Rupanya kalimat ini memancing gadis ini untuk bereaksi ketakutan. Buktinya dia makin menundukkan kepala.

"Bisa, bisa saja Bapak salah lihat."

"Jadi menurutmu, aku yang salah sangka karena mengira yang aku temui di cafe itu adalah kamu?" tanya Regas masih menanyakan perihal itu. Shana menggeleng kuat.

"S-saya tidak tahu Pak. Saya tidak tahu apa-apa." Sangkalan yang monoton.

"Aku punya bukti ..." Akhirnya Regas mengatakannya karena ternyata gadis ini bersikeras bahwa dia tidak mengenalnya.

"Pak Regas!" panggil seseorang di belakangnya. Sepertinya ini menjadi kesempatan bagi gadis itu untuk kabur. Karena setelah Regas menoleh pada Pak Nanang yang memanggilnya, Gadis ini pamit pergi. Hingga akhirnya dia lolos dari kejaran pertanyaan Regas.

Regas tidak bisa menghentikan langkah gadis itu karena ada orang lain. Ia harus rela melepaskan gadis itu sejenak.

"Ada pak Nanang?" tanya Regas ketika pria itu menghampirinya.

"Ini soal tim voli Pak ..." Perbincangan mereka menghapus keinginan Regas untuk menangkap gadis itu.

Masih banyak waktu untuk menangkapnya karena aku punya bukti bahwa dia adalah orang yang sama dengan perempuan yang ada di cafe itu.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Nur Halimah

Nur Halimah

wah Shana jadi incaran nih

2024-01-10

0

Nethy Sunny

Nethy Sunny

Shana dalam incaran pa regas 🤭

2024-01-09

0

𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐

𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐

wah Shana,siap2 dikejar pa Ragas..

2024-01-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!