"Kan aku enggak terima juga kalau bibi pacaran sama pria yang sudah beristri," ujar Shana ketus. "Bukannya apa. Bibi kan punya banyak hal yang bisa di banggakan untuk memilih pria tampan dan baik. Jadi kenapa harus pacaran sama pria beristri."
Bibir Raisa tersenyum. Dia senang keponakannya begitu bangga padanya.
"Ih, kamu ini bisa aja nih merayunya." Raisa merunduk untuk memeluk tubuh keponakannya dengan erat. Shana ikut memeluk tubuh bibinya.
"Aku bukan merayu Bi. Itu kenyataan. Bibi ku adalah kebanggan ku. Meskipun belum menikah ketika usia sudah hampir dua puluh lima, tapi bibi memang wanita hebat."
"Di balik kalimat manis mu, ada kalimat pahitnya juga. Dasar bocah kunyuk nih ...," ujar Bibi seraya mendengus lucu. Keduanya pun tertawa bersama. "Yang ngenalin itu senior yang akrab sama bibi. Enggak enak kalau nolak, soalnya orangnya maksa juga. Karena di sana bibi di kenal jomlo, dia kasihan mungkin. Jadi bibi janji mau temui pria itu sebentar dan bilang kalau bukan berarti harus pacaran. Orang itu setuju. Hanya kenalan saja ceritanya."
Shana menganggukkan kepalanya.
"Jadi ... bibi ingin mengabulkan permintaan teman yang mau mengenalkan bibi pada pria itu tanpa harus menolaknya?"
"Ya."
"Dengan itu bibi menggunakan aku untuk bertemu dengannya."
"Benar."
"Padahal bibi bisa lho, ketemu sama pria itu terus bilang maaf kalau sudah punya pacar."
"Enggak bisa. Pacar bibi bisa mengamuk hebat kalau tahu bibi ada kencan buta begitu." Raut wajah Bibi Raisa terlihat jelas sangat ketakutan ketahuan.
"Ya tutup mulutlah ..."
"Enggak bisa," pungkas Raisa yakin. "Dia punya banyak mata-mata."
Shana mengerjapkan mata. "Hhh ... okelah. Namun gimana nanti kalau dia tetap ingin berhubungan ketika kenalan dengan ku yang menyamar jadi bibi? Kan aku bisa dikejar-kejar tuh." Shana takut juga.
"Enggak mungkin. Katanya dia orang baik. Kalau kamu bilang kamu punya pacar, pasti dia enggak mau bertemu lagi."
"Kenapa orang baik harus kencan buta? Kan dia bisa dapat wanita baik disekitarnya?" tanya Shana tidak habis pikir.
"Sudah, jangan banyak tanya. Mau enggak, dapat uang saku tambahan?" potong Raisa menghentikan pertanyaan keponakannya yang tidak ada habisnya.
"Mau dong," sahut Shana cepat. Dia juga ingin dapat uang saku tambahan. Maka dari itu dia akhirnya ada di cafe ini sendirian.
.
.
.
"Dengan Raisa?" tegur sebuah suara membuyarkan lamunan Shana tentang kejadian sebelum berangkat ke cafe ini tadi. Kini ia harus sadar bahwa dirinya sedang berada di cafe tempat janji temu dengan seorang pria. Perlahan Shana yang memainkan handphone mendongak.
"Ya," sahut Shana masih duduk. Di depannya muncul seorang pria tinggi dengan dada bidang. Gadis ini tampak mengerjap sekilas.
"Regas," ujar pria itu seraya mengulurkan tangannya. Shana segera menghentikan permainan di ponselnya dan meletakkannya di atas meja dan berdiri. Dia harus bisa bersikap dewasa dan sopan. Tangannya terulur untuk menyambut tangan pria ini.
"Raisa." Shana menyambut dengan senyum di bibirnya yang sudah di poles oleh lipstik warna nude. Ya, gadis ini sudah dirias oleh bibinya untuk menjadi karakter seorang perempuan dewasa yang lembut. Itu berbeda jauh dengan dirinya yang amburadul.
Setelah berjabat tangan, mereka duduk lagi.
"Maaf, sudah terlambat datang." Pria bernama Regas itu ternyata sangat sopan.
"Tidak apa-apa. Saya juga tidak lama duduk di sini." Shana berusaha tampak anggun. Dia berperan dengan baik malam ini.
"Belum memesan?" tanya pria itu melihat meja masih kosong.
"Ya, begitulah." Shana memang sengaja tidak memesan karena tidak ingin mengeluarkan sepeserpun uang dari kantongnya. Pria itu pun memanggil pelayan cafe dan memesan minuman.
"Jadi ... Anda adalah teman Merta?" Regas menyebut nama seorang perempuan yang jadi senior di tempat bibinya bekerja.
"Ya benar. Kita satu perusahaan." Shana menjawab dengan penuh keyakinan. Dia sudah di briefing dengan baik oleh bibi Raisa. Selain itu, Shana menjadi tenang karena aura positif yang muncul dari pria ini. Tidak lama pelayan cafe datang membawakan dua minuman untuk mereka.
"Silakan di minum," ujar pria bernama Regas mempersilakan.
"Baik." Shana yang sebenarnya sejak tadi haus, segera meneguk minuman itu. Meskipun begitu, ia harus tetap menjaga diri untuk terlihat anggun dan elegan. Demi citra bibi Raisa tetap terjaga.
"Maaf, kalau Merta memaksa Anda untuk bertemu dengan saya."
"Ya?" Shana merasa aneh.
"Saya tahu pasti Merta yang ingin mengenalkan Anda pada saya," ujar pria ini pengertian. Benar kata bibi Raisa, dia pria baik. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan kedepannya. Shana hanya tersenyum tipis menanggapi. "Dia sepupu saya yang bawel."
"Oh, ya itu benar," ujar Shana dengan gelak tawa ringan. Dia hanya mengikuti saja apa yang di katakan pria ini. Namun sesaat dia merasa tidak asing dengan pria ini. Ketika pria ini menoleh ke samping sebentar. Matanya mengerjap. Masa aku kenal? Enggak mungkin. Shana menepis pikirannya.
Tidak banyak perbicangan yang terjadi. Jadi pekerjaan Shana begitu mudah hingga tiba waktunya mereka berpisah.
"Maaf, sudah mengganggu waktu Anda," ujar Regas begitu sopan.
"Tidak apa-apa. Ini juga demi Merta."
"Karena Anda teman Merta, pasti lain waktu kita tidak sengaja bertemu lagi. Jadi semoga itu waktu yang tepat."
Tidak. Kita tidak perlu bertemu lagi.
"Benar. Karena Anda sepupu Merta, kita pasti jadi teman yang baik," kata Shana menimpali. Dia hanya ikut-ikutan saja. Sebenarnya ia tidak ingin bertemu setelahnya. Karena itu akan membuatnya kerepotan. Dia setuju akhir dari pertemuan yang di paksakan ini menjadi baik. Jadi tugasnya selesai dengan mudah dan dia akan mendapat uang dari hasil kerjanya. Sip lah ....
********
Dugaannya kalau pertemuan waktu itu akan berhenti sampai disana adalah, salah. Salah besar. Buktinya sekarang ia bertemu lagi dengan pria ini. Bukan sebagai teman, melainkan sebagai guru dan murid. Bahkan guru yang terkenal killer meski belum pernah menjadi guru pembimbing di kelas Shana. Itu pertemuan yang menakutkan yang tidak pernah terbayang dalam benak Shana.
"Itu kamu bukan, yang bertemu aku di cafe waktu itu?" tanya pria ini dengan suara rendah yang mengintimidasi. Pertanyaan yang jelas mengarah pada pertemuan mereka di cafe malam itu.
"S-saya tidak tahu apa yang Bapak maksud." Meski dengan menunduk dan terbata, Shana berusaha keras untuk menyangkal. Penyamarannya jangan sampai terbongkar. Dia harus sekuat tenaga untuk menyangkal.
"Jadi kamu tidak tahu apa yang aku katakan?" tanya Regas masih dengan nada yang sama.
"Y-ya Pak."
"Kita bertemu di cafe itu."
Berbeda dengan waktu itu. Kali ini kalimat Pak Regas terdengar lebih kasual, tapi tegas. Jika dalam pertemuan itu pria ini terdengar bersahabat dan sopan, kali ini begitu berbeda. Shana merasakan tekanan yang besar. Tangannya meremas ujung rok-nya dengan gelisah.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Shanti Siti Nurhayati Nurhayati
ahhh Shana kamu yg terciduk,,, kok aku yg panas dingin,,,,😁😱
2024-05-13
0
✨rossy
kannn...
2024-01-13
0
Nur Halimah
Shana hati hati ya
2024-01-10
0