Benih Yang Kau Tinggalkan

Pagi itu, Mira merasa jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Takut. Cemas. Gelisah. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam dirinya. Ia memeriksa kaca kecil di tas tangannya. Tampilannya sudah cukup rapi, wajahnya tampak tenang meski hatinya berteriak keras.

“Tenang Mira, tenang,” bisiknya pada dirinya sendiri.

Setelah beberapa detik, ia menghela napas dalam-dalam dan melangkah keluar menuju ruang rapat yang terletak di lantai atas. Tangannya sedikit gemetar saat menekan tombol lift, namun ia berusaha menyembunyikan kecemasannya dengan sebaik mungkin. Di dalam lift, ia memeriksa ponselnya, melihat pesan dari teman-temannya yang memberinya semangat. Tapi tetap saja, hati Mira tak bisa begitu saja tenang.

Ketika pintu lift terbuka, sebuah ruangan besar dengan kaca-kaca besar di sekelilingnya menyambutnya. Beberapa meja rapat tampak kosong, namun dua sosok pria sedang berdiskusi serius di pojokan ruangan.

Mira melangkah ke arah meja resepsionis yang berada di dekat pintu, berusaha untuk tidak terlalu terlihat gelisah. Salah seorang sekretaris perusahaan itu tersenyum padanya.

“Selamat pagi, Mira! Nanti ikut aku ke ruangan Pak Rangga ya, dia sudah menunggu,” ucap wanita tersebut sambil melambaikan tangan.

Mira hanya mengangguk, berusaha menjaga ekspresi wajahnya agar tidak terlihat khawatir. Ketika ia memasuki ruang rapat, suasana yang begitu hening, dengan hanya suara deru AC yang terdengar, membuat Mira merasa semakin tidak nyaman. Saat matanya menatap sosok pria yang duduk di balik meja besar itu, ia hampir tak bisa bernapas.

Rangga. Tak ada perubahan pada penampilannya. Wajahnya yang masih tampan, mata yang tajam, dan aura kekuasaan yang masih begitu kental. Semua kenangan bersama Rangga dalam satu kilasan begitu jelas mengalir. Mira menundukkan kepalanya, berusaha untuk tidak membuat Rangga menyadari ketegangan di tubuhnya.

“Pak Rangga, ini Mira. Staf administrasi yang baru,” ucap sekretaris itu, memberikan sinyal agar Mira mendekat.

Rangga hanya mengangguk, kemudian melirik Mira sekilas sebelum kembali fokus pada dokumen di tangannya. Mata Mira masih tertunduk, tidak berani menatap lebih lama. Setiap detik yang berlalu terasa seperti bertahun-tahun.

“Selamat datang di Antarix Group, Mira. Terima kasih sudah bergabung dengan tim,” kata Rangga tanpa menoleh, suaranya masih sama, tegas namun penuh ketenangan.

Mira hanya mengangguk cepat, berharap pertemuan ini cepat selesai. Namun, sepertinya Rangga tidak berniat mengakhiri percakapan.

“Bagaimana, Mira? Sudah mulai nyaman dengan pekerjaan di sini? Kalau ada masalah atau kesulitan, kamu bisa langsung lapor kepada saya,” Rangga berkata sambil melipat tangannya ke depan. Pandangannya kini lebih tajam, fokus pada Mira yang tampak tak nyaman.

“Terima kasih, Pak Rangga. Saya akan berusaha semaksimal mungkin,” jawab Mira dengan suara serak. Ia memaksakan senyum meski hatinya berontak. Aku tidak bisa terus-terusan kabur dari masa lalu ini.

Rangga mengamati Mira untuk beberapa detik, mungkin melihat ada yang aneh dari cara Mira bersikap. Namun, ia tak berkata apa-apa lagi, hanya tersenyum tipis.

Mira mencoba untuk mengalihkan pikirannya. Ia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk beradaptasi. Pekerjaan ini adalah peluang yang tak boleh disia-siakan. Tapi saat Rangga berbicara lagi, sebuah kalimat yang tak pernah ia harapkan keluar dari mulutnya membuat Mira hampir terjatuh.

“Hmm… Mira, kamu tampaknya familiar. Kita pernah bertemu sebelumnya, bukan?”

Dunia Mira terasa berputar.

Tak ada jalan untuk mundur. Semua yang ia lakukan untuk menyembunyikan masa lalunya, kini semakin dekat dengan kenyataan yang tak bisa lagi ia hindari. Rangga mengingatnya. Rangga tahu sesuatu.

Mira menahan napas. Jantungnya berdebar kencang. Ia bisa merasakan keringat dingin mengalir di tengkuknya. Pandangannya kabur, namun ia mencoba sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan kegugupan. Ia ingin menyangkal, tapi kata-kata itu sudah terlalu dekat dengan mulutnya.

“Pak Rangga, saya—saya rasa Anda salah orang. Mungkin… Anda mengingat seseorang yang lain,” jawab Mira dengan nada yang berusaha terdengar tenang.

Rangga masih menatapnya tajam, lalu memiringkan kepala sedikit. Ada keraguan di wajahnya, namun ia akhirnya mengangguk pelan. “Mungkin. Tapi jangan khawatir, Mira. Aku tak akan membuat pekerjaanmu sulit.”

Mira merasa sedikit lega, meski masih ada perasaan tak pasti di dalam dirinya. Ini belum selesai.

Saat itu, ruang rapat itu terasa semakin sempit. Mira berusaha menjaga sikap profesional. Setelah pertemuan itu berakhir, ia kembali ke meja kerjanya dan berusaha untuk menenangkan diri. Namun hatinya tidak bisa begitu saja berhenti berdebar.

Malamnya, saat ia kembali ke kamar kosnya, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Itu dari nomor tak dikenal.

“Mira, aku tahu siapa kamu. Dan aku tahu siapa anak itu. Jangan kira kamu bisa lari dariku.”

Mira terkejut. Jantungnya langsung berdegup lebih kencang. Ini bukan Rangga, kan?

Namun, siapa pun itu… Mira tahu bahwa masalah ini tidak akan selesai hanya dengan bersembunyi. Ia harus menghadapi kenyataan. Entah itu Rangga, atau seseorang yang tahu lebih banyak, Mira tak bisa lagi menutup mata dari masa lalu yang ingin ia lupakan.

Kali ini, ia harus bertindak lebih hati-hati. Dan ia sadar, bahwa dalam dunia yang penuh dengan kekuatan dan kekuasaan, ia tak bisa hanya diam. Entah itu melarikan diri atau berhadapan langsung dengan kenyataan yang menunggu.

Terpopuler

Comments

Yani

Yani

Kasian Mira

2024-06-28

0

Zainab Ddi

Zainab Ddi

bikin lumpuh aja mira

2024-05-30

0

𝐂𝐈𝐌𝐔𝐓🌠 ✾ ⍣⃝కꫝ 🎸

𝐂𝐈𝐌𝐔𝐓🌠 ✾ ⍣⃝కꫝ 🎸

penasaran rangga beneran cinta sama mira gak ya, apa hanya taruhan saja

2024-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!