"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya! Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?"
...----------------...
Pertanyaan itu benar-benar membuat Aman membisu.
'Apa dia sangat terobsesi dengan pernikahan?!' , pikir Aman.
"Maaf Nona Sani, tapi saya pikir ini sudah terlalu ...."
"Anda tidak perlu memikirkan apapun mengenai persiapan pernikahan. Semua urusan pernikahan akan menjadi tanggung jawab saya. Saya hanya ingin kesediaan anda menjadi suami saya. Jika anda setuju, saya akan memberikan apapun yang anda inginkan."
Aman benar-benar terkejut mendengar ucapan Sani. "Memberikan apapun?!"
"Iya!" Sani menjawab dengan tenang dan percaya diri.
Sementara Aman masih syok akibat pernyataan Sani yang menyerangnya secara bertubi-tubi. Ia menekan keningnya kuat-kuat, mencoba menenangkan pikiran.
"Saya tahu anda tidak memiliki kekurangan apapun untuk bisa saya tawarkan sebagai mahar kepada anda. Tapi saya akan memberikan segala milik saya dan melayani anda dengan baik sebagai seorang istri."
"Termasuk kesucian yang sudah saya jaga selama dua puluh tiga tahun hidup saya!" Sani menunduk malu usai mengucapkan kata-kata terakhirnya.
Aman hanya bisa terdiam mendengar kata-kata frustasi gadis itu. Ia tak tahu harus mengatakan apa padanya.
"Saya hanya ingin menyalurkan hasrat saya dan merasakan pelukan hangat seorang pria yang tidak pernah saya rasakan seumur hidup. Tapi saya tidak ingin jatuh ke lubang dosa perzinahan," kata Sani lirih.
"Alasan mengapa akhirnya saya melamar anda, karena saya sering mendengar Ayah saya memuji anda setiap kali kami membahas soal proyek yang beliau kerjakan untuk anda. Bagaimana anda tidak pernah meninggalkan urusan akhirat, disela-sela kesibukan anda mengurus urusan dunia. Saya pikir akan sangat bahagia jika bisa menjadi istri dari pria seperti anda. Kalaupun nantinya anda memiliki wanita yang anda cintai, saya bersedia melepaskan anda," Sani tersenyum getir.
Ungkapan putus asa yang dilontarkan Sani saat itu berhasil menyentuh relung hati Aman yang terdalam. Ia seakan bisa merasakan keputusasaan gadis itu setelah dicampakkan oleh calon suaminya. Padahal dirinya begitu teguh memegang prinsipnya.
"Apa anda tidak keberatan menikahi pria yang tidak anda cintai dan tidak mencintai anda?" Tiba-tiba saja Aman menanyakan hal yang tidak diduga oleh Sani.
"Bukankah lebih baik seperti itu daripada saya harus berakhir di club malam dan menyerahkan tubuh saya pada pria yang tidak saya kenal?"
Mendadak Aman merasakan kekaguman pada sosok Sani. Wanita yang memiliki pemikiran sepertinya sudah sangat jarang ditemukan di dunia ini. Jadi, apakah dia akan menyambut tawaran gadis itu atau menolaknya dengan alasan perasaan?
"Apa anda tidak keberatan jika menikahi pria yang tidak anda ketahui asal usulnya? Anda mungkin pernah mendengar dari Ayah anda mengenai saya yang orang asing dan menetap di Indonesia tanpa satu pun keluarga. Sementara keluarga anda orang yang cukup terpandang di Indonesia, terutama keluarga anda di Jogja."
Sani mengulas senyum sambil menunduk sebentar saat mendengar pertanyaan Aman.
"Status dan kekayaan tidak akan memberatkan amal kita di akhirat, bukan? Yang saya butuhkan saat ini hanyalah seseorang yang bisa membimbing saya ke jalan yang benar, agar saya tidak salah arah. Dan saya rasa, saya bisa menemukannya jika bersama anda, meski hanya dalam waktu singkat. Setidaknya, saya tidak melakukan dosa jika menyerahkan diri saya ke dalam pernikahan yang sah."
Aman menghela nafas berat sebelum mengajukan pertanyaan berikutnya pada Sani. "Saya ingin memastikan satu hal pada anda. Apakah alasan anda menawarkan lamaran ini karena ingin mencari pelampiasan setelah batal menikah?"
Sontak mata Sani membulat. Ia menggeleng sambil menggerakkan kedua tangannya, menegaskan bahwa hal itu tidak benar. "Lamaran ini tidak ada kaitannya dengan pembatalan pernikahan saya sebelumnya!"
"Saya sudah menerima keputusan mantan saya dengan lapang dada setelah mengetahui alasan dia dan keluarganya membatalkan pernikahan kami," Sani mencoba menjelaskan.
"Untuk meyakinkan anda bahwa itu tidak benar, saya tidak keberatan jika kita menikah di KUA dengan dihadiri Ayah dan Nenek saya. Saya tidak membutuhkan perayaan besar-besaran. Yang saya butuhkan hanyalah status yang sah secara agama dan negara."
Aman tak juga memberi tanggapan. Ekspresinya yang datar tak dapat dibaca, namun kakinya terus bergerak di balik meja, menandakan jika ia berpikir cukup keras.
"Baiklah! Saya akan mengabulkan permintaan anda. Mari kita menemui Pak Heri dan menikah!" Akhirnya Aman memberi jawaban.
Seketika senyum sumringah mengembang di bibir Sani. Ia segera berdiri dan membungkukkan badannya di hadapan Aman.
"Terima kasih, Tuan Aman. Saya akan berusaha menjadi istri yang baik dan melayani anda sepenuh hati!" Kata Sani penuh semangat. Ia menyerahkan kartu nama miliknya pada Aman, yang langsung diterima dengan senang hati oleh pria itu.
"Hubungi saya jika anda sudah memiliki waktu luang menemui Ayah saya dan menetapkan tanggal pernikahan," ucap Sani girang.
Setelah itu Sani berpamitan dan meninggalkan Aman yang masih duduk di tempatnya sambil tersenyum dalam hati.
'Ternyata dia sangat polos!'
...****************...
Di tengah perjalanan pulang, Aman terus saja membolak-balik kartu nama yang diberikan Sani padanya. Ia masih tak percaya telah mengiyakan ajakan menikah seorang gadis yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya.
'Apa yang kulakukan tadi?! Apa aku luluh dengan wajah polosnya saat dia menjelaskan alasan melamarku? Melamarku.....'
Tanpa sadar Aman tersipu mengingat kejadian di Restaurant tadi. Ia tersenyum malu sambil mengarahkan pandangannya pada jendela mobil.
Sahir yang tak sengaja melihat tindak tanduk Aman yang aneh melalui kaca spion, menatap pria itu penuh curiga. Sahir tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Ini pertama kalinya ia mendapati atasannya tersenyum kegelian sendiri.
'Apa yang sebenarnya mereka bicarakan, sampai-sampai Kak Aman menjadi aneh seperti ini?' Sahir benar-benar penasaran.
"Apa anda baik-baik saja, Tuan?" Tanya Sahir sambil menoleh ke belakang.
Sementara orang yang ditanya langsung salah tingkah, begitu menyadari jika Sahir sedang menatapnya dengan tatapan serius.
"Ti... Tidak! Saya baik-baik saja!" Jawab Aman tegas. Ia berdehem sambil memperbaiki posisi duduknya.
Mendengar sang atasan menjawab sekenanya, Sahir pun tidak bertanya lebih lanjut dan kembali berbalik ke depan. Namun baru saja ia ingin memperbaiki posisi duduknya, Aman tiba-tiba melontarkan pertanyaan padanya.
"Sahir, apa aku boleh bertanya mengenai hal yang bersifat pribadi padamu?"
Sahir yang memang sudah penasaran sejak tadi, tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Tentu saja boleh, Tuan!" Jawabnya dengan wajah sumringah.
"Apa kau pernah dilamar oleh seorang wanita? Hmmm... Bukan wanita, tapi seorang gadis yang jauh lebih muda darimu?"
Mendengar pertanyaan Aman, Sahir langsung terperanjat. Dengan cepat ia berbalik dan menyandarkan dadanya pada jok mobil. Ia berusaha mengobrol dengan Aman dari jarak yang lebih dekat.
"Apa Nona Sani melamar anda?!" Tebak Sahir dengan suara berbisik.
Seketika wajah Aman merona mendengar tebakan Sahir. Ia pun mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil menelan ludah dengan berat.
Sementara Pak Adi, sang sopir, berusaha menahan batuknya karena terkejut.
"Apa tebakanku benar?" Sahir kembali bertanya karena tak kunjung mendapat jawaban dari Aman.
Aman kembali berdehem, kali ini cukup keras.
"Iya! Dia tiba-tiba melamarku dan mengajak menikah," Aman menjawab tanpa ekspresi.
Spontan mata Sahir membulat sempurna. Ia tertawa penuh kemenangan sembari melompat kegirangan di atas kursi mobil. Rasanya ia ingin meloncat ke depan Aman jika saja tak terhalang oleh kursi mobil.
"Wah, sulit dipercaya! Nona Sani melamar anda?!Nyalinya besar juga! Lalu apa jawaban anda, Tuan?!" Sahir begitu antusias.
"Tadinya aku ingin menolak. Tapi saat mendengar alasannya, aku jadi mempertimbangkan lamarannya. Jadi aku mengiyakan dan berencana menemui Pak Heri."
"Apa?! Yang benar, Tuan?! Anda setuju menikahi Nona Sani?!" Sahir begitu terguncang mendengar pengakuan Aman.
Namun Aman hanya mengangguk dengan ekspresi yang selalu saja konsisten, datar!
"Wah, anda benar-benar dapat durian runtuh! Saya dengar, dia baru lulus kuliah tahun ini dan langsung bekerja di perusahaan Ayahnya. Itu artinya, anda menikahi gadis yang sepuluh tahun lebih muda dari anda! Wah, anda benar-benar sesuatu!" Puji Sahir seraya bertepuk tangan, membuat Aman semakin malu. Namun ia berusaha menutupi ekspresinya dengan merapatkan bibirnya.
"Lalu apa alasan Nona Sani mengajak anda menikah?Jika masalah harta, jelas tidak mungkin! Ayahnya seorang kontraktor terkenal di kalangan para pebisnis. Belum lagi beliau memiliki banyak properti yang disewakan. Dan Nona Sani satu-satunya ahli waris yang akan mewarisi seluruh aset beliau. Jadi tidak mungkin alasan dia melamar anda karena harta."
"Apa Tuan dijadikan penutup malu setelah kejadian pembatalan pernikahan Nona Sani?! Kalau benar begitu, sebaiknya anda menolaknya, Tuan! Tidak baik bagi reputasi anda sebagai pemilik perusahaan Ardhani Group!" Tegas Sahir.
"Bukan karena itu. Dia bahkan tidak keberatan jika kami menikah di KUA tanpa mengadakan pesta pernikahan."
Sahir tak dapat menahan keterkejutannya. Ia tiba-tiba tersedak, seolah ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya. Padahal dirinya tidak sedang mengunyah atau meminum apapun.
"Dia mau diajak menikah di KUA?!"
Aman mengangguk. Ia memejamkan mata sembari melipat kedua tangannya di dada, mencoba menghindari tatapan Sahir yang mengarah padanya.
"Kalau begitu, satu-satunya alasan yang tersisa, karena dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anda!"
Aman mengernyitkan alisnya, namun ia tetap bungkam dan memutuskan untuk tidak menjelaskan alasannya kepada Sahir. Ia ingin membiarkan pemuda itu menebak alasannya sesuka hati.
"Kenapa kau berpikir jika itu alasannya?"
Sahir memperbaiki posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan Aman.
"Ya... Tidak bisa dipungkiri, meski usia anda sudah tiga puluh tiga tahun, tapi anda masih terlihat seperti pemuda berusia dua puluhan. Wajah anda tampan, tubuh anda terawat, penampilan anda berkelas dan harta anda tidak akan habis sampai tujuh turunan. Wanita mana yang tidak akan jatuh cinta pada Tuan?!"
Sahir mendeskripsikan sosok Aman yang ia kenal selama ini dengan bangga sambil tersenyum penuh. Namun detik berikutnya ekspresi pemuda itu mendadak berubah. Ia menatap ke arah sepatunya dengan wajah murung.
"Anda saja yang terlalu menutup diri selama ini. Terkungkung dalam menara istana berlabel perusahaan Ardhani Group. Anda bahkan menjadikan gedung perusahaan sebagai rumah dan membangun ruangan bak apartemen di lantai paling atas."
Sementara Aman tak merespon perkataan Sahir. Ia hanya menghela nafas panjang sambil bersandar pada kursi mobil. Dirinya baru sadar jika sudah sepuluh tahun berlalu sejak kedatangannya ke Indonesia. Dan selama itu pula ia menutup diri dari hingar bingar dunia luar.
Saat memikirkan hal itu, Aman tiba-tiba teringat pada seseorang yang berada jauh di India. Betapa ia merindukan orang itu yang sudah lama tak ia jumpai. Ia pun meraih ponselnya dan menatap foto yang terpajang sebagai wallpaper di layar ponselnya dengan mata yang sedikit berair.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments