Taj Mahalku

Taj Mahalku

Saya ingin melamar anda

Di sebuah ruang perkantoran yang luas, di salah satu gedung pencakar langit di Kota Jakarta, seorang pria dengan gurat wajah tegas, tengah sibuk mempelajari laporan keuangan. Tatapan matanya yang tajam tak pernah beralih dari angka-angka yang tertera pada lembaran-lembaran kertas yang ia pegang.

Saking sibuknya, pria itu tak menyadari kedatangan seorang pemuda dengan stelan jas hitam ketat yang berjalan menghampirinya.

"Tuan, malam ini anda punya jadwal pertemuan dengan pihak HW Construction. Terkait penanda tanganan perjanjian kerjasama proyek pembangunan gedung perkantoran dan pabrik kelapa sawit kita di Kalimantan."

Suara serak pemuda itu berhasil memecah konsentrasi sang atasan yang sibuk membolak-balik laporan keuangan yang dipegangnya.

"Jam berapa tepatnya?"

Dengan sigap pemuda itu melirik ke arah jam tangannya. "Jam delapan malam, Tuan. Tepatnya tiga jam dari sekarang."

"Tapi Pak Heri baru saja mengabari, jika beliau berhalangan hadir karena sedang di rawat di rumah sakit. Beliau meminta saya menyampaikan permohonan maafnya pada anda. Sebagai gantinya, Pak Heri mengutus seorang perwakilan. Namanya Bu Sani Amara Wijaya. Dia Wakil Direktur HW Construction, sekaligus putri tunggal Pak Heri."

Pria itu hanya mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangannya pada tumpukan kertas yang sudah ia periksa sejak tadi.

"Rupanya Pak Heri masih syok. Padahal akan lebih baik jika beliau segera move on dari kejadian itu."

Sontak pemuda itu menghela nafas berat mendengar ucapan sarkas sang atasan. Ia tahu, perkataan atasannya itu tidak bermaksud untuk menghina partner bisnisnya. Tapi ia tetap saja kesal mendengar komentarnya yang blak-blakan.

"Orang tua mana yang tidak sedih, melihat pernikahan putrinya yang digelar mewah, justru dibatalkan secara sepihak oleh keluarga mempelai pria di hari H. Pak Heri bahkan lebih syok dari putrinya yang diputuskan," cerita Sahir dengan wajah simpati.

"Untungnya putri Pak Heri bermental baja dan bersedia mengambil alih tugas Ayahnya untuk sementara waktu. Termasuk menemui kita malam ini!"

"Entah karena bermental baja atau dia terpaksa datang demi menjaga nama baik Ayahnya. Hal itu tidak jadi masalah, selagi proyek kita bisa berjalan sesuai rencana," tegas sang atasan sambil meletakkan dokumen yang ia pegang, lalu memutar kursinya menghadap ke arah sang pemuda yang tak lain adalah asistennya.

"Ngomong-ngomong, Sahir. Sepertinya kau tahu banyak tentang kejadian yang menimpa Pak Heri dan putrinya. Apa sekarang kau sedang menjalankan double job, jadi seorang wartawan gosip?"

Pemuda bernama Sahir itu lantas mendengus kesal mendengar sindiran halus sang atasan. Ingin rasanya ia menonjok mulut atasannya itu dengan tinjunya, jika saja ia tidak memikirkan gaji yang diberikan pria itu sangat fantastis.

"Tentu saja saya banyak tahu tentang kejadian itu, Tuan Aman yang tampan! Anda kan yang menyuruh saya menghadiri pernikahan mereka karena berhalangan hadir!" Jawab Sahir dengan penuh penekanan dan senyum yang dipaksa.

"Karena itu saya jadi menyaksikan drama itu secara langsung. Apalagi para tamu undangan tidak berhenti bergosip saat mendengar pengumuman pembatalan pernikahan yang disampaikan MC." Sahir mengangkat bahu dan tangannya sambil memejamkan mata, berlagak tak bersalah.

Pria yang dipanggil Aman itu lantas mengangguk sambil tersenyum tipis. "Maaf! Aku lupa kalau aku yang memintamu menghadiri pernikahan putri Pak Heri."

Sontak Sahir tercengang, tak bisa berkata-kata. Ia hanya memperlihatkan deretan giginya yang putih tanpa memberi komentar apapun.

"Kalau begitu, tolong rapikan dokumen-dokumen ini. Aku akan naik ke kamarku dan beristirahat sebentar. Jangan lupa cek kembali dokumen yang akan kita bawa. Aku tidak ingin ada dokumen yang ketinggalan dan menghambat pertemuan kita."

Sahir tersenyum, lalu membungkuk. "Baik, Tuan Aman!"

Sedetik kemudian, Aman beranjak dari ruangannya dan berjalan menuju lift. Ia meninggalkan Sahir yang tak berhenti mendumel seraya merapikan meja.

...****************...

Kumandang Adzan Maghrib yang menggema dari arah luar gedung berhasil membangunkan Aman yang tertidur. Ia bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu menunaikan ibadah Salat Maghrib.

Sembari menunggu waktu Isya yang hanya terpaut satu jam, Aman pun menyempatkan diri melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan khusyuk di kamarnya.

Setelah urusan ibadah selesai, Aman lalu bersiap-siap berangkat ke tempat pertemuan yang ia bicarakan bersama Sahir tadi sore.

Di tengah kesibukannya memasang tali sepatu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari arah luar kamarnya. Seakan tahu siapa sosok di balik pintu itu, Aman pun dengan santai mempersilakannya masuk.

"Tuan, mobil anda sudah siap," kata Sahir setelah membuka pintu dan memperlihatkan setengah badannya pada Aman.

Aman hanya mengangguk sambil tetap fokus mengikat tali sepatu yang satunya lagi hingga selesai. Ia kemudian berdiri dan mengibaskan bagian belakang jasnya yang sedikit kusut.

"Kita berangkat sekarang, Tuan?" Sahir bertanya sekali lagi karena belum juga mendapat jawaban dari Aman.

"Iya. Semoga saja kita tidak terjebak macet. Kita hanya punya waktu tiga puluh menit untuk tiba di Restaurant tepat waktu," jawab Aman sambil melirik arloji mewah yang melekat di pergelangan tangan kirinya.

"Tenang saja, Tuan! Restaurant Paramount hanya berjarak satu blok dari sini. Dijamin anda tetap sampai tepat waktu, meski jalanan macet. Asalkan anda bersedia menyeret kedua kaki anda hingga ke depan pintu Restaurant, jika benar-benar macet," gurau Sahir seraya terkekeh.

Namun Aman yang juga terkenal sebagai pria kaku yang tak memiliki selera humor di kalangan para karyawannya, hanya menatap lurus ke depan tanpa memperlihatkan ekspresi apapun layaknya patung.

"Boleh juga idemu itu, Sahir!"

Sontak Sahir membelalak. Ia mengangkat tangannya dan menepuk jidatnya cukup keras. "Oh God!"

Sahir hanya bisa geleng kepala mendengar Aman menanggapi gurauannya dengan serius. Ia tak menyangka, ternyata ada manusia setidak menarik Aman di muka bumi ini.

Jika saja dirinya tak memikirkan alasan kedua selain gaji yang besar untuk tetap berada di sisi pria tegap menjulang itu, mungkin Sahir sudah kabur sejak dulu. Bahkan sebelum masa training-nya usai tujuh tahun lalu.

"Sebaiknya kita berangkat sekarang!" Ucap Sahir singkat, tak melanjutkan gurauannya. Ia membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Aman untuk berjalan lebih dulu.

"Terima kasih, Sahir."

Dengan cepat Aman menyambar tas kerjanya yang ia letakkan di atas kabinet dan berjalan meninggalkan kamarnya, disusul Sahir dari belakang.

...****************...

Lima belas menit telah berlalu sejak mereka meninggalkan gedung perkantoran. Aman dan Sahir akhirnya tiba di Restaurant Paramount, tempat ia dan pihak HW Construction berencana mengadakan pertemuan.

Sebelum memasuki gedung Restaurant, Aman sempat melirik jam tangannya sebentar untuk memastikan jika dirinya tidak terlambat. Untungnya ia tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.

Setelah menanyakan perihal tempat yang sudah mereka reservasi kepada resepsionis, mereka pun diantar oleh seorang pelayan Restaurant menuju ruang private yang dimaksud.

Di tengah perjalanan, sang pelayan menyampaikan kepada Aman jika tamu yang sedang mereka tunggu telah tiba sejak lima belas menit yang lalu.

"Silakan masuk, Tuan."

"Terima kasih."

Aman segera mengalihkan pandangannya ke depan begitu pelayan Restaurant membuka pintu. Dan tepat di saat pintu ruang private itu terbuka, mata Aman yang sejak tadi menatap lurus ke depan, tak sengaja bertemu dengan mata seorang gadis yang sedang berdiri di depan meja di dalam ruangan tersebut.

Aman terkesiap, ketika tatapan mereka saling bertemu. Ia terpukau melihat wajah gadis itu yang begitu teduh saat tersenyum. Iris matanya yang coklat, berbinar di bawah cahaya lampu. Dan meski usianya terlihat sangat muda, namun penampilan gadis itu sangat santun dengan balutan midi dress A line berwarna peach.

Cukup lama mereka saling menatap, hingga akhirnya Aman menyadari kekhilafannya dan segera menundukkan pandangannya.

'Astaghfirullah,' Istighfarnya dalam hati.

Dengan cepat Aman memperbaiki ekspresinya dan berjalan menuju kursi yang berhadapan langsung dengan gadis itu.

Sementara Sahir yang sedari tadi berada di samping Aman, segera memposisikan dirinya di belakang kursi yang berdampingan dengan atasannya.

"Senang berjumpa dengan anda, Tuan Aman Khan. Perkenalkan, saya Sani Amara Wijaya, Wakil Direktur HW Construction." Gadis bernama Sani itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum ramah ke arah Aman.

"Saya juga senang bisa berjumpa dengan anda, Nona Sani. Saya banyak mendengar tentang anda dari Pak Heri." Aman balas menyapa dengan raut wajah tanpa ekspresi. Ia mengangkat kedua tangannya dan menempelkannya di depan dada sebagai balasan untuk uluran tangan Sani.

Melihat hal tersebut, Sani spontan menunduk, malu. Namun ia berusaha bersikap tenang dengan menurunkan tangannya dan mengangkat kepalanya sambil tersenyum pada kedua pria yang berdiri di hadapannya.

"Saya harap Nona Sani tidak tersinggung atas tindakan saya barusan. Saya hanya ingin menjaga marwah anda sebagai seorang wanita," terang Aman dengan wajah datar khasnya, membuat Sahir gemas ingin menggeplak kepalanya.

"Maafkan atasan saya Nona. Dia memang memperlakukan setiap wanita yang menjadi rekan bisnisnya dengan sopan seperti ini," Sahir mencoba menjelaskan dengan halus.

"Tidak apa-apa. Saya mengerti. Justru saya berterima kasih karena anda telah mengingatkan saya," tutur Sani lembut, mencoba mencairkan suasana yang sedikit canggung.

"Bagaimana jika kita makan malam lebih dulu sebelum membahas kontrak?" Lanjutnya.

"Boleh! Saya tidak keberatan."

Setelah mempersilakan keduanya duduk, Sani memanggil pelayan yang masih berdiri di depan pintu. Ia memilihkan menu makanan untuk Aman dan Sahir, usai menanyakan selera dan bahan makanan yang mungkin tidak bisa mereka konsumsi.

Tak ada lagi obrolan di antara mereka begitu sang pelayan pergi. Selagi menunggu pesanan tiba, ketiganya melakukan kesibukan masing-masing.

Sani membuka sebuah map dan membaca tulisan di atas kertas yang ada dalam map tersebut, sementara Sahir membuka iPad-nya dan memeriksa ulang jadwal atasannya untuk seminggu ke depan, berjaga-jaga jika ada perubahan jadwal mendadak.

Hanya Aman yang sibuk memainkan ponsel. Ia sengaja menggeser layar ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan.

Jika saja yang datang malam ini Pak Heri, tentu Aman bisa lebih nyaman berbincang, karena partner bisnisnya itu selalu memiliki bahan obrolan yang bisa dibahas bersama. Sayang, yang datang malam ini adalah anak gadisnya. Dan meski telah bekerjasama selama sepuluh tahun, tapi ini pertama kalinya Aman bertemu dengan putri Pak Heri.

Selama ini Sani tumbuh besar dalam asuhan sang Nenek, karena Ibunya telah meninggal dunia sejak ia masih kecil. Setidaknya itu yang Aman ketahui dari mulut Pak Heri ketika ia menceritakan tentang putri semata wayangnya.

"Bagaimana keadaan Ayah anda?" Tiba-tiba saja Aman memutuskan untuk memulai obrolan demi menghilangkan rasa bosannya menunggu pesanan mereka.

Sani dan Sahir yang sama-sama terkejut mendengar pertanyaan Aman, kompak menoleh, memberikan tatapan heran pada Aman yang saat itu tengah mengarahkan pandangannya pada Sani dengan ekspresi datar.

"Sebenarnya Ayah sudah membaik, hanya saja perasaan malu-nya belum hilang dan itu membuat beliau malas beraktifitas. Saya sungguh minta maaf atas kelakuan Ayah saya yang begitu kekanak-kanakan, hingga menyebabkan rencana bisnis kalian jadi berantakan," kata Sani dengan raut penuh sesal.

"Tidak masalah. Siapapun pasti akan terluka jika mendapat pukulan sebesar itu. Saya turut menyesal atas kejadian yang menimpa anda dan Pak Heri. Semoga beliau bisa segera mengatasi kesedihannya dan menerima dengan lapang dada apa yang sudah terjadi. Tidak baik bagi kesehatan beliau jika terus-terusan memendam dendam," lagi-lagi Aman mengatakannya dengan wajah datar, tanpa memperlihatkan ekspresi apapun.

Refleks Sahir menatap Aman dengan tatapan tajam seraya mencubit pinggangnya. Rasanya ia ingin menusuk mulut bawelnya karena tak pandai membaca situasi.

Bahkan bibir Sahir tak berhenti komat kamit saat Aman melayangkan pandangan heran padanya. Seakan sedang merutuki sang atasan karena telah melontarkan perkataan yang cukup terus terang, tanpa menunjukkan rasa simpati sedikitpun melalui mimik wajahnya.

Untungnya Sani menanggapi ucapan Aman dengan santai sambil tersenyum. "Saya tidak menganggap kejadian itu sebagai pukulan. Justru keputusan pria itu membatalkan pernikahan kami sudah sangat tepat. Saya pun akan melakukan hal yang sama, jika takdir kami ditukar."

Aman dan Sahir yang saat itu saling bertatapan, kompak menoleh ke arah Sani sambil mengerjapkan mata mereka berulang kali.

Namun belum sempat menanyakan maksud ucapan Sani, makanan yang mereka pesan sudah lebih dulu datang dan membuat obrolan mereka terhenti. Kini ketiganya memilih diam dan menikmati pesanan masing-masing tanpa berbicara satu sama lain.

...****************...

Setelah menghabiskan makan malam mereka, ketiganya memulai obrolan yang lebih serius. Mereka fokus membicarakan perihal perjanjian kerjasama yang akan mereka sepakati malam ini.

Di tengah perbincangan mereka, Sahir mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam tas kerja yang ia bawa dan menyodorkannya pada Sani.

"Ini adalah surat perjanjian kerjasama untuk proyek pembangunan pabrik dan gedung perkantoran kami di Kalimantan. Point-point yang tercantum dalam perjanjian tersebut, berdasarkan hasil kesepakatan antara saya dan Pak Heri. Silahkan Nona Sani cek terlebih dahulu!"

Sani lalu meraih dokumen yang disodorkan Sahir padanya.

"Sebelumnya saya dan Pak Heri sudah membahas soal proyek ini secara pribadi dan beliau menyanggupi pengerjaannya. Beliau juga telah menyerahkan desain blueprint dan rincian anggaran pembangunan pada saya," Aman menjelaskan dengan raut wajah serius.

Sani mengangguk seraya membaca isi dari perjanjian kerjasama yang diserahkan Sahir dengan seksama. Ia langsung tersenyum puas begitu selesai membaca keseluruhan isinya.

"Jadi saya hanya perlu menandatangani perjanjian kerjasama ini?"

"Iya. Kita akan segera memulai pengerjaan proyek ini, begitu anda selesai menandatanganinya. Tim HW Construction akan diberangkatkan ke Kalimantan tiga hari dari sekarang. Kami juga telah menyiapkan akomodasi untuk mereka. Jika ada yang ingin anda koreksi dari isi kontrak tersebut, kita bisa membahasnya sekarang juga."

"Tidak ada yang perlu dikoreksi. Seluruh point yang tercantum dalam perjanjian ini telah sesuai dengan apa yang Ayah saya sampaikan," jawab Sani sembari mengulas senyum.

Aman dan Sahir kompak menghela nafas lega mendengar jawabannya. Dengan cekatan Sahir memberi sebuah pena kepada Sani, agar ia bisa segera menandatangani perjanjian kerjasama tersebut.

"Dengan begini, kita telah resmi menjadi partner bisnis sekali lagi dan akan bekerjasama dalam beberapa bulan ke depan. Semoga kita bisa sama-sama puas dengan hasil akhirnya!"

"Terima kasih karena anda selalu mempercayakan proyek pembangunan gedung anda pada HW Construction, Tuan Aman Khan," kata Sani dengan senyum sumringah.

Setelah urusan bisnis selesai, mereka pun bersiap-siap untuk meninggalkan Restaurant. Namun baru saja akan beranjak dari ruang pertemuan, tiba-tiba Sani menghentikan langkah Aman dan Sahir.

"Tuan Aman, bisakah saya meminta waktu anda sebentar? Saya ingin berbicara empat mata dengan anda," tanya Sani yang masih duduk di tempatnya.

Aman dan Sahir saling melirik. Namun Sahir hanya mengangkat kedua bahunya karena tak tahu dengan maksud Sani meminta Aman tetap tinggal.

Setelah cukup lama terdiam, Aman pun memberi isyarat pada Sahir untuk kembali ke mobil lebih dulu dan menunggunya di sana.

Begitu Sahir meninggalkan mereka, Aman kembali duduk dan menunggu Sani mengatakan sesuatu.

Untuk beberapa saat, Sani cukup gugup. Ia tak berhenti menautkan jari jemarinya, seolah memikirkan apa yang sebaiknya ia katakan untuk memulai obrolan.

"Apa saya boleh mengajukan pertanyaan pada anda?" tanya Sani memulai obrolan.

"Silakan!" Aman menjawab dengan santai.

"Apa Tuan Aman sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita?"

Pertanyaan yang Sani lontarkan saat itu berhasil membuat Aman terdiam. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya dengan alis yang sedikit mengkerut. "Tidak!"

"Apa Tuan Aman tidak berencana menjalin hubungan dengan seorang wanita ke jenjang yang lebih serius?"

Kali ini Aman tersentak kaget mendengar pertanyaan aneh Sani. Matanya bahkan melotot saat menatap Sani, seolah tak percaya gadis itu menanyakan hal yang sangat pribadi. Rasanya ia tak perlu menjawab pertanyaan itu, namun entah mengapa mulutnya tak bisa jika harus diam saja.

"Tidak! Untuk saat ini saya tidak kepikiran tentang hal itu. Lagipula saya tidak memiliki calon untuk dijadikan pendamping hidup."

Mendengar jawaban Aman, Sani pun menyunggingkan senyumnya. "Kalau begitu, apakah saya bisa melamar Tuan menjadi suami saya?"

Pertanyaan yang diajukan Sani selanjutnya benar-benar membuat Aman syok. Dalam sepersekian detik otaknya dibuat bleng, membuatnya tak mampu mencerna kata-kata Sani dengan baik. Dan karena itu, Aman hanya bisa mematung dengan mulut yang sedikit terbuka.

Melihat Aman tak juga menunjukkan reaksi kesal ataupun marah, Sani kembali melontarkan pertanyaan yang justru membuat pria itu semakin tak berkutik.

"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya. Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?"

Terpopuler

Comments

@tik jishafa

@tik jishafa

Hallo thor jumpa lgi d novel terbaru ..maaf bab nya udah bnyk baru mampir baca, semangaat 💪😊

2024-03-12

1

RahmaYesi

RahmaYesi

Halo thor, saya mampir.
Awal cerita yang bagus, semangat Thor.

2023-12-27

1

lihat semua
Episodes
1 Saya ingin melamar anda
2 Baiklah, Ayo menikah!
3 Sama-sama memilki rahasia
4 Pertama kali
5 Awal percintaan
6 Awal hubungan
7 Mengulik rahasia
8 Selamat datang di Yayasan Azrah
9 Perlahan tersingkap
10 Sepenggal kisah masa lalu
11 Kenyataan pahit
12 Segalanya terungkap
13 Cinta yang hadir disaat yang tidak tepat
14 Keraguan di hati Aman
15 Kebenaran yang menyakitkan
16 Ungkapan cintaku
17 Perasaan yang sebenarnya
18 Cintai aku seadanya
19 Satu rahasia lagi
20 Menjelang Operasi
21 Pasca operasi
22 Keberangkatan ke India
23 Pertemuan tak terduga
24 Hadirnya orang di masa lalu
25 Hati yang luluh
26 Rindu yang terpendam
27 Dendam yang masih tertinggal
28 Keadaan yang semakin rumit
29 Insiden di bandara
30 Kekuasaan di atas kekuasaan
31 Sesuatu yang mengejutkan
32 Meluruskan segalanya
33 Dukungan dari keluarga
34 Meninggalkan masa lalu
35 Setia disisimu
36 Satu persatu
37 Keadaan yang memburuk
38 Tiap-tiap harapan
39 Cinta diantara Tuhan dan Manusia
40 Alasan sebenarnya
41 Perundingan
42 Kakak beradik
43 Keluarga adalah....
44 Kekuatan cinta
45 Tanda kesembuhan
46 Kedatangan keluarga Sani
47 Kehadiran seseorang dari masa lalu
48 Batu sandungan
49 Perkenalan keluarga
50 Hadirnya benalu
51 Berusaha iklhas
52 Keputusan akhir
53 Jalan terbaik
54 Calon orang ketiga
55 Akhirnya
56 Keberangkatan ke Pakistan
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Saya ingin melamar anda
2
Baiklah, Ayo menikah!
3
Sama-sama memilki rahasia
4
Pertama kali
5
Awal percintaan
6
Awal hubungan
7
Mengulik rahasia
8
Selamat datang di Yayasan Azrah
9
Perlahan tersingkap
10
Sepenggal kisah masa lalu
11
Kenyataan pahit
12
Segalanya terungkap
13
Cinta yang hadir disaat yang tidak tepat
14
Keraguan di hati Aman
15
Kebenaran yang menyakitkan
16
Ungkapan cintaku
17
Perasaan yang sebenarnya
18
Cintai aku seadanya
19
Satu rahasia lagi
20
Menjelang Operasi
21
Pasca operasi
22
Keberangkatan ke India
23
Pertemuan tak terduga
24
Hadirnya orang di masa lalu
25
Hati yang luluh
26
Rindu yang terpendam
27
Dendam yang masih tertinggal
28
Keadaan yang semakin rumit
29
Insiden di bandara
30
Kekuasaan di atas kekuasaan
31
Sesuatu yang mengejutkan
32
Meluruskan segalanya
33
Dukungan dari keluarga
34
Meninggalkan masa lalu
35
Setia disisimu
36
Satu persatu
37
Keadaan yang memburuk
38
Tiap-tiap harapan
39
Cinta diantara Tuhan dan Manusia
40
Alasan sebenarnya
41
Perundingan
42
Kakak beradik
43
Keluarga adalah....
44
Kekuatan cinta
45
Tanda kesembuhan
46
Kedatangan keluarga Sani
47
Kehadiran seseorang dari masa lalu
48
Batu sandungan
49
Perkenalan keluarga
50
Hadirnya benalu
51
Berusaha iklhas
52
Keputusan akhir
53
Jalan terbaik
54
Calon orang ketiga
55
Akhirnya
56
Keberangkatan ke Pakistan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!