I Win And You Lose..
Fake Blood,Knife,Murder,Be Wise
Bacanya Pelan Pelan,Hayati Biar Paham!
“Kalo berani tangan kosong dong, Berani bukan?” Hazel menantang membuahkan seringai miring dari sang lawan
“Sini nih, tusuk sini.” Hazel menepuk lehernya. Sebagai tanda 'boleh boleh saja Bevena bunuh Hazel asal jangan korbankan teman-temannya'.
“Zel... Lo jangan nekat Zel.”
Elvis yang di pojok dekat jendela kaca besar itu khawatir.
Sempat ia kecewa dengan Hazel, tapi bukan berarti ia merelakan Hazel mati di tangan pelaku. Hazel tak peduli. Seakan pura-pura budeg, ia justru makin mendekat.
“Di bilang gua sebenernya udah tau, karna lo turun tangga pake jaket Dizon kan. Awalnya gue kira itu Dizon kalo dipikir lagi badannya Dizon enggak kaya lo,” Hazel menumpu badannya dengan tangan.
Tidak ada reaksi apapun. Bevena tak berkutik.
“Seberapa banyak tau lo?”
"Kalo Gitu Bunuh Aja Ga Sih!?"
Lantas Bevena mendekat. Mengarahkan pisau itu ke arah Hazel. Di susul Elvis yang melotot hendak melindungi Hazel. Sebelum itu Bevena membalik badannya, menendang perut Elvis lebih dulu. Meninggalkan jejak alas kaki di kaos putih Elvis.
“Brengsek!” Elvis meringis.
Ia tersungkur. Tangannya sendiri memegangi perut. Perih sebab tendangan kuat dari Bevena, nyaris membuat Elvis muntah.
Hazel menepis pisau itu. Berhasil membuat darah segar itu mengalir akibat sayatan yang diberikan Bevena di telapak tangannya. Ringisannya membuat ia langsung menendang tulang kering Bevena.
Sakit? Pasti. Tapi si Pembunuh ini enggan menyerah.
Ia balik menyerang Hazel. Berulang kali Hazel mengelak serangan Bevena. Namun tak jarang juga pisau itu mengenai kulit mulusnya. Bahkan berhasil membuat baretan di sekitar muka Hazel.
Tak hanya itu. Ia pukul wajah mulus Hazel. Hingga biru keunguan itu menghias mukanya...
Sedangkan Elvis. Ia berusaha bangkit, meski perutnya sakit bukan main. Ia merangkak mendekati Bevena. Lalu memeluk salah satu kaki Bevena. Jelas Vena memberontak, ia tau keadaannya ini sedang dikepung dua orang. Namun sama sekali tak membuatnya takut.
Lagi-lagi kakinya menendang. Bukan perut lagi, melainkan muka Elvis.
Sial! Ia beneran nggak suka kalau kakinya di tahan kaya tadi. Makanya ia tendang sampai Elvis meringis memegangi pipinya.
Lantas tangannya bergerak menancapkan pisau itu ke dada Elvis. Dengan sigap Elvis genggam pisau itu. Ia tahan supaya tidak menusuk jantungnya.
Darah mengalir setetes demi tetes. Kaos putihnya perlahan berubah menjadi merah. Bahkan geraman Elvis terdengar di penjuru ruangan
Hebatnya Elvis dorong hingga pisau itu terpental.
Dari belakang Hazel peluk tubuh Bevena. Lalu ia banting hingga terbaring. Bevena merintih kesakitan. Sedangkan Hazel sibuk memukuli wajah Bevena. Nafasnya menggebu-gebu. Ia balas semua perbuatan Vena.
Bagaimana kalutnya tatkala ia mendengar Jian keracunan. Tatkala Dizon mati terbunuh karena peluru senapan. Terlebih tatkala Harrison dicekik dengan tali tambang.
Mengingat semuanya membuat Hazel ingin remukan badan Bevena dengan seluruh sisa tenaganya
Bevena membiarkan Hazel puas menghajar dirinya.
Bahkan Elvis ikut bangkit. Memukuli wajah Bevena yang akhir-akhir ini membuatnya geram. Biarkan darahnya bersimpuh dimana-mana.
Merasa tubuhnya sudah kewalahan. Bevena mendorong tubuh Hazel dan Elvis. Hingga kepala Elvis kini terbentur meja. Sedangkan Hazel tubuhnya terpental di jendela kaca besar.
Bevena mengusap sudut bibirnya berdarah. Ia juga merasa darah segar itu mengalir di hidung mancungnya.
“Udahhhh... Re—hat dulu, nanti lanjut lagi,” pinta Elvis.
Sama-sama tenaganya terkuras habis. Sama-sama menetralkan nafasnya yang tersenggal senggal akibat perkelahian yang hebat.
“Sebenarnya motivasi lo jadi pembunuh berantai apa sih?” tanya Hazel.
“Cuma ngikutin permainan,” jawabnya.
“Tolol!” balas Elvis cepat.
“—gua di tuduh sana sini. Bisa bisanya lo bilang ngikutin permainan? Lo beneran udah diambil alih sama game bodoh ini?” lanjut Elvis.
“Gua turun ke lorong doang ambil foto ini. Curiganya kaya beneran abis bunuh Dizon padahal lo sendiri yang bunuh dia.” Elvis melempar foto itu ke udara.
Berhasil mendarat ke Hazel, Ia ambil setengah foto sobek itu serambi menyandarkan lagi badannya ke jendela kaca balkon itu.
Wow! Foto itu sama dengan foto yang ia temukan di laci.
Ia keluarkan pasangan foto sobek dari kantong Hoodienya. Benar saja, background foto itu menghubungkan dua anak kecil yang membawa boneka.
Foto yang dilempar Elvis itu mirip Dizon. Sedangkan yang ia bawa mirip Renzo.
Pasti ada hubungannya dengan Dizon dan Lorenzo.
“Gua gerak dikit nyari clue aja udah pada curiga nggak karuan. Pantes lo kontra opini banget sama gua.” Elvis menghela nafas gusar.
Bevena terdiam. Ia tatap dinding langit-langit kamar Dizon. Perkataan Elvis benar apa adanya. Ia tidak ingin menyangkal.
Ia dengar semua ocehan. Dari awal hingga akhir.
Sampai tak sadar sebuah Pistol mengarah ke kepalanya.
Iya, Hazel keluarkan pistol yang ia bawa dari Hoodienya. Ia pusatkan tepat di kepala Bevena.
Ia ingin mengakhiri semuanya
Lebih baik mengirimkannya segera ke alam lain. Daripada di dunia bikin resah
Perlahan jari telunjuk Hazel menekan pelatuk pistol itu.
Dalam hitungan detik sudah dipastikan kepala Bevena pecah.
Hampir saja Hazel tekan pelatuk pistolnya.
Namun sebelum peluru itu melukai kepala Bevena. Pistol itu terlempar jauh lebih dulu. Penyebabnya sebuah shot anak panah yang membawanya
Tatkala tiba-tiba seseorang berhoodie hijau serta bertopeng. Melangkah masuk ke ruangan itu. Tangannya membawa arrow yang pernah Hazel lihat di laci meja panjang tadi sebelumnya.
Bevena dan Elvis ikut menoleh.
Orang itu perlahan masuk. Langkah kakinya berjalan membuat Hazel kagum bertanya-tanya. Siapa dia?
“W-what?” Elvis terngagah.
Lantas ia mengambil Pistol tersebut. “Pistol gue... Di buat mainan sembarangan.” gumamnya.
Sangat pelan sehingga dipastikan mereka semua tidak mendengar.
Lorenzo? That's you, isn't? batin Elvis.
Lalu orang berhoodie hijau tersebut mengusap pistol itu. Ia usap dengan lemah lembut seperti anaknya sendiri.
Demi apapun, orang itu terlihat menyeramkan.
Setelah itu ia bidik pistol itu ke kepala Elvis. Merasa nyawanya diambang hidup dan mati, Elvis mengangkat kedua tangannya. Kalau sekali tekan, pelatuk itu. Di pastikan nyawa Elvis melayang malam ini.
Hazel menutupi kedua telinga
Elvis terperanjat. Matanya terpejam. Bisa dirasa pecahan kaca itu menghujani dirinya.
Beruntung bukan kepala Elvis yang hancur.
Kaca tembus pandang itu yang hancur sehancur-hancurnya akibat peluru tersebut. Orang itu yang mengalihkannya.
“You're scared?” tanyanya.
“What do you want?” Tidak menjawab, Elvis malah balik bertanya.
“What do I want?” Orang misterius itu melirik. Membuat Elvis bergidik ngeri.
“I want you...” sejenak ia menjeda. Ia tunjuk Elvis dengan jarinya.
“And you...” beralih menunjuk Hazel.
“Die...” ia menjawab serambi menyeringai dibalik topengnya. Jantung Elvis berdetak dua kali lebih cepat.
Namun ia berusaha tenang. Setenang mungkin.
“None, just a game.” Orang itu mengangkat bahunya acuh.
Cih. Cuma game katanya. Game mana sih yang menginginkan teman-temannya mati secara non manusiawi?
Perlahan Ia Mendekati Elvis Yang Bercucuran Darah
Degup jantung Elvis semakin kencang. Bahkan sulit dikendalikan.
Orang itu mengangkat dagu Elvis menggunakan pistol yang ia bawa. Membuat wajah Elvis mau tidak mau mendongak.
“Lo dalang game bodoh ini?” Elvis mencoba bertanya. Ia lawan ketakutannya. Kalau ia takut, yang ada lawannya malah senang.
Orang bertopeng itu mengangguk.
“Bajingaaaaaan!” pekik Elvis mendorong orang itu.
Sialnya tenaga lawannya lebih kuat. Mungkin karena tenaganya belum terkuras habis seperti Elvis.
All hasil? Mereka malah dorong-dorongan. Tenaga orang bertopeng itu mendorong Elvis hingga keluar balkon.
Sampai-sampai Elvis merasa punggungnya terbentur pagar balkon. Pagar balkon itu tidak terlalu tinggi. Hanya sekitar kurang dari semeter.
Kalau terus-terusan di dorong. Bisa-bisa Elvis terjatuh dari lantai enam. Tingginya tak seberapa. Namun tembok yang dibawa dengan pagar runcing bisa menusuk punggungnya seandainya ia terjatuh.
Tangannya mencengkeram kuat lengan hoodie hijau.
Itu sudah dipenghujung balkon. Tolong, jangan dilepas. Kalau dilepas hilang sudah harapan hidup.
“Punya pesan terakhir?” ucapan orang itu menggunakan bahasa lokal membuat Elvis lebih mengenalinya.
Tragisnya sebelum Elvis mengucapkan sepenggal kata. Ia merasa tubuhnya melayang di udara. Pagarnya hancur, akibat dorongan yang kuat.
Cengkeramannya sudah terlepas.
Bahkan air matanya ikut melayang di udara. Ia tatap orang bertopeng tersebut yang menyeringai senang. Sebelum akhirnya ia merasa seperti ada ratusan tusukan anak panah yang menusuk punggungnya.
Pagar runcing itu yang menusuknya. Membuat Elvis memuntahkan darahnya lewat mulut dan hidung. Tubuhnya menggantung di tembok runcing itu terlihat mengenaskan. Tembok yang ia lihat di lorong bawah kemaren. Terlebih pagar runcing itu menancap di punggung Elvis dengan sempurna. Mengerikan.
Tembok itu bahkan terlihat seperti es cream yang meleleh. Akibat darah Elvis yang menghiasi permukaan dinding tinggi tersebut.
Benar-benar ia ucapkan selamat tinggal.
“Sebenarnya gue nggak nargetin lo mati, tapi karna lo hama bagi strategi gue nyawa lo melayang,” ucap orang tersebut.
--------------------------
Sedangkan Hazel dari tadi memberontak. Tubuhnya benar-benar dikekep Bevena sampai sulit bergerak. Berkali kali ia berteriak supaya Elvis jangan diapa-apain.
Melihat bagaimana tubuh Elvis jatuh dari lantai enam.
“Bangsaaaat, You have to pay for this!” teriak Hazel.
“Diem! Nggak usah berontak!” Bevena menggertak.
“Nggak usah diingetin, udah tau"
“Udah tau ya mikir! Mikir pake otak, punya otak kan?” Bevena tak mengindahkan
“Heh! Lo budeg?” Hazel bertanya. Nada tingginya memperjelas kalau ia beneran murka sekarang.
“Udah budeg, tolol, idup lagi!”
“Balikin temen-temen gua!”
Hazel terus menerus berteriak. Kuping Bevena jadi pengang. Lantas ia banting tubuh Hazel hingga menatap pingiran meja.
Orang yang berhoodie hijau itu masuk. Mendekati dua insan yang sibuk berkelahi.
“I win and You lose, hahahah!”
Lantas orang berhoodie hijau itu membuka topengnya. Speachless Hazel lihatnya, sampai ia gebrak meja itu.
"Hello,Aku Lorenzo....hahahaha!"
“Pelakunya ada dua, anjing!”
Lalu Lorenzo Mengarahkan Pistol Yang Ia Bawa Tepat Ke Kepala Hazel
Dapat Dipastikan Kalau Menarik Pelatuknya Akan Membuat Kepala Hazel Pecah
Lorenzo Menghitung Mundur
"KENAPA LO TEGA SAMA KITA RENZO,VENA KITA TEMEN ? KOK LO JAHAT SIH JADI ORA-
Darah Memenuhi Satu Ruangan
"Berisik Banget" Ucap Renzo
"Dari Dulu Lo Emang Gasuka Orang Banyak Omong Ya Hahaha" Ucap Bevena Sambil Tertawa
"Kita Menang Seperti Biasa Hahaha"
Mereka terlalu sibuk mencari si pelaku, sampai lupa rules sebenarnya pelakunya tidak hanya satu. Tapi dua. Mana bersekongkol
Si Pemenang Game Melakukan High Five.
"Tos Dulu Dong,Gw Gitu Lo"
Bevena Dan Lorenzo Senang.Sebab Pintar Menyusun Strategi Yang Sangat Baik
Mau Sampai Kapanpun?? Tetap Kita Yang Jadi Pro Player Nya HAHAHAHA
Lorenzo Dan Bevena Tertawa Puas Didepan Hazel Yang Sudah Terbaring Dengan Bercak Darah Dimana Mana
Comments
Its_kira098
Hi bestiiii jelek....
2023-09-13
1