Dengan langkah senyap, Dani dan Nathan menyusuri hutan, sesekali memberikan tanda pada pohon agar mereka tak tersesat. Suasana hening dan mencekam menyelimuti, hanya dipecah oleh suara daun kering yang terinjak.
"Sudah dapat, Lu?" bisik Nathan, senapan di tangannya siap membidik.
"Belum. Masih mencari ini," jawab Dani.
Tiba-tiba, telinga mereka menangkap suara langkah kaki hewan dari arah kanan. "Dengar itu," bisik Dani, matanya berbinar. "Ayo, kita ke sana."
"Ayo!"
Mereka mengikuti sumber suara dengan hati-hati. Di antara semak belukar, seekor rusa jantan dengan tanduk besar yang indah terlihat sedang merumput. Ukurannya begitu besar, pemandangan langka yang membuat Nathan kagum.
"Wow, gue belum pernah lihat rusa sebesar itu. Ternyata masih ada di sini," gumam Nathan.
Ia membidik dengan senapannya, fokusnya tertuju pada rusa tersebut.
DOR!
Rusa itu terkejut dan melarikan diri, lolos dari bidikan Nathan. "Sial, lepas lagi," keluhnya.
Giliran Dani yang mencoba. Ia membidik, tapi hasilnya sama. Rusa itu menghilang di balik pepohonan.
"Hah, ya sudah, cari lagi," ajak Nathan.
Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya mereka berhasil menangkap beberapa hewan. Mereka mengambil cap kaki hewan-hewan tersebut, lalu mengobati luka tembaknya.
"Nah, sudah selesai," ucap Dani.
"Mau lanjut?"
"Boleh, ayo."
Mereka pun melangkah lebih jauh, sampai menemukan jalan setapak.
"Ada jalan," tunjuk Nathan.
"Ayo, ke sana!"
Mereka berlari memasuki jalan setapak itu, mengambil arah kiri, berharap menemukan buruan baru.
"Ada lagi?" tanya Nathan.
"Belum."
Dani kembali fokus. Ia bersembunyi di balik semak-semak, mengawasi sekeliling. Tiba-tiba, seekor kelinci liar dengan bulu putih bersih muncul di hadapan mereka.
"Eh, Than, itu kelinci," bisik Dani.
"Mana?" Nathan menengok. "Wah, cantik sekali."
"Yaudah, tembak," suruh Nathan.
"Bentar, lagi fokus nih."
Dani membidik kelinci itu.
"Nah, dapat!"
Saat jari Dani hampir menarik pelatuk, sepasang kaki jenjang berwarna putih tiba-tiba menangkap kelinci itu. Dani tertegun. Ia menggeser pandangan senapannya dan melihat seorang gadis cantik membelai kelinci itu dengan lembut.
Dani terkejut. Bagaimana bisa ada gadis secantik itu di tengah hutan?
"Kenapa, Lu?" tanya Nathan.
Dani tidak menjawab. Nathan mengambil teropong dan melihat ke arah pandangan Dani. Ia pun ikut terkejut. "Ada cewek, Bro. Tapi buat apa dia ada di sini?"
Dani masih terdiam, terhipnotis oleh senyum gadis itu yang membelai kelinci. Nathan berusaha menyadarkannya.
"Dani!" bisiknya sambil menepuk pundak Dani.
"Aduh, sakit!"
"Kenapa bengong? Lu suka sama cewek itu?"
Dani menoleh lagi ke tempat gadis itu, tapi ia sudah menghilang. "Mana gadis itu?" ia panik, keluar dari persembunyian.
"Dia sudah pergi tadi. Makanya jangan bengong," jawab Nathan.
"Dia pergi ke arah mana?"
Nathan menunjuk ke arah jalan setapak yang mereka lewati. "Ke sana tadi."
"Ayo, pergi," ajak Dani.
"Eh, tunggu!"
Mereka kembali menyusuri jalan setapak.
"Kita mau ke mana?" tanya Nathan.
"Cari hewan lagi," jawab Dani.
"Dan, ini sudah sore, mau gelap. Kita kembali ke mobil, yuk."
Dani menghentikan langkahnya. "Eh, iya juga. Tapi..."
Nathan ikut menoleh ke belakang. Pandangan mereka terhalang kabut yang mulai turun.
"Bagaimana kita mau kembali ke lokasi awal? Situasinya sudah seperti ini," ujar Nathan.
"Ya sudah, kita jalan saja. Yang penting keluar dari sini," ajak Dani.
"Ayo."
Mereka kembali berjalan, tapi karena hari semakin gelap, mereka kesulitan menemukan jalan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berhenti dan beristirahat di bawah pohon besar. Mereka tidak merasa takut karena sudah terbiasa dengan hutan. Mereka berinisiatif membuat api unggun untuk menghangatkan diri.
"Sampai kapan kita di sini, Dan?"
"Entahlah. Kita tunggu sampai besok. Karena gelap, kita tidak bisa berbuat apa-apa."
Mereka pun makan persediaan yang ada. Setelah makan, mereka membuang sampah pada tempatnya, karena tidak ingin mengotori hutan. Udara semakin dingin, mereka pun tertidur di tanah beralaskan api unggun yang masih menyala.
***
"Eunghh... Haaahh..."
Dani meregangkan tubuhnya, tidur nyenyaknya berakhir. Perlahan ia membuka mata dan melihat hari sudah pagi.
"Than, bangun. Sudah pagi," ucapnya.
"Hmm," gumam Nathan, masih terpejam.
Plak!
"Bangun, Than!" Dani menepuk bokong Nathan dengan cukup kencang.
"Aduh! Bisa pelan, enggak?!" seru Nathan, terkejut.
"Bangun! Ayo kita jalan lagi. Katanya mau ke mobil," ajak Dani.
"Haaahh... Ayo," jawab Nathan, menguap.
Dani mematikan api unggun agar tidak menyebar.
"Ayo," ajaknya.
"Oke."
Mereka kembali melanjutkan perjalanan, tapi lagi-lagi mereka salah jalan. Mereka tersesat semakin jauh. Namun, suara gemericik air terdengar jelas.
"Ada sungai," ujar Nathan.
"Iya, ayo ke sana, sekalian cuci muka."
Mereka mengikuti suara gemericik air dan menemukan jalan keluar dari hutan. "Serius kita sudah keluar? Tapi..."
"Kita ada di mana?!" panik Nathan.
Mereka tersesat di tempat yang tidak mereka kenal. Mereka kembali berjalan menuju suara gemericik air dan menemukan sungai yang sangat bersih. Keindahan alam di sana membuat mereka kagum.
Tanpa membuang waktu, mereka mandi, mencuci muka, dan minum dari air sungai yang jernih.
"Ahh, segar sekali," ucap Nathan.
"Gue baru tahu ada sungai seindah ini," timpal Dani.
Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba seorang bapak-bapak muncul sambil membawa ember. Dani dan Nathan terdiam. "Apa di sini ada pemukiman?" pikir mereka.
"Lo mau tanya?" bisik Nathan.
"Boleh deh," jawab Dani.
Dani memberanikan diri mendekati bapak-bapak itu. "Permisi, Pak. Saya mau tanya, di sini ada pemukiman warga?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments