Setelah mandi dan berganti pakaian, Dani menuruni tangga menuju dapur. Perutnya terasa lapar karena belum makan sejak sore. Di sana, Rida dan Herman sudah menunggunya untuk makan malam bersama.
"Eh, Dani sudah turun. Ayo, makan," sapa Rida.
Dani mengangguk dan duduk di samping Herman. Mereka mulai menyantap hidangan makan malam. Di tengah keheningan, Rida memecah suasana.
"Dani, kamu sudah mengobrol dengan Milly di telepon?"
Dani yang sedang makan menatap ibunya dengan heran. "Untuk apa, Ma?"
"Lho, kok untuk apa? Ya mengobrol saja. Kalian itu calon suami istri, harus banyak berkomunikasi."
Dani pasrah. "Nanti saja, Ma."
"Kamu ini..."
Mereka kembali fokus pada makan malam masing-masing. Namun, Dani ingin meminta izin untuk pergi berburu.
"Ma, Pa, ada yang mau Dani bicarakan," ujar Dani, meletakkan sendok dan garpunya.
"Bicara apa?" tanya Herman.
Dani meminum segelas air. "Nathan mengajakku berburu di hutan XX. Aku berencana untuk ikut. Sudah lama aku tidak berburu."
"Di mana lokasinya? Berapa lama?" tanya Rida.
"Di kota sebelah, Ma. Kira-kira seminggu atau dua minggu," jawab Dani.
"Boleh saja. Anggap saja liburan karena kamu terus sibuk bekerja. Papa setuju," kata Herman.
Dani tersenyum dan menoleh ke arah ibunya yang masih terdiam. "Mama bagaimana? Boleh izinkan Dani pergi?"
Rida tersenyum dan mengangguk. "Boleh, Nak. Tapi kamu harus hati-hati, ya. Jangan sampai terluka. Di hutan banyak hewan buas."
"Terima kasih, Ma, Pa. Besok siang aku berangkat sama Nathan."
Dani merasa sangat senang. Berburu memang hobi yang diajarkan oleh Herman, bukan untuk diperjualbelikan, melainkan untuk melatih ketangkasan dan mencatat jejak hewan.
"Aku sudah selesai. Aku ke kamar dulu, ya, mau siap-siap untuk besok," pamit Dani.
"Iya," jawab Rida.
Dani naik ke kamarnya dan mengambil ransel berukuran sedang. Ia memasukkan pakaian, celana, dan perlengkapan berburu seperti senapan, peluru, dan cap untuk mewarnai tapak kaki hewan.
"Huft, selesai juga. Lumayanlah, berburu bisa menjernihkan pikiranku yang pusing karena perjodohan tadi," keluhnya.
Ia meletakkan tasnya di dekat kasur, kemudian merebahkan diri dan memejamkan mata, berharap esok hari akan lebih baik.
***
Keesokan harinya, sesuai janji, Nathan datang menjemput Dani. Dengan ransel dan perlengkapan berburu, ia mengendarai motor menuju rumah Dani. Setelah 20 menit, ia sampai di pekarangan rumah mewah itu dan memarkirkan motornya.
"Selamat siang, Om, Tante," sapa Nathan.
Rida dan Herman menyambutnya dengan senyum. "Eh, Nathan. Lama Tante tidak ketemu kamu. Kamu sehat?"
"Sehat, Tante. Kalian juga makin sehat saja, nih."
"Haha, bisa saja kamu," jawab Herman.
"Dani mana, Om? Belum siap?"
"Sebentar lagi juga dia turun. Nah, itu dia anaknya," tunjuk Herman, melihat Dani menuruni tangga.
"Eh, udah datang, lu?" sapa Dani.
"Udah. Ayo, berangkat. Pakai mobil lu, ya," pinta Nathan.
"Ck, iya," jawab Dani.
"Hahaha, maaf, gue enggak ada mobil soalnya."
Dani menyalami kedua orang tuanya. "Aku pergi dulu, ya, Ma, Pa."
"Iya, Sayang, hati-hati, ya. Jaga kesehatan. Kalau ada apa-apa, hubungi Mama," pesan Rida.
"Iya, Ma."
"Om, Tante, Nathan juga pergi, ya," pamit Nathan.
"Iya, silakan."
"Ayo," ajak Dani pada Nathan.
Mereka keluar dan memasukkan semua perlengkapan ke dalam mobil Dani.
"Sudah dimasukkan semua?" tanya Dani.
"Sudah. Semuanya sudah diangkut."
"Ya sudah, kita jalan."
Nathan duduk di samping Dani. Mereka mengenakan sabuk pengaman, dan mobil pun perlahan meninggalkan pekarangan rumah.
Selama perjalanan, Dani dan Nathan asyik bercerita tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan.
"Eh, iya, Dan. Ngomong-ngomong, lu dijodohin, ya, sama anaknya Pak Trisna? Siapa, tuh? Milly, ya Milly?" tanya Nathan.
"Ehm... Heuhh, iya. Itu juga karena Nyokap yang maksa gue dekat sama dia. Padahal gue enggak ada perasaan apa-apa sama dia," jawab Dani. "Tapi kok lu bisa tahu? Kan gue belum cerita."
"Bokap gue temannya Pak Trisna, Bro. Jadi gue bisa tahu karena dia cerita ke gue. Berhubung gue juga kenal lu, jadi dia ceritain semuanya," jelas Nathan.
"Oh, gitu..."
"Jangan-jangan lu ikut gue karena masalah ini?"
Dani menghela napas. "Iya. Daripada terus dipikirkan, nambah pusing aja."
"Ada baiknya juga sih, haha. Soalnya lu kan enggak pernah dekat sama cewek. Milly juga cantik, kok. Cocok sama lu."
"Sudah, ah, malas bahas begituan. Gantian nyetir, nih. Dari tadi gue terus," keluh Dani.
"Hahaha, iya, iya," balas Nathan.
Dani menepikan mobilnya untuk beristirahat dan bertukar posisi. Kini, Nathan yang menyetir. Perjalanan dilanjutkan agar mereka tidak kemalaman.
***
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, mereka akhirnya tiba di kota tujuan. Namun, untuk sampai ke hutan, mereka harus melewati jalan berbatu dan tanah yang cukup terjal. Setelah berjuang melewati medan yang sulit, mobil mereka berhenti di sebuah tempat parkir yang luas.
"Sudah sampai. Ayo, turun," ajak Nathan.
"Ini hutannya?"
"Iya. Di sini masih asri, jadi hewan-hewan juga masih banyak."
Mereka berdua keluar dari mobil. Perjalanan yang panjang membuat mereka sedikit lelah. Sebelum berburu, mereka beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan hutan rindang yang indah. Setelah cukup istirahat, mereka mengambil senapan, peluru, dan persediaan makanan.
"Ayo kita mulai," ajak Nathan.
"Hmm," gumam Dani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments