Suara kicauan burung dan kokok ayam bersahutan, mengumumkan datangnya pagi yang cerah. Perlahan, dunia kembali hidup, orang-orang mulai bersiap memulai hari mereka. Sama halnya dengan Dani. Ia membuka mata, merasakan sisa-sisa kantuk dari tidur nyenyak semalam. Hari ini adalah hari yang sangat penting; ia akan melakukan presentasi promosi yang bisa membawa keuntungan besar bagi perusahaannya.
Tanpa membuang waktu, ia bergegas ke kamar mandi. Dua puluh menit kemudian, ia keluar dengan setelan formal yang rapi, membuatnya tampak semakin tampan dan berkarisma. "Sudah jam setengah tujuh," gumamnya, melirik jam di dinding. Dani menuruni tangga dan menemukan kedua orang tuanya sudah berada di meja makan, sibuk menyiapkan sarapan.
"Pagi, Ma, Pa," sapanya.
"Pagi. Sudah siap, Dan?" tanya Rida.
"Siap dong, hehe. Hari ini penting banget buatku."
"Materi presentasinya sudah kamu kuasai semua?" tanya Herman.
"Sudah, Pa. Papa tenang aja, semuanya beres," jawab Dani, penuh percaya diri.
"Sudah-sudah, ayo sarapan dulu. Dani makan yang banyak, ya," timpal Rida.
Mereka pun terdiam, menikmati sarapan pagi. Roti panggang dengan selai menjadi menu pilihan, karena Dani tidak terbiasa makan berat di pagi hari.
"Oh, iya, Dan," Herman membuka pembicaraan. "Nanti setelah meeting selesai, kamu ke Kafe XXX, ya. Papa sama Mama ada di sana."
"Mau membicarakan yang kemarin itu, ya, Ma?" tanya Dani.
"Iya, Sayang. Jangan lupa datang, ya," jawab Rida.
Dani hanya mengangguk, mulutnya sibuk mengunyah.
"Aku sudah selesai. Ma, Pa, aku ke kantor dulu," pamitnya, beranjak dari kursi dan mengambil tas kerjanya.
"Hati-hati," pesan Rida.
Setelah Dani pergi, keheningan melingkupi Herman dan Rida. Wajah Herman tampak gelisah.
"Ma, apa Mama yakin mau menjodohkan Dani dengan anaknya Pak Trisna dan Bu Henny? Kalau Dani menolak gimana?" tanyanya.
"Ah, Papa. Mama yang lebih tahu Dani. Di umurnya sekarang, dia sudah cocok untuk berumah tangga. Lagipula, anaknya Bu Henny itu cantik, sarjana, dan seorang perawat. Gimana Mama enggak mau dia jadi menantu? Idaman Mama banget," jawab Rida, mantap.
Herman hanya bisa menghela napas. Ia tahu istrinya keras kepala. Jika Rida sudah bertekad, sulit untuk membantah.
"Ya sudah, terserah Mama saja. Tapi, kalau Dani menolak, jangan dipaksa, Ma," pinta Herman.
"Pasti Dani enggak akan menolak, Pa. Percaya deh sama Mama."
***
Di ruang meeting, Dani sedang menjelaskan dengan serius tentang strategi yang akan mereka lakukan untuk mencapai keberhasilan proyek. Penjelasannya yang jelas dan rinci membuat para klien terkesan.
"Nah, begitu, Bapak-bapak. Saya sudah menjelaskan semuanya. Bagaimana pendapat Bapak-bapak sekalian?" tanya Dani.
"Bagus, Pak. Saya rasa ini cocok untuk diterapkan tahun ini."
"Seperti biasa, Pak Dani memang hebat," puji yang lain.
"Hehe. Ini berkat kerja sama tim dan Bapak-bapak sekalian. Baiklah, untuk selanjutnya kita bicarakan lain waktu. Sampai di sini dulu."
Semua orang mulai membereskan barang-barang mereka.
"Kami permisi, Pak Dani."
"Iya, silakan."
Setelah mereka pergi, Dani menoleh ke arah Angga, sekretaris pribadinya.
"Jadwal hari ini masih padat, Ga?"
"Lumayan, Bos. Sebentar lagi Anda harus meeting lagi dengan beberapa orang."
"Huft... Ya sudah, ayo."
***
Sementara itu, di Kafe revoria, sebuah keluarga sudah menunggu dengan sabar. Mereka adalah keluarga Trisna, yang terdiri dari Pak Trisna, Bu Henny, dan anak perempuan mereka. Rida dan Henny adalah sahabat sejak sekolah. Mereka pernah berjanji akan menjodohkan anak-anak mereka jika terlahir berlainan jenis. Kini, janji itu akan segera terlaksana.
"Ma... Masih lama enggak, sih? Aku bosan nunggu terus," keluh Ramilly Auliani Putri, anak semata wayang mereka, sambil memajukan bibirnya.
"Sabar, Milly. Sebentar lagi mereka sampai," jawab Henny.
"Huft... Capek, deh."
Milly (24) baru saja lulus sebagai perawat dan bekerja di sebuah rumah sakit swasta terkenal. Penampilannya cukup modis, jauh dari kesan perawat pada umumnya. Ia terkenal manja, egois, dan sombong karena selalu dimanja kedua orang tuanya.
Tak lama kemudian, Rida dan Herman datang. Rida segera melihat sahabatnya di salah satu sudut kafe.
"Henny!" panggil Rida dari pintu masuk.
Henny menoleh, matanya berbinar. "Eh, Ridaaa!"
Keduanya berpelukan erat. Trisna dan Herman hanya bersalaman.
"Ya ampun, sudah lama enggak ketemu," ucap Henny.
"Hehe, maaf ya, tadi macet soalnya."
"Enggak apa-apa. Eh, kenalkan, ini Milly, anakku satu-satunya," Henny memperkenalkan putrinya.
"Halo, Om, Tante," sapa Milly.
Rida terkejut melihat Milly. Ia sangat cantik dan modis. Rida langsung memeluk calon menantunya itu.
"Ya ampun, Milly. Kamu sudah besar, ya. Tambah cantik, hehe. Sudah kerja?"
"Sudah, Tante, di rumah sakit swasta di jalan ZX."
Rida terkejut. "Rumah sakit yang besar itu?"
"Iya, Tante," jawab Milly sambil tersenyum manis.
"Tuh, kan, Pa. Mama enggak salah pilih menantu," bisik Rida pada Herman.
"Kalian, duduklah. Enggak baik berdiri terus," kata Trisna.
"Eh, iya. Terima kasih."
Mereka pun duduk.
"Ngomong-ngomong, anakmu mana? Enggak berangkat bareng kalian? Siapa namanya? Dani, ya?" tanya Henny.
"Iya, Dani ada urusan di kantor, jadi agak telat datang ke sini."
"Wah... Jadi pemimpin perusahaan memang berat, ya, hehe. Sudah lama enggak ketemu Dani, pasti dia tampan, kan?"
"Sudah tentu dong. Pokoknya serasi, deh, kalau bersanding dengan Milly," jawab Rida sambil tertawa kecil.
"Milly nanti kalau ketemu Dani pasti langsung jatuh cinta."
"Hahahaha...."
Sembari menunggu Dani, mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol dan bernostalgia.
***
"Sudah selesai semua?" tanya Dani kepada Angga.
"Sudah, Bos."
"Ga, kamu beresin semuanya, ya. Saya harus buru-buru pulang, ada urusan di rumah."
"Oh, iya, Bos, siap."
Dani yang sibuk bekerja, teringat pesan kedua orang tuanya. Ia melihat jam, sudah pukul tiga sore. Ia baru saja menyelesaikan rapatnya.
"Gue harus cepat," gumamnya.
Dengan langkah cepat, ia melajukan mobilnya ke Kafe revoria. Setelah menempuh perjalanan 15 menit, ia pun tiba. Ia segera memarkirkan mobilnya di tempat khusus. Dani keluar dari mobil dengan setelan kerja yang masih melekat di tubuhnya. Ia hanya mengenakan kemeja tanpa dasi, dengan lengan yang digulung hingga siku. Dari kejauhan, ia melihat kedua orang tuanya sedang mengobrol dengan sebuah keluarga yang tidak ia kenal. Ia pun menghampiri mereka.
"Maaf, Ma, Pa, Dani telat..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments