• Alun - Alun Braga
Aska Camaron
Alasya Zahera
" = berbicara
' = yg di lakukan
* = batin (karakter)
Baca pelan pelan ya dalam membaca ASIDE nya..
Alasya Zahera
"Bu, Sya angkat heula nya."
(Bu, Sya berangkat dulu ya.)
Ibu yang sedang mengeluarkan nasi dari panci segera meninggalkan dapur lalu menghampiri Sya . Menyerngit aneh kenapa tiba-tiba anaknya berpakaian seperti mau bepergian jauh.
Ibu
"Bade kamana?" tanya Ibu.
(Mau kemana?)
Alasya Zahera
"Bade ka kota, gak sendiri. Aya Fanan , Kenzie, terus si Thiara sareng cucu na Bu Nufa ," jawab Sya .
(Mau ke kota, gak sendiri. Ada Fanan , Kenzie , terus Thiara sama cucu nya Bu Nufa .)
Ibu
"Tos izin ka si Bapak?"
(Udah izin ke Bapak?)
Alasya Zahera
"Atos, ti malem keneh."
(Udah, dari malem.)
Ibu
"Jam tangannya udah dipake belum? Jangan sampai ketinggalan, jangan kecapean, kalau capek minta Fanan yang bawa motor aja. Tong lulumpatan teuing, bisi kambuh deui." Ibu benarkan rambut Sya , ia sisir rapi hingga belakang.
(Jangan terlalu lari-larian, takut kambuh lagi.)
Alasya Zahera
Sya menyingkap jaket nya, ia beri lihat pada Ibu bahwa jam tangan sudah melekat sempurna. "Moal lulumpatan da, bade naik motor pan."
(Gak ada lari-larian kok, mau naik motor kan.)
Ibu
"Artos na aya?"
(Uang nya ada?)
Alasya Zahera
"Aya, Sya angkat nya.
Alasya Zahera
Assalamualaikum."
Itu lah resiko kalau pergi, meminta izin Pada Ibu. Alasya akan mendapatkan lumayan banyak pertanyaan, maka dari itu biasanya ia meminta izin pada Bapak.
Kemarin Sya dan yang lain sepakat untuk pergi ke kota dan jalan-jalan. Berhubung Aska selaku orang Jakarta juga ternyata belum pernah benar-benar mengelilingi kota Bandung.
Sya akan menjemput Aska lebih dulu, lalu bertemu dengan yang lain di lapangan bawah Desa. Sebelah tangan memegang stir, sebelah tangan lagi menyapa para masyarakat yang ia temui di jalan.
Saat jarak sudah semakin dekat, ia angkat tangan tinggi-tinggi. Menyapa Aska yang berdiri di depan pagar. Nggak peduli sama orang sekitar yang lihat Dya dengan tatapan aneh.
Alasya Zahera
"Assalamualaikum!" seru Sya
Aska Cameron
'Aska tersenyum.'
Alasya Zahera
Sya celingak-celinguk. "Bu Nufa di dalam?"
Aska Cameron
"Iya, udah izin kok. Kamu mau masuk dulu?"
Alasya Zahera
"Oh gak usah, takut lama deh. Asal kamu udah izin aja, kita ke lapangan bawah soalnya yang lain nunggu di sana," ujar Sya.
Aska Cameron
"Mau saya atau kamu yang nyetir?" tanya Aska
Alasya Zahera
"Kamu bisa nyetir?"
Alasya Zahera
"Punya SIM?"
Alasya Zahera
"Naha teu ngomong titatadi atuh, sok weh maneh nu nyetir urang nu dibonceng. Hanjakal urang teu boga SIM geus lieur bisi ditewak ku polisi." Sya berceloteh, Aska tidak paham.
(Kenapa tidak bilang dari tadi, silahkan kamu yang nyetir saya yang di bonceng. Soalnya saya ga punya sim udah pusing takut di tangkep polisi)
Alasya Zahera
Sya nyengir. "Lupa kamu gak ngerti ya? Ya intinya kamu aja yang nyetir saya yang dibonceng, nanti kita ganti-gantian."
Sya mengambil alih, lalu yang lebih muda hanya tersenyum lega karena ia tidak perlu mengeluarkan tenaga serta berpikir keras bagaimana jika ada polisi karena dia belum punya SIM.
Di lapangan bawah, sudah lengkap. Kenzie membonceng Thiara, lalu Fanan dengan motornya sendiri. Tidak banyak basa-basi karena takut matahari semakin tinggi.
Ketiga motor itu berjalan beriringan, saling tutur menutur. Jalanan yang sepi, hanya dikelilingi lembah dan perkebunan teh membuat mereka berisik. Tawa dan lelucon keras menggema di sepanjang jalan.
Aska hilangkan beban sementara, Nenek benar teman-teman di sini berbeda. Mereka gak sama dengan orang-orang yang senang menghakimi tanpa alasan.
Alasya Zahera
"Aska!" tegur Sya dengan suara lumayan kencang.
Alasya Zahera
"Senang enggak?"
Alasya Zahera
"SENANG ENGGAK?"
Senang, Arka sangat senang. Hari ini ia dapatkan kebebasannya sebagai manusia.
Sebagai Aska Camaron. Sebagai remaja biasa yang hampir lupa bagaimana caranya bahagia.
Sampai di kota, mereka mencari parkiran terdekat yang bisa mereka titipkan motor lumayan lama. Kelima remaja itu sekarang sedang duduk di pinggir jalan. Menikmati bakso tahu seporsi lima ribu lengkap dengan teh poci.
Thiara Venusa
"Kalau di sini ikan nya beneran ikan," ucap Thiara.
Fanan Casildo
"Lah emang kalau di sana bukan ikan?" sahut Fanan.
Thiara Venusa
"Kebanyakan tapioka, jadi eneg." Jawab Thiara
Aska yang duduk di ujung cuman diam sambil sayup-sayup mendengar kicauan burung di langit. Syukur hari ini tidak panas, justru terang dan dingin.
Memperhatikan setiap motor, mobil serta angkutan umum yang lewat.
Alasya Zahera
"Aska , udah pernah pernah makan bandros belum?" tanya Sya.
Aska Cameron
"Saya bahkan gak tau." jawab Aska sembari menggeleng
Aska Cameron
"Bandros apa?" Tanya Aska
Alasya Zahera
"Ah cupu gak tau bandros. Temenin saya nyebrang, tuh Akang-akang gerobak hijau!" Sya berdiri, menunggu Aska dan izin pada teman-teman.
Aska baru bangkit, kemudian terkejut karena jari-jarinya diapit oleh Sya . Ada hal aneh yang baru saja memukulnya telak, tapi ia tepis pikiran tersebut.
Aska Cameron
*Alasya jangan begini, *lirih Aska dalam hati.
Laki-laki di samping Aska itu langsung menyapa penjual bandros dengan semangat. Seolah teman lama baru bertemu, Sya hilangkan rasa malu tanpa ragu. ASKA menunggu, mau tau bagaimana rasa bandros seperti kata Sya.
Alasya Zahera
"Nih Aska , bisa pakai saos atau pakai gula. Biasanya sih saya pakai gula, kalau pakai saos jadi aneh. Tapi karena kamu pertama kali, dua-duanya cobain ya." Sya menyodorkan satu buah bandros dengan saos di tangan kiri, lalu dengan gula pasir di tangan kanan.
Aska Cameron
'Aska ambil bandros dengan saos terlebih dahulu, lalu ia ambil bandros dengan gula.'
Alasya Zahera
Sya mengangkat sebelah alisnya. "Gimana? Enak pakai saos atau gula?"
Aska Cameron
"Dua-duanya enak kok, tapi saya lebih suka yang pakai gula. Nyatu sama rasa bandros nya," jawab Aska.
Alasya Zahera
"Kamu satu tujuan sama saya." Sya membayar bandros, lalu menarik Aska menjauh menjelajahi trotoar Asia Afrika.
Aska Cameron
"Mau foto gak?"
Mendengar pertanyaan Aska sontak saja Sya mengangguk. Dia ini agak narsis, kalau liat kamera bawannya pingin bergaya. Berbagai pose ia coba, berdiri di antara Transformers, berbagai macam jenis hantu dari hantu lokal sampai mancanegara.
Kenzie Haechan
"SAYA JUGA FOTOIN DONG!!" pekik Kenzie.
Lelaki dengan jaket parasut itu menggandeng seorang wanita yang sedang cosplay menjadi Nyai Roro Kidul.
Fanan Casildo
"Ih amit-amit," gumam Fanan berjengit.
Tak mau malu sendiri, Kenzie juga menarik Thiara dan Fanan untuk berfoto ria bersamanya.
Sya berdiri di samping Aska , menaruh sebelah tangannya di bahu lelaki itu, memperhatikan ketiga temannya yang tak pernah kehabisan gaya. Sya , andai dia tahu kalau jantung Aska deg-degan sekarang.
Andai Sya tahu kalau Aska mau pipis saking gugup nya. Tapi Aska gak bergerak, dia mau keliatan normal. Dia gak mau kalau harus kehilangan teman.
Sengaja ia fokuskan tatapan pada kamera, tapi justru Sya tarik kamera dengan tiba-tiba. Aska menelan saliva susah payah, saat bibir berhadapan dengan pipi Sya.
Sya menoleh dengan sialnya.
Sehingga bibir dengan bibir saling berhadapan, netra mereka bertabrakan. Saling menelisik pada kebohongan yang sengaja mereka ciptakan. Ah bukan mereka, tapi Aska .
Thiara Venusa
"Anjingg jauh jauh! Keliatan dekat banget kalian dari kamera " seru Thiara dengan suara pelan namun terdengar.
Aska tersadar, begitupun Sya. Keduanya tarik muka menjauh tak bertatapan.
Thiara Venusa
"Sadar maneh teh! Tadi bibirnya deket banget, meski jomblo hasrat birahi jangan dilampiasin ke cewek dong," timpal Thiara .
Alasya Zahera
"Apaan dah, urang tadi cuman liat kamera doang, masih normal meureun urang ge," jawab Sya lugas.
Alasya Zahera
"Iya kan Ka ?" tanya Sya
Aska Cameron
Aska menunduk. ia pejamkan mata sejenak kemudian mengangguk. "Iya gak mungkin."jawab Aska
Kenzie Haechan
"Apaan dah cuman gitu doang, gak usah dibawa serius." Kenzie tiba-tiba mencetus
Kenzie Haechan
"biasanya juga kayak gitu."
Fanan Casildo
"Iya lah , masih ada yang normal kan disini ? Ingat bukan muhrim " timpal Fanan .
Alasya Zahera
"Udah sih ngapain ngomongin itu, gak penting banget. Ayo Aska , kita jajan cilok." Sya menarik lengan Aska menjauh, dengan tatapan datar ia berjalan di belakang.
Alun-alun dan Braga, Aska suka. Untuk setiap bola-bola batu dunia yang di simpan di pinggir jalan, setiap bangunan indah yang tertata, juga tulisan-tulisan bijak di pinggir jalan, Aska mengaguminya.
Tapi, Alun-alun dan Braga, bagi Aska , tempat ini kembali menorehkan luka.
Disini apa cuman Author doang yang berpikir kalau CS ini lebih ke Novel gak sih..??
Author sebenarnya mau lanjut ke Novel ... tapi karena udah terlanjur jadi endnya di CS aja..
kalian gak papa kan kalau banyak ASIDE nya..?
ohiya... author mau sampai kan kalau CS ini Chapter nya gak sampai 15 chapter gak papakan?
Comments
Blluҽrie``
Gw jg mikirnya like a novel gitu thor, tapi emang storynya bagus bwt yang suka deeptalk
2023-03-18
2