Begitu masuk ke dalam gubuk, Hani dibuat tercengang pada isi dalan gubuk tersebut.
Gubuk itu berukuran kecil. Hanya sekitar enam kali enam meter saja. Gubuk itu hanya terdiri dari dua ruangan.
Di ruang pertama yang juga adalah ruang pertama yang Hani masuki usai melewati pintu gubuk, Hani mendapati sesosok nenek renta yang terbaring di atas kasur dari balai bambu. Tampaknya nenek tersebut sudah tertidur lelap.
Hani pun langsung menutup rapat mulutnya. Sementara matanya terus menjelajahi seisi gubuk yang ia masuki itu.
Gubuk itu benar-benar terlihat kumuh. Apalagi dengan lantainya yang masih berupa tanah kasar dan lembab.
Padahal tadi Hani sempat berharap kalau ia akan bisa duduk nyaman di dalam gubuk. Pikirnya di dalam sana, kakinya tak perlu lagi menjejak di atas kerikil-kerikil yang menyakiti telapak kakinya. Namun ternyata...
"Hhh.." tanpa sadar, Hani mende sah keras.
Tahu-tahu, Anak lelaki yang kini berjalan di depan Hani pun berhenti melangkah dan membalikkan badannya.
"Kamu tunggu lah di kursi itu. Aku akan mengambilkan mu air," titah anak lelaki itu dengan nada tegas.
Hani mengangguk patuh. Ia langsung duduk di atas lursi kecil yang ada di dekat kasur tempat nenek terbaring. Dengan perlahan, Hani menyeret tungkai kakinya yang sudah sangat letih usai berjalan tanpa alas kaki selama dua jam terakhir tadi.
Tak lama kemudian, anak lelaki tadi kembali dengan segelas air putih. Tanpa menunggu lama, Hani langsung mengambil gelas di tangan anak lelaki itu. Untuk kemudian menandaskan isinya hingga habis.
Glek. Glek. Glek.
"Terima kasih.." ucap Hani sambil mengulurkan gelas yang kini telah kosong.
Anak lelaki di depannya itu mengangguk singkat. Namun sebuah suara lain terdengar di ruangan sempit yang senyap itu.
Kruyuuk...
Perut Hani membunyikan bel tanda lapar nya. Sontak saja gadis itu dilanda perasaan malu. Ia langsung memegang perut nya yang mulai kelaparan. Sementara pandangannya menunduk, menatap lantai tanah yang gelap di bawah kakinya.
"Hh.. tunggu sebentar," ujar anak lelaki itu tiba-tiba.
Kemudian anak itu berlalu pergi lagi, dan kembali dengan bakul kecil yang berisi sejenis makanan tertentu.
"Makanlah. Tapi jangan dihabiskan ya. Sisakan juga untuk nenek ku nanti," ujar anak lelaki tersebut mengingatkan.
Dengan malu-malu, Hani mengambil sepotong ubi yang telah dibelah dua. Walaupun sebenarnya Hani merasa penasaran dengan rasa makanan yang ada di hadapannya itu.
"Ini.. apa?" Tanya Hani.
"Ubi rebus. Kamu baru tahu? Kamu pasti dari kota ya? Bila dilihat dari baju mu yang bagus itu.." komentar anak lelaki itu lagi.
"Mm.. iya. Aku tinggal di kota. Tapi aku juga bingung. Kenapa tiba-tiba aku bisa ada di hutan ini?" Jawab Hani yang mulai memasukkan sepotong ubi itu ke mulut nya.
Nyam. Nyam. Nyam..
"Ini enak!" Ujar Hani tetiba.
Alhasil beberapa menit berikutnya, Hani pun menikmati ubi rebus yang masih sedikit hangat itu. Ia bahkan tak malu untuk menambah dan mengambil potongan ubi nya lagi dan lagi.
Setelah menghabiskan empat potong ubi, barulah Hani berhenti mengunyah. Saat itu, anak lelaki yang telah menyambutnya dengan ramah itu telah kembali dengan segelas air putih lainnya.
Glek. Glek. Glek.
"Terima kasih.. aku sudah banyak merepotkan mu," tutur Hani dengan raut wajah malu.
"Tak apa-apa. Santai saja. Tadinya ku pikir kamu malaikat. Makanya aku tadi sempat ketakutan saat melihat mu hendak masuk ke dalam rumah.." sahut anak lelaki itu dengan ramah.
"Kenapa begitu?" Tanya Hani.
"Baju mu kan putih. Kulit mu juga tampak pucat.."
"Bukan.. maksud ku, kenapa kamu ketakutan pas aku mau masuk. Kamu mengira aku malaikat kan?" Tanya Hani kembali.
"Lha iya itu. Ku pikir kamu malaikat pencabut nyawa.." jawab anak lelaki itu sambil melirik ke arah neneknya yang masih tertidur pulas di atas kasur balai.
Hani pun terkejut.
"Ya ampun! Tega banget sih! Masih mending dikira jadi hantu deh daripada malaikat pencabut nyawa!" Gerutu Hani yang spontan menunjukkan rasa kesalnya terhadap anak lelaki itu.
Sang anak lelaki itu pun langsung menyengir lebar, merasa bersalah.
"Maaf.. soalnya penampilan kamu kan cocok banget.." komentar nya lagi.
Dan Hani tak lagi menyahuti ucapan anak lelaki itu.
Hening sejenak.
"Nama ku Bono. Nama kamu siapa?" Tanya anak lelaki itu sambil memperkenalkan diri.
"Nama ku Hani. Kamu tinggal berdua sama nenek kamu di gubuk ini?" Tanya Hani kemudian.
"Enggak. Aku tinggal bertiga sama Paman ku juga. Tapi Paman belum pulang dari memancing. Biasanya Paman baru pulang tengah malam nanti," jawab Bono.
"Hah? Mancing kok malam-malam sih?" Celetuk Hani.
"Memang memancing itu paling seru kalau malam-malam kan? Kita tinggal tarikin jala yang sudah kita pasang sedari sore. Tahu-tahu nanti ada banyak ikan yang terperangkap di sana," seru Bono.
"Ooh.. gitu ya.. tapi kenapa di kota orang mancing nya suka berangkat pagi-pagi ya? Hmm.. padahal ikan yang didapat paling cuma dua tiga ekor aja," gumam Hani dengan suara pelan.
"Begitu kah?"
"Iya. Aku pernah ikut Papa pergi memancing. Lama banget dari pagi sampai lewat siang. Dapatnya cuma empat ekor aja. Besarnya juga gak seberapa," tutur Hani menjelaskan.
"Wah.. pasti membosankan sekali ya itu!"
"Benar banget! Aku bosan banget waktu itu. Makanya aku gak mau lagi ikut Papa setiap kali Papa ngajakin mancing. Yah.. walaupun sebenarnya jarang banget juga sih aku pergi jalan-jalan sama Papa. Soalnya Papa kan sibuk banget.. Mama juga.." tutur Hani dengan ekspresi sedih yang kembali terpasang di wajahnya.
"Kamu masih punya Papa dan Mama?" Tanya Bono tiba-tiba.
"Iya. Papa Mama kamu sendiri ke mana, Bono? Mereka gak tinggal di sini?" Tanya Hani yang baru tersadar akan fakta satu itu.
Bono menunduk sedih.
"Bapak dan ibu ku sudah lama meninggal. Mereka tertabrak truk sewaktu hendak menjual hasil tangkapan ikan ke kampung seberang.." jawab Bono dengan jujur.
"Oh.. maaf.."
"Gak apa-apa. Kejadiannya udah lama banget kok. Aku masih kecil banget waktu itu. Aku bahkan gak ingat sama muka mereka,"
Suasana di dalam kamar kembali hening.
Tak lama kemudian, terdengar suara langkah dari luar gubuk.
Tap. Tap. Tap.
Srak..
Cklek.
"Bono!" Panggil suara seorang lelaki dari arah pintu.
Seketika itu pula pandangan Hani dan Bono pun menengok ke pintu. Di mana di sana berdiri seorang lelaki berusia awal dua puluhan yang tertatih-tatih berjalan memasuki gubuk. Tampak jelas kaki pemuda itu pincang sebelah.
"Kak Heru! Kaki Kakak kenapa? Kok kakak udah pulang awal??" Pekik Bono yang langsung menghampiri lelaki yang diakunya sebagai Kakak nya itu.
Sementara itu, Hani spontan ikut berdiri dari kursi yang ia duduki. Namun begitu ia tak ikut menghampiri Kakak nya Bono itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
mom mimu
dua bab dulu kak Mell, satu iklan ikut meluncur, semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻
2023-04-09
0
mom mimu
ternyata ada yg lebih menyedihkan nasibnya di banding kamu Han, makannya, bener kata bibi waktu itu, kalo kamu harus banyak bersyukur, gak banyak orang yg bisa hidup enak seperti kamu Han...
2023-04-09
0
mom mimu
lursi/kursi ✌🏻
2023-04-09
0