Transmigrasi ke Hutan

Setengah jam lama nya Hani menangis dan mengurung diri di dalam kamar. Lelah usai menangis, ia lalu tidur telentang di atas kasur nya yang empuk.

"Kenapa sih, Mama dan Papa sibuk terus? Kenapa sih mereka sibuk kerja terus? Apa mereka gak sayang sama Hani? Hani pingin main bareng sama Papa dan Mama.. Hani pingin jalan-jalan sama Papa dan Mama.." gumam Hani sambil menatap kosong ke atap kamar nya yang berwarna baby pink.

"Hh.. bete. Ngegambar aja deh!"

Hani lalu bangkit dan mengambil buku sketsa di atas meja belajar nya. Itu adalah satu-satunya hobi Hani yang paling sering menemaninya dalam menghabiskan waktu sendirian.

Gadis itu memang memiliki bakat menggambar. Itu sudah ditunjukkannya sedari kecil. Objek gambar nya biasanya adalah pemandangan. Ia belum mahir melukis profil wajah manusia.

Setelah mendapatkan buku sketsa nya, Hani meraih ke dalam tas nya. Ia hendak mengambil pensil untuk menggambar. Namun kemudian mata nya tertarik pada pensil pemberian kakek pengemis kemarin lalu.

"Hmm.. cobain pakai pensil ini aja deh. Ukurannya panjang banget. Kakek nya beli pensil sepanjang ini di mana ya?" Gumam Hani sambil mulai mencoret di atas lembaran putih buku sketsa nya.

Srat..sret.. srat.. sret..

Selama setengah jam berikutnya, Hani fokus menggambar sketsa pemandangan hutan dan pepohonan. Saat menggambar itu, Hani memikirkan saat liburannya terakhir kali ke puncak bersama dengan Mama dan Papa.

Srat.. sret.. srat.. sret..

Tok. Tok. Tok!

"Non Hani.. ini Bik Mia, Non.. Bibi bawain susu dan roti buat Non.." ucap suara Bik Mia dari luar pintu kamar Hani.

Hani berhenti menggambar. Ia tercenung sebentar.

Setelah beberapa lama, Hani lalu meletakkan buku sketsa nya ke atas kasur. Lalu ia bangkit berdiri dan berjalan mendekati pintu.

Tadi ia memang sengaja mengunci pintu kamar nya agar Mama tak bisa masuk. Ia masih merasa kesal pada Mama nya itu.

Saat sudah berdiri di depan pintu, Hani lalu bertanya dengan suara pelan.

"Mama udah berangkat, Bik?" Tanya Hani.

"..sudah, Non.." jawab Bik Mia.

Pundak Hani pun langsung lesu. Ia tadi sempat berharap kalau Mama nya masih ada di rumah. Nyatanya Lea malah buru-buru pergi memenuhi panggilan kerja dari bos nya itu.

"Huuh!" Keluh Hani, seraya membukakan pintu kamar nya.

Cklek.

Pintu terbuka, dan tampaklah wajah Bik Mia yang tersenyum hangat kepadanya. Sebuah nampan berisi segelas susu dan roti lapis kini dibawa oleh asisten di rumah Hani itu.

"Roti nya Bibi taruh di atas meja ya, Non.. Non lagi menggambar?" Tanya Bik Mia sambil meletakkan nampan tersebut ke atas meja belajar Hani.

"Iya, Bi. Hani bete sama Mama dan Papa. Mereka ingkar janji lagi aja! Bilangnya mau jalan-jalan ke Dufan. Tapi malah gak jadi lagi! Tahu gitu kan Hani mending main aja ke rumah Nuri!" Dumel Hani yang kembali duduk menyender ke headboard kasur nya.

Gadis itu meraih kembali buku sketsa serta pensilnya. Ia mulai lanjut menggores kembali di atas buku sketsa nya.

Mendengar keluhan dari Hani, Mia pun segera duduk di pinggiran kasur. Wanita itu lalu melirik sebentar ke sketsa pepohonan yang belum rampung digambar oleg Hani.

Selanjutnya, Mia mengabaikan keluhan gadis itu tadi. Lalu mengomentari sketsa buatan Hani.

"Gambarnya bagus, Non," komentar Bik Mia.

Bibir Hani masih juga mengerucut oleh rasa kesal yang ia rasakan. Agaknya pujian Mia tadi belum memberikan efek berarti bagi suasana hatinya yang mendung gulita.

Menyadari kalau usahanya untuk mengalihkan perhatian anak majikannya itu tak berhasil, Mia lalu meraih buku sketsa yang menganggur di pangkuan Hani. Dan kemudian ia menatap gambar yang ia pegang itu dengan seksama.

"Bibi selalu iri sama Non Hani," lanjut Bik Mia berkomentar.

"Iri kenapa, Bi?" Tanya Hani mulai teralihkan.

"Ya iri aja. Non Hani tuh udah cantik, baik, pintar menggambar pula!" Puji Bik Mia dengan jujur.

Mendengar pujian itu, Hani pun tertunduk malu.

"Bik Mia apaan sih!" Elak Hani dengan wajah tersipu-sipu.

"Iya, Non. Memang benar begitu. Kalau Non suruh Bibi menggambar. Pasti nanti Non bakal ngetawain gambar buatan Bibi!" Seloroh Bik Mia dengan raut bersungguh-sungguh.

"Kenapa begitu, Bi?" Tanya Hani penasaran.

"Soalnya, gambar bebek aja, Bibi gak bisa! Tangan nya suka gemetaran gitu, Non! Bawaannya udah kayak lagi ujian aja!" Imbuh Bik Mia.

"Hihihi! Masa iya, Bibi sampai gemetaran?" Tanya Hani tak percaya.

"Iya, Non! Serius! Nih, bibi buktiin ya! Boleh Bibi coba menggambar di buku nya, Non Hani?" Tanya Bik Mia meminta ijin.

Hani sigap mengangguk lalu memberikan pensil dari kakek pengemis ke tangan Bik Mia.

Detik berikutnya, tangan Mia memang benar-benar terlihat gemetaran saat ia menggambar. Objek gambar wanita itu adalah sebuah matahari yang memiliki garis wajah tersenyum. Lengkap dengan awan-awan di bawah nya.

Hani tak kuasa langsung tertawa usia melihat hasil gambar dari asisten rumah tangga nya itu.

"Hihihi! Ini gambar matahari ya. bi? Kok bentuknya lonjong gitu sih? Udah gitu keriting lagi! Bik Mia gak asal kan menggambar nya?!" Tanya Hani sambil terkekeh.

Mia tampak malu dengan gambar hasil ciptaan nya itu. Ia pun bergegas mengembalikan buku sketsa serta pensil di tangannya kembali kepada Hani.

"Bibi serius ini menggambarnya, Non. Bibi bilang juga apa, Kan? Bibi tuh payah banget kalau disuruh menggambar," imbuh Mia menegaskan kepayahannya itu..

"Hihihi.. iya. Payah banget! Hehehe.. maaf ya, Bi.." imbuh Hani terburu-buru. Khawatir bila pembantu nya yang baik hati itu akan marah karena ia tertawakan.

"Iya. Gak apa-apa, Non."

Melihat Hani yang sudah bisa kembali tertawa, Mia pun lalu lanjut berkata lagi.

"Dan Non tahu, Gak? Bibi juga iri banget sama Non Hani. Karena Non Hani masih punya Mama dan Papa yang sayang banget sama Non Hani.." ucap Bik Mia.

Mendengar itu, wajah Hani seketika kembali mengerucut sedih.

"Mama dan Papa gak sayang sama Hani, Bik. Mereka lebih sayang sama pekerjaan mereka!" Omel Hani dengan pandangan tertunduk.

"Gak benar itu, Non. Menurut Bibi, Mama dan Papa Non tuh sayang banget lho sama Non Hani. Buktinya, mereka bekerja sungguh-sungguh demi bisa membelikan semua yang Non Hani perlukan. Buktinya, sekarang Non bisa tinggal di rumah yang besar dan juga nyaman. Non Hani juga bisa bebas pilih-pilih makanan kan? Duh.. kalau ingat waktu bibi masih kecil dulu, rasanya malah jadi pingin nangis deh, Non.." tutur Bik Mia panjang kali lebar.

"Kenapa pingin nangis, Bik?"

"Ya sedih lah Non.. soalnya Bibi sering banget kelaparan karena gak ada makanan yang bisa dimakan. Soalnya Bapak nya Bibi kan udah meninggal sejak Bibi masih bayi. Jadi ibunya Bibi pontang-panting kesusahan nyari makanan buat Bibi dan juga ketiga saudara bibi lainnya.."

Hani langsung memasang wajah iba usai mendengar kisah dari Bik Mia. Ia pun tercenung lama.

"Maka dari itu, Non. Semestinya Non Hani bisa lebih bersyukur. Karena Non bisa punya rumah uang bagus, baju-baju yang bagus, dan juga makan makanan yang enak. Yang paling utama, Non harus bersyukur karena Non masih punya Mama dan Papa yang lengkap," lanjut Bik Mia menasihati.

Hani makin tertunduk lesu. Melihat itu, Bik Mia pun akhirnya memutuskan untuk meninggalkan anak majikannya itu sendiri untuk berpikir.

"Kalau gitu. Sekarang bibi tinggal dulu ya, Non. Bibi mau masak.. diminum susu nya, Non. Mumpung masih hangat!" Imbuh Bik Mia mengingatkan.

Hani mengangguk kaku. Sementara mata nya mengikuti kepergian sosok Bik Mia hingga keluar dari kamar nya lagi.

Merasa sedih dan juga bingung dengan perasaannya sendiri, Hani akhirnya memutuskan untuk lanjut menggambar lagi. Namun sebelumnya ia menenggak susu buatan Bik Mia hingga habis separoh nya.

Dan, selama satu jam berikutnya, gadis itu akhirnya berhasil menyelesaikan gambar pepohonan hutan yang lebat tempat ia pernah camping dulu bersama Mama dan juga Papa.

"Akhirnya selesai juga.." gumam Hani sambil menatap lekat gambar ciptaannya.

Akan tetapi, sesuatu yang ajaib terjadi tepat di depan mata kepala Hani. Tepat setelah ia selesai berkata, gambar buatannya tiba-tiba saja berkilau seperti mengeluarkan pendar cahaya hijau keemasan.

Dan, gambar yang tadinya hanya berupa sketsa pepohonan tanpa warna pun tiba-tiba saja telah berubah menjadi lukisan penuh warna hijau dan juga keemasan. Warna emas nya berasal dari gambar matahari yang memang Hani gambar di ujung halaman sketsa nya itu.

"A.. apa yang terjadi?!" Pekik Hani begitu terkejut.

Keterkejutannya tak berhenti sampai di situ saja. Karena begitu Hani menyentuh gambar yang kini penuh warna itu, tiba-tiba saja gadis itu merasakan tarikan kencang di bagian telunjuk tangannya. Tarikan yang selanjutnya menarik sosok Hani ke arah gambar yang sedang ia pegang saat ini.

Dan, sedetik kemudian, sosok Hani yang tadi duduk di atas kasur kamarnya itu pun menghilang tiba-tiba.

Tring. Hilang begitu saja. Meninggalkan kesenyapan di ruangan kamar beraksen warna baby pink milik gadis itu.

Hanya saj, buku sketsa Hani tiba-tiba terjatuh pelan di atas kasur. Dan tampak di bagian gambar jalanan yang tadinya kosong, kini terdapat gambar sosok gadis kecil yang berdiri sendirian di jalanan sana.

Jika dilihat lebih seksama, pakaian yang dipakai oleh gadis dalam gambar tersebut, serupa seperti pakaian yang dikenakan oleh Hani sesaat tadi.

Ya. Entah dengan cara bagaimana, Hani terjebak dalam gambar yang dibuatnya sendiri!

***

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

satu iklan dan setangkai 🌹 mendarat kak Mell, semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻

2023-04-06

0

mom mimu

mom mimu

sampai bab sini dulu ya kak, semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻

2023-04-06

0

mom mimu

mom mimu

masuk ke dunia gambar ya Han, udah mirip2 masuk ke dunia 6 pintu kak mell yang sebelumnya nih 😁😁

2023-04-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!