( Tersesat ) Di Desa Nakampe Gading
Bab 05
Banyak sekali orang berkerumun...
Ada lebih kurang 6 warga tergeletak di tanah ...
tubuh mereka rata-rata seperti dicabik-cabik oleh benda tajam
aku mengenal salah seorang dari mereka....
Cella / aku
Bibi....
Bi Midar...
Tak ada jawaban, tubuhnya sudah kaku dan dingin...
Tidak dapat kukatakan perasaanku saat itu...
Bella
Aww !! Lepaskan !!! sakit !!!
Hudi
Makhluk apa itu ? Bagaimana bisa muncul di tempat ini ?
Akhmad
Iya...
Kepalanya besar, kulit dahi berkerut-kerut seperti lipatan kain. Sepasang matanya terbelalak lebar seakan hendak keluar.... bola matanya menghitam
Joan
Itu Bianca, teman-teman...
Yulia
Jo, apa sebenarnya yang telah terjadi ?
Cella / aku
Tidak mungkin itu Bianca, Jo !
Joan
Itulah kenyataannya... makhluk yang kita lihat beberapa waktu lalu, bentuknya seperti ini.
Akhmad
Iku gak mungkin Bianca, Jo... Ojo ngarang...
Hudi
Iya.
Ada apa sebenarnya, Jo ?
Akhmad
Aku gak percoyo lek iku Bianca.
Cangkeme Ombo banget... untune dowo, landep ana ilune.
( Aku tidak percaya kalau itu Bianca. Mulutnya lebar sekali... gigi-giginya panjang, tajam berair liur )
Yulia
Bagaimana mungkin Bianca bisa berubah menjadi sosok yang mengerikan itu ?
Hudi
Badannya kurus sekali... tidak ada daging... lebih mirip tulang dibungkus kulit
Cella / aku
Apakah kau tak bisa menolongnya ?
Mbah Joglo
Itulah lelepah, Nduk...
Yulia
Lelepah ?
Mana mungkin ini bisa terjadi ?
Cella / aku
Mbah, tolong selamatkan temanku itu... lihatlah, makhluk itu seperti hendak menancapkan gigi-giginya yang tajam, panjang dan runcing pada leher Bella. Kumohon, bantulah mereka...
Bella sudah memejamkan mata saat makhluk itu menyeringai, membuka mulutnya lebar-lebar dan hendak menyambar batang lehernya
Akhmad
Hud, gigi makhluk itu menancap pada sebatang bambu kuning yang dibawa Mbah Joglo...
Hudi
Iya, tampaknya makhluk itu gusar sekali...
Akhmad
Makhluk itu lemas tak berdaya dan ambruk
Ia meringis kesakitan saat kuku-kuku makhluk itu dicabut dari bahunya...
darah segar muncrat keluar dari luka-lukanya.
Mbah Joglo
Bubuk putih ini...
adalah obat racikan Mbah Joglo sendiri... sangat manjur untuk menutup dan menyembuhkan luka.
Bella
Perih sekali, Mbah...
Rasanya kulitku terbakar....
Bella mengeluh panjang setelah itu ia roboh pingsan di pelukanku.
Cella / aku
Sebenarnya...
apa yang telah terjadi ?
Yulia
Padahal, tadi sewaktu kita pergi dia baik-baik saja...
Cella / aku
Apakah tadi sempat mencium darah atau daging mentah ?
Joan
Apa hubungannya dengan itu, Cel ?
Cella / aku
Mbah Joglo sempat menasihatkan agar beberapa hari ke depan, jangan biarkan Bianca mencium bau darah atau daging mentah... karena, itu adalah pemicunya.
Joan
Kok aneh ? Ga logis sama sekali
Cella / aku
Ingat, Jo...
di tempat ini hal-hal yang tidak logis, bisa terjadi... apa kau masih ingat kejadian beberapa waktu lalu ?
Joan
Iya, Cel...
aku tak mungkin melupakan kejadian itu...
Cella / aku
Kumohon...
ingat-ingat lagi...
Joan
Mungkin ...
Karena Bella saat itu sedang mengupas apel untuk diberikan kepada Bianca...
Joan
Tanpa sengaja, jari Bella tersayat mata pisau dan berdarah.
Yulia
Bisa jadi itu pemicunya, Cel...
Cella / aku
Yah, dalam keadaan seperti itu indera penciumannya lebih tajam daripada kita. Begitu ada aroma darah, dia jadi agresif dan menyerang semua orang di dekatnya...
Akhmad
Sebenarnya, apa yang terjadi di tempat ini ?
Hudi
Kita sudah tertahan di desa ini nyaris 3 bulan. Kalau terus-menerus seperti ini KKN kita terhambat, terancam batal bahkan bisa jadi kita tidak lulus
Joan
KKN ini, kuncinya ada pada Ikbal. Tanpa dia dan kawan-kawan, kita tidak bisa apa-apa...
Yulia
Bagaimana menurutmu, Cel ?
Cella / aku
Beberapa warga tewas gara-gara Bianca yang kerasukan makhluk aneh... Sempat terlintas di benakku, kita pergi saja dari sini tanpa Ikbal dan yang lain...
Hudi
Bagaimana mungkin kau bisa berkata seperti itu ?
Akhmad
Iyo...
awakmu Iki duwe ati opo ora ?
Joan
Hud, Mad.... kita sudah mengaduk-aduk hampir seluruh daerah di desa ini... tapi, mereka tidak ditemukan... lihat saja keadaan Bianca dan Bella .. juga Ikbal...
Cella / aku
Aku dan Joan gagal menjaga dan melindungi kalian...
Yulia
Sudahlah, Cel... kita hadapi ini bersama-sama. Tidak perlu ribut lagi, kita akan cari jalan keluar yang pastinya baik dan aman
Cella / aku
Kita akan membagi tugas...
mudah-mudahan, bisa rampung beberapa hari ke depan.
Joan
Aku dan Joan akan kembali menuju Kali Kidul. Ada seseorang yang hendak kami temui... Hudi dan Akhmad melanjutkan pencarian ke titik terakhir... Yulia akan disini menjaga Bella dan Bianca.
Cella / aku
Jo, kita sudah tiba di Kali Kidul. Apakah kita harus memasuki bangunan itu ?
Joan
Aku heran, Cel...
Kemarin, kau kusut sekali sewaktu memasuki daerah ini... sekarang, malah seperti orang kesetanan.
Cella / aku
Entahlah. Kemarin badanku seakan berat, nafasku sesak... tapi, sekarang berbeda sekali.
Joan
Tempat ini sepertinya berbeda dengan tempat lain di desa ini. Asri, tenang dan damai... aku merindukan masa-masa saat jadi pemandu PA anak-anak SD, SMP dan SMA dulu.
Cella / aku
Demikian pula aku, Jo...
Jika seandainya tidak ada peristiwa-peristiwa aneh di desa ini, mungkin aku merasa betah tinggal disini.
Joan
Jika kita menyusuri sungai ini, akan tiba dimana, ya ?
Cella / aku
Sungai ini seakan tak berhilir. Panjang berkelok-kelok... sekalipun kita bisa mencapai hilir, kita tidak tahu apa yang bakal terjadi.
Joan
Kau melihat kakek berbaju hitam itu dimana, Cel ?
Cella / aku
Di seberang sungai, sekitar sepuluh meter di depan sana
Joan
kalau begitu, kita coba berjalan sepuluh meter lagi. Mudah-mudahan, kita bisa menemukan orang
Mendadak aku merasakan tubuhku berat, kepalaku pusing, dan...
Cella / aku
Tampaknya, aku butuh istirahat sejenak...
Joan
Cel...
Disini tidak ada apa-apa... hanya sebuah tanah lapang. Aku tak habis pikir, kau tak mengenal orang itu, tapi kau nekad ingin bertemu dengannya... apa kau tidak salah ?
Mbah Buluk
Dia tidak salah...
Joan melompat kaget saat di belakang kami sudah berdiri seorang kakek tua berbaju hitam
Joan
Bukannya, tadi disini tidak ada apa-apa ? Mengapa sekarang ada sebuah gubuk ?
Mbah Buluk
Mbah Buluk, sudah menunggu kedatangan kalian, Nduk..
Bawa dia ke dalam, sebelum mereka membuatnya tak sadarkan diri...
Joan
Bagaimana, kami bisa mempercayaimu, Mbah ?
Aku memberi isyarat agar Joan menuruti perkataan kakek tua itu
Joan
Aduh....
Kau ini kurus, tapi...
mengapa bobotmu semakin lama semakin berat. Ada apa denganmu, Cel ?
Mbah Buluk
Baringkan dia di balai-balai itu...
Mbah Buluk
Joan menurut...
Joan
Mbah apa yang kau lakukan dengan mengurut bahu dan memijit tengkuk, ubun-ubun dan menekan keningnya... tolong jaga sikap...
Kakek itu sepertinya tidak mempedulikan Joan yang mulai khawatir. Ia duduk bersila, mulutnya komat-kamit...
Mendadak saja aku merasakan tubuhku seringan kapas, dan...
Joan
Lo, Cel... kita berada dimana ?
Cella / aku
Tanah pemakaman....
Joan
Mbah, apa maksudmu mengajak kami kemari ?
Mbah Buluk
Jangan takut, Nduk...
Kita berada di gerbang dua dimensi.
Cella / aku
Gerbang Dua Dimensi?
Joan
Apa maksudnya, Mbah ?
Mbah Buluk
Tempat yang kalian lihat ini, adalah dunia dimana orang awam biasa menyebutnya DUNIA TAK KASAT MATA.
Joan
Dunia tak kasat mata ?
Mbah Buluk
Mbah Buluk akan mengajak kalian melintasi lorong ruang dan waktu untuk menjawab semua pertanyaan yang ada di benak kalian.
Aku menatap ke arah wanita tua berkebaya merah, bongkok dan bersanggul itu. Rasanya, aku pernah bertemu dengannya...
Mbah Buluk
Beliau adalah NYAI SEKAR ABANG. Kau bisa memanggilnya Mbah Abang.
Mbah Buluk
Selama ini, beliaulah yang menjaga dan melindungimu. Tanpa beliau, mungkin kau takkan bisa bertahan hingga saat ini.
Mbah Buluk
Kau sering merasakan bahu kanan dan tubuh bagian belakang kebas dan berat... itu karena beliau mencegah sosok-sosok gaib merasuk ke dalam tubuhmu
Cella / aku
Apakah tanah pemakaman ini bernama Bajang, Mbah ?
Joan
Heran...
Dari ketujuh puluh tiga patok batu nisan itu... kenapa hanya 3 saja yang ditutup kain merah, Mbah ?
Mbah Buluk
Dulu, desa ini bernama SINUHUN PANGAYOMAN.
Setiap jengkal tanah ini, tidak luput dari kentalnya budaya nenek moyang dan dianggap sakral.
Mbah Buluk
Setiap kali terjadi bencana alam, desa ini selalu terhindar dari bencana tersebut.
Warga meyakini adanya kekuatan besar tak kasat mata melindunginya termasuk letusan Gunung Raung beberapa tahun silam.
Tahun 1586, tercatat sebagai salah satu letusan terhebat, mengakibatkan wilayah sekitar rusak parah dan memakan korban jiwa
Mbah Buluk
Hingga pada masa kependudukan Jepang... Desa ini menjadi basis penampungan para pengungsi dari kota yang jelas memiliki kultur budaya berbeda. Ditambah lagi dengan kebudayaan Jepang yang jelas bertolak belakang dengan kebudayaan asli.
Mbah Buluk
Banyak pra gadis di desa ini diperlakukan tidak manusiawi.
Mbah Buluk
Mereka dibawa ke kota, untuk dijadikan Jugun Ianfu ( PSK ), sehingga harus menanggung malu seumur hidupnya. Bagi mereka yang bernasib baik, akan menjadi seorang yang sangat dihargai dan dihormati di Negara Matahari Terbit tersebut. Akan tetapi, bagi mereka yang bernasib sial dan nekad kembali ke kampung halaman, konsekuensinya, MATI.
Mbah Buluk
Kebrutalan dan kebengisan DAI NIPPON, membuat apa yang selama ini diyakini, dipegang teguh oleh warga, boleh dibilang sirna. Setiap jengkal tanah yang disakralkan, menjadi tempat genangan air mata, darah dan keringat. Dimana-mana wabah penyakit menjalar dan warga memilih untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Mbah Buluk
Di tempat yang baru...
Para panatua desa bersepakat untuk melakukan ritual TAPA BRATA YOGA SAMADHI, penyucian diri, perenungan dan berpuasa untuk mengembalikan kedamaian. Sayangnya, kami terdapat perbedaan paham. Mbah Jauhari menyarankan perlu adanya tumbal untuk mengembalikan ketenangan dan kedamaian desa, tapi, kami ( Mbah Buluk dan Mbah Joglo ) tidak setuju.
Mbah Buluk
Tumbal yang diambil dari daging dan darah para pendatang, khususnya, gadis muda. Setelah dia dikorbankan, para penduduk memakan daging dan meminum darahnya untuk kemudian dimakamkan ke tanah keramat, di sebelah Utara desa ini. Sedang para gadis yang menjadi korban pelecehan seksual Dai Nippon dan hamil tua juga dikorbankan untuk membersihkan aib. Jenazah mereka dimakamkan di sebelah Barat desa ini... DESA BAJANG.
Cella / aku
Jadi, di tempat kita berdiri ini adalah makam para pendatang ?
Joan
Keji sekali, Mbah Jauhari itu.
Mbah Buluk
Entah kebetulan atau bukan, saran Mbah Jauhari membuahkan hasil....
Joan
Bagaimana bisa demikian, Mbah ?
Mbah Buluk
Beberapa bulan setelah melakukan ritual itu... langit di sebelah Timur tampak sebuah bola raksasa yang cukup besar. Diiringi dengan gumpalan-gumpalan awan menyerupai Wedhus gembel membumbung tinggi ke udara. Tersiar kabar bahwa dia jantung kota Negara Matahari Terbit itu, Hiroshima dan Nagasaki di bom atom oleh tentara Amerika, memakan korban lebih dari 140,000 jiwa, melumpuhkan Jepang di segala bidang.
Mbah Buluk
Mbah Jauhari dianggap berjasa besar. Maka, untuk menghormati, membalas dan mengenang jasa-jasanya, dibuatlah sebuah patung raksasa yang berwujud Makhluk mengerikan dan diletakkan di dalam ruangan sebuah bangunan yang bernama Sendang.
Mbah Buluk
Sendang, sebenarnya adalah kolam untuk memandikan jenazah yang dijadikan tumbal... tolak balak selama masa kependudukan Jepang. Di hari-hari tertentu khususnya malam purnama dijadikan tempat berkumpulnya para warga untuk melakukan ritual TAPA BRATA YOGA SAMADHI. Saat ritual diadakan, pasti ada seseorang yang ditumbalkan. Darahnya diminum dan dagingnya dimakan bersama-sama. Sejak adanya ritual itu... nama desa SINUHUN PANGAYOMAN diganti dengan NAKAMPE GADING.
Mbah Buluk
Mbah Buluk dan Mbah Joglo adalah dua dari sekian banyak panatua yang tersisihkan karena berusaha mengembalikan kultur budaya yang sudah ada selama ribuan tahun. Kami mencoba untuk mengungkap identitas Mbah Jauhari dan atas dasar apa yang membuatnya sekeji itu.
Mbah Buluk
3 patok batu nisan yang ditutupi kain merah, menandakan bahwa orang yang berada di makam itu adalah pendatang yang meninggal kurang dari 40 hari. Disitulah Pedro, Parto dan Ikbal dimakamkan.
Comments