Not Figurann??

Not Figurann??

Ch 1

Pagi hari...

Salsabilla Rinjania—seorang ibu rumah tangga dengan kesabaran setipis tisu dan suara sekeras toa masjid, berdiri tegap di ambang pintu kamar anak semata wayangnya. Wajahnya campuran antara kasih sayang dan emosi yang sudah siap meledak.

Di dalam kamar, Meera Ziafasa masih tenggelam dalam dunia mimpi. Selimut tebal melilit tubuhnya seperti kepompong, satu kaki mengintip keluar, rambut awut-awutan, dan napasnya masih berat dengan bunyi dengkuran kecil yang teratur.

“ZIA! BANGUN! Jam segini masih molor aja! Kalau gak bangun, bunda siram pakai air cucian piring semalam!” suara Billa menggelegar, sukses membuat burung di pohon depan rumah terbang kabur.

Dari balik selimut, terdengar suara serak pelan. “Eunnghh… bunda jangan rusuh… aku tuh masih nyatu sama kasur...”

Matanya setengah terbuka, memandang jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.00. Ia mendesah panjang.

“Baru jam enam, Bun… serius deh… ini masih jam kucing tidur siang…”

Bunda Billa melipat tangan di dada, tatapannya tajam seperti laser printer.

“Zia, ini hari Senin! Kamu pikir dunia bakal nunggu kamu bangun? Mandi sekarang! Sarapan nunggu di meja! Jangan bikin otak kamu kosong di sekolah nanti!”

Zia bangkit pelan, wajahnya masih lecek kayak tisu bekas. “Iyaaa, iyaaa… Zia bangun nih… jangan drama dong, Bun… baru juga lima detik tidur tadi.”

“LIMA DETIK APA LIMA JAM?!” sahut Billa galak, tapi ekspresi bibirnya hampir tertawa.

Zia berdiri setengah terhuyung, lalu mengangkat tangan seperti menyerah. “Oke, oke. Aku ke kamar mandi. Tapi kalau nanti aku masuk angin, bunda yang tanggung jawab!”

“Masuk angin tuh bukan karena mandi pagi. Tapi karena kebanyakan drama,” sindir Billa sambil berbalik pergi.

Zia memandang punggung ibunya sambil cemberut. “Galak banget.”

Lalu dengan langkah malas dan kaki diseret, ia masuk kamar mandi. Hari baru dimulai—dan seperti biasa, penuh keributan manis antara ibu dan anak.

 

...🌷🌷🌷...

Zia, siswi SMA biasa yang hidupnya damai-damai saja tanpa embel-embel status selebgram atau anggota OSIS hits. Nilai? Lumayan. Popularitas? B aja. Tapi kalau soal kemalasan di pagi hari—Zia jagonya. Sudah kayak atlet nasional kategori rebahan.

Baru saja ia melangkahkan kaki ke gerbang sekolah, suara familiar yang bisa bikin jantung nyaris copot menggelegar dari kejauhan.

“ZIAAAA! BEBEB! GUEEE!!!”

Zia mengerjap, reflek noleh, lalu mendapati sesosok manusia dengan rambut berantakan, tas nyaris jatuh dari bahu, dan semangat yang tidak sesuai jam pelajaran pertama.

Shenaya—sahabat paling rame sekaligus partner keonaran sepanjang masa.

“Yaampun, Shena, suaramu bisa dipake ngusir burung hantu. Aku belum tuli, tau…” sahut Zia datar sambil melipir ke samping.

Shena langsung nyosor, narik lengan Zia sambil mengomel.

“Ya salah kamu! Tadi aku sampe muter-muter di parkiran! Aku pikir kamu diculik alien, Zi! Udah siap-siap mau lapor NASA!”

Zia cengengesan. “Kalau alien mau nyulik aku, pasti mereka nyerah. Belum apa-apa udah disuruh nyuci piring dulu. Capek, Bun.”

Shena manyun sambil nyodorin dagu. "Kamu tuh jahat. Gak nungguin aku. Aku sampe lari-lari kayak extra film horor.”

“Mana aku tahu kamu di mana? Aku bukan cenayang. Aku aja tadi masih setengah sadar pas jalan,” Zia membalas santai, ekspresi lempeng, mata masih ngantuk.

Shena mencibir. “Fix! Aku nih temen yang setia, tapi kamu temen yang misterius bangett. Kadang ada, kadang enggak. Kayak sinyal Wi-Fi.”

Zia menahan tawa, lalu menyikut pelan lengan sahabatnya. “Yah, kamu tetep bestie-ku lah. Mau kamu buffering kek, nge-lag kek.”

Mereka tertawa bareng, lalu mulai berjalan menyusuri lorong sekolah yang mulai ramai. Suara sepatu, obrolan siswa, dan aroma gorengan dari kantin membuat suasana sekolah terasa hidup.

...\...

Setelah aku dan Shena sampai di kelas, suasananya mulai ramai. Beberapa temen udah pada duduk sambil ngobrol, ada yang sibuk ngerjain tugas mepet deadline, ada juga yang pamer baju baru dengan gaya sok artis TikTok.

Aku duduk di bangku tengah. Shena duduk di sebelahku, masih cemberut karena drama parkiran tadi.

Tiba-tiba pintu kelas kebuka. Bu Rina, guru killer Matematika, masuk dengan langkah cepat dan ekspresi yang nggak bisa diajak kompromi.

Matanya langsung mengarah ke aku. Nggak ke orang lain. Aku.

“Zia,” katanya tajam. “Ke depan sekarang. Tunjukkan buku tugasmu!”

Aku berdiri santai, tapi dalam hati udah mulai mewek. Perlahan aku buka tas, berharap ada keajaiban. Tapi—

Kosong. Buku tugasnya hilang entah ke mana. Aku cuma nemu notes isi coretan puisi gagal dan satu bungkus permen.

Bu Rina menyilangkan tangan. “Zia, kamu nggak bawa buku tugas kan? Jadi kamu nggak siap. Keluar kelas sekarang juga.”

Aku senyum polos, padahal jantungku udah lari maraton. “Iya, Bu. Aku keluar dulu ya. Besok aku bawa beneran, janji deh. Seger-seger, bersampul, beraroma surga.”

Shena menutup mulut nahan ketawa, “Yah… Zia emang selalu bawa kejutan.”

Aku menoleh sambil nyengir. “Tenang. Besok aku balikin reputasiku. Beneran deh.”

Bu Rina mengetukkan pulpen ke mejanya. “Keluar. Sekarang.”

Aku ngedip-ngedip beberapa kali, mikir mungkin bisa sihirin suasana, tapi tetap aja gagal. Akhirnya aku berdiri tegak, pasang gaya heroik ala drama Korea.

“Baiklah, Bu. Saya pergi… tapi saya akan kembali. Dengan buku tugas segudang.”

Keluar kelas, Shena langsung nyamperin, tepuk pelan punggungku sambil ngakak.

“Zia, sumpah, kamu tuh ratu drama banget. Tapi ratu drama yang gagal ngerjain PR.”

Aku balas senyum lebar. “Drama itu seni, She. Dan aku? Masih karakter utama di hidupku sendiri.”

... 🌀🌀🌀...

Setelah keluar dari kelas, aku jalan pelan-pelan sambil ngerutukin hidup. Dahi berkerut, mulut komat-kamit kayak nenek sihir kehabisan ramuan.

“Daripada bengong di luar kelas, mending baca novel aja, deh. Cuss ke perpus… Tapi jangan sampe ketauan guru. Bisa mampus beneran gue,” gumamku setengah bisik, setengah doa.

Dengan langkah lincah ala ninja pensiunan, aku langsung ngacir ke perpustakaan di belakang sekolah. Angin di sana adem, suasananya tenang, cocok banget buat pelarian yang berkedok literasi.

30 menit kemudian…

Wajahku yang tadi semangat kayak fans boyband ketemu idol, sekarang berubah drastis. Persis orang yang lagi nahan marah gara-gara paket COD nggak sesuai ekspektasi.

Tanganku udah nepak-nepak sampul novel di meja, kayak ngajak berantem.

“Kasihan banget nih tokohnya, semua pada gila! Cowoknya manipulatif, ceweknya malah bucin nggak logis. Amit-amit punya pacar kayak gini. Jauh-jauh deh!”

Aku ngedumel, mataku masih melototin halaman terakhir yang bikin frustrasi.

“Dan ini nih, si cewek antagonis. Udah tau cowoknya nggak suka, masih aja ngejar. Astaga, kamu cantik, kaya, pinter… ngapain nempelin psikopat? Move on dong, Sis!”

Aku mendengus keras. Rasanya mau lapor KPAI literasi.

“Duh, cukup. Capek hati. Mending pulang aja, sebelum aku masuk cerita dan nyakar salah satu karakter,” ucapku sambil berdiri, masukin novel ke tempatnya, lalu melipir ke parkiran motor.

Dan seperti biasa, hidup Zia — dramanya nggak pernah habis, bahkan di antara tumpukan buku fiksi

...🌀🌀🌀...

Kriet. Brugh!

Akhirnya... rebahan juga!

Begitu pintu kamar tertutup, aku langsung ngelempar badan ke kasur kayak drama Korea yang slow motion. Untung bunda lagi pergi. Kalau sampai dia tahu aku bolos hari ini, bisa-bisa ceramah tiga babak langsung tayang tanpa iklan.

Mataku ngintip ke jam dinding.

"Wah, masih ada waktu. Cukup lah buat tidur siang cantik."

Aku menghela napas panjang, tangan kanan reflek ngacak-ngacak rambut sendiri.

“Gara-gara novel itu, jadi kepikiran terus. Aisshh… drama banget sih ceritanya.” gumamku dengan ekspresi setengah kesal.

Tubuhku mulai lemas, mataku berat.

“Hoaaam… ngantuk parah…” ucapku sambil meringkuk, selimut ditarik sampai dagu.

Pelan-pelan, pikiranku hanyut. Suara di luar kamar makin lama makin jauh, sampai akhirnya…

Aku nggak lagi ada di dunia nyata.

Zia tertidur pulas. Dan kini, dia berada di dunia lain. Dunia yang... bukan miliknya.

...\\...

...Dunia Lain...

"INI DIMANAAA?! SIAPA YANG MINDAHIN AKU?!"

Zia berdiri linglung. Matanya membelalak, menatap ruangan asing yang bahkan bau udaranya beda. Tempat itu sunyi, dingin, dan jelas-jelas... bukan kamarnya di rumah.

Tiba-tiba...

Memproses data...

10%... 30%... 60%... 100%...

Ting!

“Hai, Tuan. Saya sistem yang akan menemani Anda di dunia novel ini.”

"ARGHHH!! SUARA APAAN TUH?! INI HANTU KAN?! JANGAN MAIN-MAIN, WOE!"

“Saya bukan hantu, Tuan. Saya adalah Sistem. Saya akan memandu Anda di dunia ini.”

Zia gelagapan. "INI APAAN SIH? JANGAN NGACO DEH! APAAN INI, DRAMA? CASTING FILM? JELASIN WOY!"

“Tidak, ini nyata. Anda saat ini berada di dalam sebuah novel yang pernah Anda baca."

Dia membeku. Tangannya nyolek-nyolek pipi sendiri, berharap ini mimpi. Tapi rasanya nyata. Dinding dingin. Lantai keset. Hidung masih bisa mencium bau parfum ruangan.

“…Jadi aku… beneran… masuk ke novel yang waktu itu aki baca? SERIUSAN?”

“Ya, Tuan.”

"Hahaha... gila. GILA NIH. BUKAN AKU YANG GILA KAN?! NIH SISTEM, JANGAN BIKIN AKU MERAGUKAN KEWARASANKU SENDIRI DONG!"

“Anda tidak gila. Ini bukan halusinasi.”

Zia reflek jalan menuju pintu kamar, berharap ada jalan keluar, tapi tangan tetap gemetaran.

"INI TUBUH SIAPA COBA?! BADAN AKU AJA BUKAN! JADI AKU NUMPANG HIDUP GITU DI SINI? TERUS, TUBUH ASLI AKU DIMANA?!"

“Anda kini menjadi Lava. Karakter dalam novel tersebut.”

"LAVA?! LAVA YANG ITU? YANG SUKA DIGANGGUIN, YANG DIKEROYOK EMOSI TERUS?! INI GAK FAIR!"

“Selamat datang, Lava.”

Zia—eh, sekarang Lava—langsung menjambak rambut sendiri. "AKU NYESEL BANGET BACA NOVEL GILA ITU. KENAPA GAK MASUK KE NOVEL ROMANCE CANTIK BANYAK PRINCE GITU?!"

“Misi Anda sederhana bertahan hidup dan temukan kebahagiaan. Itu saja.”

"APAAN? INI DUNIA NOVEL APA SURVIVAL GAME SIH?! TERUS, KENAPA GAK ADA MISSION-MISSION SERU, POINT, SKILL, ATAU SISTEM UPGRADE GITU? INI APA, MODE ULTRA HARD?!"

“Maaf, sistem ini hanya pendamping. Tidak memberi fitur tambahan.”

"YHA. UDAH GITU DITINGGALIN LAGI?!"

“Saya akan offline beberapa jam. Semoga sukses, Tuan.”

Cling!

Sunyi.

Zia menganga, sendirian. Matanya menatap ruangan mewah yang katanya sekarang kamarnya. Dia mendengus, langsung buka lemari, buka laci, buka apapun yang bisa dibuka.

"YAA SUDAHLAH. MULAI SEKARANG INI KAMAR AKU. GAK MAU TAU. AKU YANG HIDUP DI SINI, AKU YANG NGATUR!"

Dia lompat ke kasur, tarik selimut, dan ngedumel sambil merem rapat.

"Kenapa harus novel ini sih, jir. Kenapa harus aku yang jadi Lava. Aku capek. Aku ngantuk. Dunia aneh, sistem ilang, tokohnya gila semua..."

Hening.

"...aku tidur dulu deh. Besok kita ribut lagi."

Terpopuler

Comments

rumputhijau~~

rumputhijau~~

semangat!!

2021-12-28

1

rumputhijau~~

rumputhijau~~

lanjut thor!!

2021-12-28

1

rumputhijau~~

rumputhijau~~

di amerika ada pilem boboboy?🙀

2021-12-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!