DARI IPHONE, MENDADAK JADI NOKIA JADUL? OMAIGAD, ADA APA DENGAN JAMAN INI?
Mario, Brian, dan Cavin. Tiga remaja milenial pemuja teknologi, Game Online, Gadget, sekaligus penyembah sekte Google tiba-tiba masuk ke sebuah portal.
Yang membawa mereka akhirnya kembali ke tahun 2001, tahun dimana bahkan mereka pun belum lahir. Mereka yang sudah SMA tiba-tiba menjadi anak SMP ditahun tersebut.
Mereka terpaksa hidup dengan teknologi yang masih terbatas. Menggunakan Handphone dan perangkat yang belum mengusung Android serta IOS seperti sekarang ini.
Namun disanalah sebuah rahasia akhirnya terungkap. Ditahun tersebut, mereka mengetahui banyak hal tentang mengapa Mario seperti dibenci oleh kakaknya.
Mengapa orang tua Brian bercerai dan mengapa ibu Cavin tidak pernah memberitahu siapa ayah kandungnya. Di tahun tersebut pun, mereka terlibat cinta segitiga pada seorang gadis bernama Ratna.
Kisah ini penuh dengan nostalgia masa-masa akhir era 90 an.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemunculan F4
Esok harinya, Mario, Brian, dan Cavin kembali ke sekolah. Tak ada yang bisa mereka lakukan kecuali mengikuti rules hidup yang telah di tetapkan di jaman ini.
Yakni menjalani kehidupan sebagai pelajar yang harus pergi ke sekolah setiap harinya. Seraya memikirkan bagaimana caranya agar bisa kembali, ke tahun dimana mereka seharusnya berada.
Seperti biasa mereka pergi ke sekolah berbarengan dengan Adril, Heru, dan juga Ratna. Di sepanjang perjalanan mereka hanya menikmati kesejukan udara sambil berbincang dan tertawa. Sejenak mereka lupa bahwa mereka adalah generasi Z, yang saat ini seharusnya berada di tahun 2021.
Mereka masuk sekolah seperti biasa. Saat istirahat, mereka sepakat untuk tidak pergi kemanapun termasuk ke kantin. Ketiganya memilih duduk di dalam kelas, sambil menceritakan pengalaman di rumah masing-masing.
Kebetulan ketiganya dibekali makanan oleh orang tua lintas jaman mereka. Hal pertama paling menakjubkan yang pernah terjadi dalam sejarah hidup mereka. Mengingat selama ini, mereka belum pernah sekalipun dibuatkan bekal oleh orang tua di jaman mereka seharusnya berada.
"Lo gimana, bro. Rumah lo?" tanya Brian pada Cavin sambil memakan bekalnya.
"Enak tau gue, ternyata bapak-emak gue sayang banget sama gue."
Cavin menggigit ayam goreng yang ada ditangan kanannya, lalu ia pun melanjutkan pembicaraan.
"Gue di manjain, rumah gue udah kayak timezone. Mau main apa aja ada. Nggak kayak di jaman kita, emak gue ngirim duit pas-pasan mulu. Gue tinggal di kost-kosan sempit, kadang makan mie saban hari. Kalau nggak lo sama Mario yang bantu, mana bisa gue kebeli hp bagus, makan enak, punya barang branded."
"Jadi lo disini nggak ada masalah?" tanya Mario yang juga tengah makan bekalnya dengan lahap. Pagi-pagi sekali Deddy membuatkan bekal tersebut untuknya.
"Kagak, sumpah. Lo pada sendiri, gimana?" tanya Cavin pada Mario dan juga Brian.
"Disini keluarga gue utuh." ujar Brian.
"Yang jadi emak-bapak gue itu akur banget dan sayang sama gue. Dari kecil gue pengen banget punya keluarga utuh, gue nggak ngerti kenapa bokap-nyokap gue cerai. Gue yakin banget 100% bokap gue yang salah, sampe nyokap gue pergi dari rumah."
Kali ini Mario menunduk.
"Lo kenapa, bro?" tanya Brian diikuti tatapan Cavin, yang menaruh begitu banyak tanda tanya.
"Kayaknya kita semua dapat apa yang kita impikan selama ini." ujarnya kemudian.
"Maksud lo?" tanya Brian dan Cavin heran.
"Lo dari dulu pengen banget kan Cav, lahir sebagai anak orang kaya. Brian sendiri pengen punya keluarga utuh. Nah gue pengen banget bisa deket sama bokap dan diberi kasih sayang lebih sama bokap."
"Maksud lo, ada bapak lo di rumah yang sekarang?" tanya Cavin penasaran, Mario mengangguk.
"Bapak gue, Deddy." ujar remaja itu kemudian.
"Deddy?" Brian dan Cavin tak mengerti.
"Daddy maksud lo?. Dipanggil daddy gitu?" tanya Brian masih tak mengerti.
"Bukan, tapi Deddy smart people. Close the door."
"Hah, serius lo?"
Brian dan Cavin terperangah, mereka saling bertatapan lalu kembali menatap Mario.
"Deddy yang punya podcast?" Brian memastikan sekali lagi.
"Iya." jawab Mario sambil tersenyum tipis.
"Lah, bukannya lo dulu nggak suka ya sama tuh orang?" celetuk Cavin.
"Hahahaha, kalau dia tau lo salah satu hatersnya dia. Bisa-bisa di gaplok lo pake tangannya yang gede itu." ujar Brian bersemangat.
"Dia ternyata baik banget orangnya." ucap Mario.
"Makanya don't judge people by the cover." Lagi-lagi Brian berujar.
Mario makin tersenyum, ada rasa hangat yang menjalar dihatinya ketika ia menceritakan sosok Deddy.
"Eh, bukannya di jaman ini Deddy masih suka pake eyeliner item dan masih ada rambut ya?" Brian mengingatkan.
"Gue pernah liat di google soalnya." lanjut Brian lagi.
"Iya juga ya?" gumam Cavin dan Mario di waktu bersamaan.
“Yang jadi bapak lo, Deddy lama apa Deddy jaman kita yang udah keker?” tanya Brian penasaran.
"Yang udah di jaman kita." jawab Mario.
"Nah loh, gimana tuh Deddy kalau ketemu dirinya sendiri di jaman ini?" tanya Brian lagi.
Dan detik berikutnya,
"Hahahaha." Ketiganya pun lalu tertawa.
"Sumpah gue nggak bisa bayangin." ujar Cavin antusias.
"Sama, bro. Bakal jadi perang antara Thanos sama Po kungfu panda."
"Hahaha."
"Heh, dia bapak gue di jaman ini tau. Lo pada ngeledek aja."
"Hahaha, iya-iya. Maaf kita ngeledekin bapak lo, abis lucu sih kalau dibayangin." ujar Cavin.
"Tapi lo nggak nanya, gimana Deddy eh bapak lintas jaman lo itu bisa ada disini juga?" tanya Brian kemudian.
"Nah loh, iya-ya." timpal Cavin.
"Jangan-jangan dia juga sama terlemparnya kayak kita, atau siapa tau dia punya portal yang bisa bawa kita kembali ke jaman kita." ujar Brian lagi. Kali ini ia dan Cavin menunggu jawaban Mario.
"Duh gimana ya, bukan gue nggak mau nanya. Gue juga penasaran sih, gimana dia bisa masuk ke jaman ini juga. Cuma masalahnya di jaman ini, gue tuh sakit."
"Sakit?" tanya Brian dan Cavin di waktu yang nyaris bersamaan. Mereka bingung dengan apa yang baru saja di utarakan Mario.
"Iya, gue sakit. Kata Deddy sih gue sakit otak atau apa gitu, masalah memory dan mental. Gue suka bengong, ngamuk sendiri, bahkan mau bunuh diri. Kayak semacam anxiety atau apalah gitu."
"Lah terus hubungannya apa sama nanya soal tadi?" tanya Brian heran.
"Misalkan nih gue nanya ke Deddy, dia bisa masuk ke sini itu gimana?. Misalkan masuk portal atau apa. Iya kalau emang bener, terus dia jawab dan ngasih tau kronologinya. Kalau misalkan dia juga nggak tau, seandainya dia itu bukan bener-bener Deddy. Hanya sebuah refleksi atau bayangan supaya melengkapi status gue di jaman ini, bisa-bisa gue dikira gila beneran. Dan gue akan selalu dikasih obat dan obat lagi."
"Maksud lo gimana sih?" tanya Cavin bingung, diikuti anggukan Brian yang juga sama bingungnya.
"Nih misalkan gue tanya ke dia begini." ujar Mario.
"Dad, daddy bisa masuk ke jaman ini gimana?. Ceritain dong, kan daddy berasal dari masa depan sama kayak saya." lanjutnya kemudian.
"Terus kalau dia sendiri nggak inget dia berasal dari masa depan dan pertanyaan gue dianggap aneh. Terus gue di masukin rumah sakit jiwa gimana?"
Cavin dan Brian makin planga-plongo.
"Lo ngerti nggak sih yang gue omongin?" tanya Mario pada kedua temannya itu.
"Kagak." jawab Cavin dan Brian kompak. Kali ini Mario melebarkan bibirnya sampai kuping.
"Panjul." ujarnya seraya memukul kepala keduanya.
"Enak aja Panjul, gue mah Nicholas Saputra." ujar Cavin sengit.
"Ho'oh, Nicholas Saputra KW HDC. Udah gitu di selundupin lewat Batam lagi." ucap Mario keki.
"Gue sih Joe Taslim." celetuk Brian.
"Iye, Joe Taslim Made in pasar uler lo mah." Mario makin sewot.
"Emang elu, kagak mirip artis siapa-siapa." ujar Brian lagi.
"Dih, kenapa kalau gue nggak mirip artis siapa-siapa. Gue udah ganteng, atletis, sexy lagi. Be myself gue mah."
Cavin dan Brian kompak menyuap makanan mereka dengan mulut super lebar, tanda sebal dengan kepedean Mario yang over limit.
"Wey."
Tiba-tiba Adril muncul sambil membawa sebuah plastik berisi bermacam-macam gorengan. Sementara Heru membawa beberapa botol air mineral dingin.
"Nih buat lo pada." ujar Adril seraya meletakkan gorengan tersebut di atas meja. Diikuti Heru yang meletakkan air mineral.
"Widih, Adril lo emang my man." tukas Cavin pada Adril, pemuda itu hanya tertawa. Detik berikutnya mereka pun lalu menikmati gorengan tersebut, sambil berbincang.
"F4 pulaaang."
"Hah?. F4 pulang woi, F4 pulang."
Beberapa orang berteriak-teriak dan membuat hampir seisi kelas bahkan seisi sekolah terutama yang perempuan, menjadi berhamburan.
Mereka berlarian dengan antusias hingga mengundang perhatian Mario, Brian, dan juga Cavin yang saat ini tengah berkutat dengan gorengan.
"Siapa sih?" tanya Mario penasaran.
Adril dan Heru tak menjawab, mereka hanya saling bersitatap satu sama lain dan memilih bungkam. Hingga akhirnya Mario, Brian, dan Cavin pun keluar. Karena dorongan rasa penasaran yang begitu besar. Apa sesungguhnya F4 dan siapa yang dimaksud.
Mario, Brian, dan Cavin bergegas keluar kelas. Menuju tempat dimana para siswa mulai berkumpul. Tampak mereka semua berteriak, sambil mengelu-elukan beberapa nama.
"Martin."
"Christopher."
"Glen."
"Jimmy."
Mario, Brian, dan Cavin kompak menoleh ke suatu arah. Mengikuti arah pandangan siswa yang masih sibuk berteriak.
Pei ni qu kan liu xing yu
luo zai zhe di qiu shang
rang ni de lei luo zai wo jian bang
yao ni xiang xin wo de ai
zhi ken wei ni yong gan
ni hui kan jian xing fu de shuo zai
Entah mengapa soundtrack dari serial fenomenal meteor garden di tahun 2001 tersebut, tiba-tiba saja terdengar di seantero sekolah. Seiring dengan langkah keempat nama yang tengah di elu-elukan itu.
Tampak empat orang pemuda lumayan tampan. Dengan berkalungkan handphone merk Nokia berjalan dengan tegak dan begitu angkuh, melintasi sepanjang koridor sekolah.
Rambut mereka tertiup angin, langkah mereka seakan membentuk slow motion. Bak adegan dalam sinetron yang sengaja di lama-lama kan, untuk memanjangkan durasi.
"Hahahaha."
"Hahahaha."
Mario, Brian, dan Cavin tertawa terbahak-bahak. Sehingga mengundang perhatian keempat pemuda itu. Mereka menoleh ke arah Mario, Brian, serta Cavin. Lalu menghujani ketiganya dengan tatapan yang tidak begitu mengenakkan.
Mario, Brian, dan Cavin terpaksa menahan tertawa mereka secara spontan. Sampai kemudian keempat pemuda itu berhasil melintas di hadapan mereka dan kemudian berlalu. Barulah mereka bertiga kembali tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha."
"Hahahaha."
"Anjir, di jaman ini hp di kalungin dong. Plis lah, tolong dikondisikan itu anak empat. Udah kayak name tag mbak-mbak SCBD, hp di gantung-gantung di leher."
Salah satu dari keempat anak itu kembali menoleh dan menatap tajam kepada Mario.
"Ups."
Mario kembali menutup mulutnya sambil menahan tawa. Tak lama kemudian mereka yang disebut F4 itu pun berlalu.
"Hahahaha." Ketiganya kembali tertawa geli.
"Wah F4 udah pada bawa HP tuh." celetuk salah seorang siswa perempuan, yang melintas di dekat mereka.
"Iya, pokoknya besok gue minta beliin hp juga ah sama orang tua gue. Biar bisa telponan sama F4." ujar yang lainnya lagi.
"Yaelah hp gitu doang, hp di jaman gue dong keren. Banyak game online sama sosial media. Bisa video call, telponan sambil tatap muka." celetuk Cavin pada kedua perempuan itu.
"Game online?. Sosial media?. Video Call?. Apa itu?" tanya mereka kemudian.
Seketika Mario langsung membungkam mulut Cavin dengan tangannya. Sementara Brian mengeplak kepala anak itu dan mengingatkannya.
"Lu jangan sembarangan ngomong, Cav. Ntar lu merusak sejarah." ujarnya kemudian.
"Tau nih anak, jangan mengeluarkan pernyataan yang membingungkan." tambah Mario.
"Kalian ngomong apa sih?" tanya siswa perempuan itu heran. Mario dan Brian nyengir venom.
"Eh, oh, hehehe. Nggak koq, anu, itu."
"Hah?"
"Anu, itu ada F4."
Mario menunjuk ke suatu arah, para perempuan itu langsung antusias padahal mereka sedang dibohongi. Detik berikutnya Mario dan Brian pun menyeret Cavin untuk kembali ke kelas. Sebelum anak itu latah lebih lanjut dan menimbulkan kebingungan, diantara para siswa lintas jaman tersebut.
please kak Devy..diupdate semua novelnya.
keren² semua soalnya